Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kisah Dua Hati #21 : Sebuah Keputusan

20 Juni 2014   14:42 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:01 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14032235241129483106

Cerita Sebelumnya :

Meski sadar bahwa Lintang sudah tidak lagi mencintainya, Niko masih ingin menemui mantan pacarnya dan menceritakan kejadian yang sebenarnya dari peristiwa yang terjadi dua tahun lalu.  Sementara itu Lintang akhirnya memutuskan untuk mencoba melupakan Rian.  Dan saat Aksa mengantarnya pulang, ia mendengar satu hal yang mengejutkan dari Aksa!

CHAPTER 21

“Jangan pernah lari dari masalah.  Hadapi masalahmu seberat dan sebesar apapun.  Bahkan jika kamu punya masa lalu segelap apapun atau saat ini kamu punya sesuatu yang harus diperjuangkan, maka berjuanglah, hadapilah itu!  Masa lalumu sudah berlalu, jangan biarkan itu mengganggu kehidupanmu yang sekarang, apalagi jika orang itu sudah menerimamu apa adanya…”

“Aksa, kamu…?” Lintang terkejut.

Apa Aksa tau peristiwa itu?

Mereka sudah tiba di rumah Ani Hadikusumo – tempat Lintang tinggal selama ini.

“Nah, kita sudah sampai,” ujar Aksa.

Lintang tak kunjung turun.

“Aksa…” panggilnya, “Aku masih belum paham maksud ucapanmu tadi.”

Aksa tersenyum mendengar pertanyaan Lintang,

“Aku tadi bicara soal mantanmu.Entahlah, keliatannya kamu punya urusan yang belum selesai sama dia.Saranku, selesaikan persoalanmu itu, kamu nggak bisa terus-terusan lari dari dia.Hadapi saja!”

Oh itu maksudnya, pikir Lintang.

Gadis itu kemudian melepas seat belt dan membuka pintu, beranjak turun dari mobil.

“Aksa, thanks.Aku pertimbangkan saranmu…”

“Oke, Lin…”

Nggak mungkin aku ngomong ke dia kalo aku tau masa lalunya…

* * *

Sudah satu jam pemuda itu duduk di bangku taman.Tak banyak yang dilakukannya selain memandang ke satu arah, bangkit seperti hendak berjalan ke arah tersebut, namun sejurus kemudian berhenti dan kembali duduk di bangku – terkadang membuka ponselnya seperti hendak menelepon seseorang, namun tampak ragu dan menutup ponselnya.Begitu seterusnya.

Tingkah pemuda tersebut menimbulkan sedikit keheranan bagi sebagian orang yang ada di taman tersebut, tapi mereka tidak ambil pusing.

Ini sudah hari ketiga mereka melihat pemuda tersebut, dan sejauh ini tidak ada apapun yang terjadi.Dia selalu datang di jam yang sama dan melakukan hal yang sama.

Kali ini aku harus berani menemuinya!

Pemuda tersebut bangkit dan berjalan mantap ke arah yang sejak tadi dilihatnya.Kelihatannya kali ini tekadnya sudah bulat.

Namun baru beberapa langkah berjalan, terdengar ponselnya berbunyi.Pemuda itu mengangkat teleponnya,

“Hallo?” sapanya.

“Tama!Kamu di mana sih?Kita sudah terlambat nih!” terdengar suara dari seberang telepon.

“Maaf,” sahut Tama, “Aku ada urusan sebentar.”

“Ya sudah, sekarang cepet ke sini atau nilai kita nanti bakal dikurangi!”

Tama menutup ponselnya dan menghela nafas.

Aya, aku pasti akan menemuimu…

* * *

Malam ini Lintang termenung di kamarnya.Kata-kata Aksa tadi terus mengganggu pikirannya.

“…jika kamu punya masa lalu segelap apapun atau saat ini kamu punya sesuatu yang harus diperjuangkan, maka berjuanglah, hadapilah itu! “

“…kamu nggak bisa terus-terusan lari dari dia.Hadapi saja!”

Lintang menghela nafas.

Aku memang harus menghadapinya.Aku nggak bisa terus-terusan lari dari masalah.Rian sudah menjadi korban karena aku selama ini lari dari masalah.

Saat ini jam 20.45.

Lintang membuka ponselnya dan menelusuri phonebooknya.Meski sudah berusaha menguatkan dirinya, tak urung ada rasa takut yang menjalari seluruh tubuhnya.

Akhirnya dengan memejamkan mata, Lintang memencet tombol panggilan.

Ia menelepon Niko.

Terdengar nada panggil di seberang sana.

Hati Lintang berdebar-debar.Setiap satu nada panggil membuat debaran hatinya semakin kencang.

Delapan kali sudah nada panggil berbunyi tapi ponselnya tak kunjung diangkat.Hati Lintang sudah sedikit lega.

Mungkin dia tidak mau menerima telp…

“Hallo?” mendadak dari seberang telepon terdengar jawaban.

Lintang tercekat, dia tak mampu berkata.

“Hallo?” terdengar lagi suara dari ujung sana.

“Hall…lo Niko…?” Lintang tergagap, “Ini aku, Lintang…”

Niko tak percaya dengan apa yang didengarnya.Ia terdiam selama beberapa detik.

“Hallo?” terdengar lagi suara Lintang dari seberang telepon.

Niko tersadar.

“Lintang?” sapanya, “Sebelumnya aku benar-benar minta maaf atas kejadian tadi.Aku benar-benar nggak bermaksud mencelakakan kamu atau temanmu.”

“Rian nggak apa-apa,” jawab Lintang, “Dia sudah boleh pulang tadi.Walau sejujurnya aku masih belum bisa maafin kamu, setidaknya aku mau berterimakasih karena kamu sudah bertanggung jawab untuk biaya rumah sakit.Terus, kamu ngotot banget mau ketemu aku, ada apa sebenernya?”

Keduanya kemudian terlibat dalam pembicaraan serius.

* * *

Jarum jam sudah menunjukkan angka 22.34 namun mata Rian tak kunjung terpejam.Aksa meneleponnya dan menceritakan percakapannya dengan Lintang beberapa waktu sebelumnya.

“Keliatannya Lintang akan melakukan sesuatu untuk menyelesaikan masalah dengan ex-boyfriend-nya,” cetus Aksa.

Apa yang akan kamu lakukan, Lintang?Pikiran Rian menerawang.

Kesan pertama Rian tentang Niko tidaklah baik, dan dia khawatir akan terjadi apa-apa dengan Lintang.

Ponsel Rian bergetar pendek, ada satu pesan singkat yang masuk.

Dari Rin.

“Malam Rian, kamu sudah tidur?Aku belum bisa tidur dan cemas mikirin kamu, semoga kamu nggak kenapa-napa ya.With love.Rin.”

Rian tersenyum membaca pesan tersebut.

Terimakasih, Rin.

Ia baru saja memutuskan untuk menelepon Rin ketika ponselnya sekali lagi bergetar pendek.Kali ini pesan dari Aksa.

“Malam bro, Lintang barusan nelepon aku, dan dia minta bantuanku untuk nemenin dia ketemu sama mantannya di Loomloom House.Aku juga sempet nanya ke dia, apa kita perlu ngajak kamu tapi dia bilang nggak usah.Dia nggak mau ngerepotin kamu, katanya.Kamu nggak masalah ‘kan, bro?”

Rian membalas pesan tersebut,

“Aku sudah nggak ada hubungan sama Lintang, jadi kamu nggak perlu ngerasa nggak enak, Ca.”

“Haha, yakin kamu?For your information, di café itu ada private roomnya, dan seharusnya sih mantannya Lintang itu pesen satu ruangan khusus buat mereka ngobrol,” balas Aksa.

“Kalo sama kamu, aku yakin 2000%!”

“Haha, ok’s.Tapi aku bakal update hasilnya ke kamu karena gimanapun juga Lintang sahabat kita ‘kan?Okay now, you can sleep, bro.And don’t worry about her.”

“Oke, Ca, thanks.”

Rian menutup ponselnya.

Jadi, Lintang memutuskan untuk ketemu sama Niko…

(Bersambung)

Lintang akhirnya memutuskan untuk menghadapi masa lalunya dan menelepon Niko, mereka kemudian membuat janji untuk bertemu di sebuah tempat.  Tapi, kenapa Lintang mengajak Aksa dan bukannya Rian?  Ikuti chapter berikutnya saat Niko menceritakan kronologis kejadian traumatis yang menimpa Lintang dua tahun lalu...
“Kisah Dua Hati” terbit tiga kali dalam seminggu, Senin, Rabu, dan Jumat…

Kisah Dua Hati #22 : Cerita di Private Room Part I |   Kisah Dua Hati #1 : Straight Set!


Sumber gambar : weheartit.com
Tulisan ini masuk kategori “Fiksi” dan dipublish pertamakali di www.kompasiana.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun