Mohon tunggu...
Rusman
Rusman Mohon Tunggu... Guru - Libang Pepadi Kab. Tuban - Pemerhati budaya - Praktisi SambangPramitra
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

"Hidupmu terasa LEBIH INDAH jika kau hiasi dengan BUAH KARYA untuk sesama". Penulis juga aktif sebagai litbang Pepadi Kab. Tuban dan aktivis SambangPramitra.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bisa Sekolah Nyambi Kursus

10 Oktober 2018   14:31 Diperbarui: 10 Oktober 2018   14:38 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Telah lama beredar wacana bahwa selama ini sekolah cenderung lebih mengutamakan bidang kognisi dan psikomotorik daripada bidang afeksi. Mata pelajaran yang berbsasis kepribadian serta keimanan dan ketaqwaan (Imtaq) (seperti PPKn dan Pendidikan Agama) untuk setiap kelas hanya memiliki jatah waktu sedikit setiap minggunya. Kondisi ini berbeda sekali dengan mata pelajaran yang bersifat kognitif, misalnya Matematika, yang setiap kelas memiliki jatah waktu yang cukup banyak.

Jangan heran kalo sebagian masyarakat tidak dapat berharap banyak kepada pendidikan formal untuk membina kepribadian dan Imtaq putra-putrinya. Masyarakat dituntut untuk berkreatif dengan cara menyelenggarakan kegiatan sendiri bagi anak-anaknya yang tujuannya membentuk kepribadian utama serta memperkokoh keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini sebagai wujud tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan anak-anaknya.

Namun karena keterbatasan sarana dan prasarana yang ada dalam pendidikan non formal, sebagian masyarakat masih ada yang mempertanyakan efektivitas penyelenggaraan program pendidikan non formal ini. 

Pada gilirannya tidak sedikit dari mereka yang mulai tumbuh keraguan untuk mempercayakan pendidikan anaknya ke lembaga-lembaga non formal tersebut. 

Jadi masyarakat bagaikan terbelah, sebagian ada yang tidak puas dengan sistem pendidikan di sekolah, namun tidak sedikit pula yang masih meragukan proses pendidikan luar sekolah.

Di negeri yang disebut nuswantara ini memang masyarakat kita yang konvensional sudah terlanjur menggantungkan harapan masa depan pendidikan anaknya pada sekolah.

Akibat perhatian dan harapan yang demikian besarnya terhadap sistem persekolahan, sampai-sampai menimbulkan semacam dogma bahwa pendidikan sama dengan sekolah, yang disebut pendidikan adalah hanya sekolah. Jadi kalo tidak bersekokah berarti tidak berpendidikan. 

Karena itu langkah yang paling bijaksana adalah mengambil jalan keduanya, ialah anak tetap harus bersekolah, tapi pada kepentingan yang sekolah dianggap kurang mampu menyediakan maka anak diikutkan kursus atau mengaji.***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun