Mohon tunggu...
Ryan A. Syakur
Ryan A. Syakur Mohon Tunggu... Pekerja Sosial -

Seorang lelaki penyesap kopi pahit

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Merentang Sejarah Indonesia Lewat Lokomotif

30 Oktober 2012   13:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:12 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

lokomotif GE tidak akan pernah terlupakan dalam sejarah Indonesia. Kuda besi ini bukan hanya sebagai sarana transportasi biasa. Tahun 1955, rombongan KAA I turut merasakan jasa dari lokomotif diesel pertama GE, CC 200.

Matahari cukup hangat menyapa kota Cirebon siang itu. Deru mesin diesel lokomotif mulai terdengar khas dari kejauhan. Di seberang rel, pantulan cahaya matahari membentuk siluet dari sebuah lokomotif klasik, CC 200. Lokomotif hasil produksi General Electric (GE) berwarna kombinasi kuning gading dan hijau tua ini belum jua menyerah pada waktu. Lokomotif lawas itu kini masih terparkir di Dipo Perbaikan Daerah Operasi (DAOP) 3 Cirebon.

Tua terbukti bukanlah penghalang bagi loko klasik buatan GE itu. Hingga kini lokomotif CC 200 tidak canggung ketika berpapasan dengan lokomotif modern, seperti jenis CC 203 yang menarik rangkaian Argo Bromo dan loko CC 201 untuk rangkaian Cirebon Express. Kualitas dan Perawatan yang baik membuat CC 200 masih cukup perkasa beroperasi di atas rel, meski hanya untuk pengoperasian internal.

Diesel Menggantikan Uap

Lokomotif CC 200 menggantikan kerja lokomotif uap yang sebelumnya akrab di telinga masyarakat Indonesia di era sebelum kemerdekaan.  Lokomotif jenis ini mulai dipakai untuk menarik rangkaian gerbong sejak dibukanya jalur jalan rel yang pertama di Indonesia, yaitu antara Kemijen ke Tanggung, Semarang pada tahun 1867 sepajang 26 km. Lokomotif yang digunakan adalah lokomotif uap seri B1, yaitu lokomotif yang mempunyai 2 gandar roda penggerak dan 1 gandar roda pengantar (idle) dan mempunyai tender bergandar 3.

Dalam perkembangan selanjutnya, berbagai jenis lokomotif uap didatangkan dari Eropa terutama dari Jerman, Belanda, dan Amerika. Lokomotif yang berdaya sampai 1850 PK ini beroperasi di berbagai perusahaan kereta api, baik perusahaan swasta seperti NIS (Nederlandsch Indische Spoorwegen) dan perusahaan pemerintah yaitu SS (Staats Spoorwegen).

Di awal tahun 1950 pengadaan lokomotif uap mulai dihentikan oleh Pemerintah. Penyebabnya, para produsen lokomotif ini di Eropa dan Amerika mulai menghentikan produksinya. Sejak saat itu, berbagai diskusi dilakukan oleh para petinggi DKA (Djawatan Kereta Api) untuk mengubah lokomotif kereta api uap menjadi yang lebih modern, diesel. Perubahan tersebut bukanlah perkara mudah, karena saat itu belum ada orang yang mengerti perawatan dan operasional lokomotif diesel. Akhirnya palu diketuk, Presiden Pertama RI, Ir. Soekarno menyetujui pembelian lokomotif diesel tipe elektrik ini.

Pada tahun 1953, sebanyak 27 buah lokomotif CC 200 didatangkan dari Amerika Serikat.  Lokomotif hasil inovasi GE ini memiliki berat 96 ton, dengan 3 bogie, yakni 2 bogie penggerak dan 1 bogie idle. Dengan motor diesel ALCO 244E, jenis 4 tak dan berkekuatan 1750 HP (Horse Power), CC 200 mampu melaju hingga 100 km/jam.

Dalam mengenalkan operasional lokomotif diesel, GE sejak tahun 1953 - ketika pertama kali kerjasama dengan Pemerintah Indonesia dalam mendatangkan CC 200, mengadakan training langsung di pabrik lokomotif GE di Amerika Serikat. Teknisi GE mengadakan pelatihan lokomotif diesel selama 6 bulan untuk para sarjana muda yang ditunjuk pemerintah.

Selama pengabdiannya, lokomotif kebanggaan seluruh Rakyat Indonesia ini pernah menjadi bagian penting peristiwa bersejarah dunia yakni Konferensi Asia Afrika (KAA). Lokomotif kuning-hijau ini ikut menyukseskan upaya bersatunya negara-negara Asia Afrika menjalin kerjasama ekonomi-kebudayaan dan melawan dominasi barat. Pada April 1955, lokomotif CC 200 turut andil membawa rombongan KAA I dari Jakarta ke Bandung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun