Mohon tunggu...
Ryo Kusumo
Ryo Kusumo Mohon Tunggu... Penulis - Profil Saya

Menulis dan Membaca http://ryokusumo.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Manisnya Gula Era Jokowi, Antara Mimpi dan Kerja Nyata

19 September 2018   16:16 Diperbarui: 20 September 2018   09:14 3494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://regional.kompas.com

Beberapa bulan lalu, saya mampir ke India, tepatnya di Kanpur, distrik Uttar Pradesh, 6 jam dari Delhi via darat. Untuk visit satu pabrik yang menyediakan peralatan pabrik gula. Bayangkan pabrik gula pun kita harus jauh ke India.

Padahal tebu konon paling subur tumbuh di Indonesia, tepatnya di Lampung, disana tebu memiliki nilai rendemen 8,34%. Artinya setiap 100 kg tebu bisa menghasilkan 8,34 kg gula.

Tapi di India, nilai rendemen mencapai 11%, di Thailand lebih gila lagi, nilai rendemen gula bisa mencapai 14%. Bukan soal kualitas tebunya, tapi teknologinya lebih optimal.

Indonesia sangat punya sumber daya, tapi tidak punya teknologi. India dan Thailand, punya keduanya. Tapi saya lebih memilih India, lebih murah.

Teknologi apa memangnya? Sabar, nanti saya cerita.

Jadwal saya itu bertepatan dengan Thai Pongal, atau festival panen hasil tani di India, baik beras maupun tebu.

Saya sendiri disuguhi Pongal, nasi campur susu yang wajib ada, dimasak hingga berbuih-buih sebagai rasa wujus rasa syukur. Enak? Jujur, gak doyan.

Selepas makan siang, saya kembali ke Delhi, naik mobil sewaan, 6 jam. Sengaja karena saya ingin melihat suasana perbukitan India. Sepanjang perjalanan si supir banyak cerita soal swasembada gula yang sedang gencar gila-gilaan.

Sejak awal, Narendra Modi sang Perdana Menteri sudah menitahkan setiap pabrik gula di India menggunakan sistem Cogeneration. Dimana sampah tebu yang biasanya hanya digunakan sebagai bahan baku pembangkit listrik internal, harus bisa menghasilkan listrik yang bisa dijual ke external.

Artinya, sampah tebu harus bisa menghasilkan listrik yang besar, listriknya di jual ke PLN-nya India, tetesnya jadi Ethanol, Ethanol dijual ke pabrik, untuk yang memenuhi food grade maka akan menjadi sabun, mentega dll. Dan karena bersumber dari bahan baku yang bisa diperbarui, maka namanya menjadi Bioethanol.

Pendapatan pabrik gula meningkat. Pabrik gak perlu lagi cari untung besar dari gula. Gula menjadi murah, harganya cuma 16.13 rupee/kg atau setara 3400 rupiah per kg, tanpa subsidi, tanpa impor. Di Indonesia? 14 ribu rupiah per kg.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun