Mohon tunggu...
Rullysyah
Rullysyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Belajar dan Berbagi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Berwacana Akan Bekukan KPK, Apa yang Dicari PDIP Sebenarnya?

10 September 2017   13:14 Diperbarui: 11 September 2017   15:00 3784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto : Detiknews 9 sept 2017

Beberapa tahun terakhir saya jarang sekali menulis opini politik baik di Kompasiana maupun di media lainnya. Tulisan-tulisan saya terakhir  di Kompasiana ( 2 tahun yang lalu) kebetulan memang membahas tentang PDIP dan KPK.   Dan kali ini selang 2 tahun kemudian saya menemukan kembali masalah yang sama.

Dalam tulisan 2 tahun yang lalu saya menuliskan kurang lebih sebagai berikut :

Pada tanggal 6 Oktober 2015 Ketua Fraksi PDIP di DPR Hendrawan Supratikno tiba-tiba mengejutkan public dengan pernyataannya bahwa  UU No.30 tahun 2012 yaitu UU KPK akan segera direvisi.  Hendrawan menyebut 45 orang anggota DPR  yang ada di Badan Legislatif DPR sudah menjadi Inisiatornya.  Mereka berasal dari 15 anggota DPR PDIP, 11 dari Nasdem, 9 dari Golkar, 5 Hanura, 3 PKB dan 2 PPP.

Pernyataan Hendrawan ini di-amin-i oleh Elit PDIP lainnya seperti Marsinton Pasaribu dan Bambang Wuryanto. Bahkan Marsinton yakin semua Fraksi di DPR pasti setuju.  Begitu juga dengan Bambang Wuryanto yang yakin bahwa Revisi UU KPK ini memperkuat KPK.

Publikpun langsung tersentak dengan pernyataan-pernyataan 3 elit PDIP ini.  Apalagi sudah beredar Draft Revisi UU KPK yang berisi poin-poin krusial seperti  akan dihilangkannya Pasal Penyadapan, Pasal Penuntutan, Pelimpahan Kasus Korupsi dibawah Rp.50 Milyar ke Polri, dan merencanakan Umur KPK hanya 12 tahun ke depan.

Pernyataan Hendrawan Supratikno tersebut langsung memicu protes keras masyarakat.  Mereka resah, beberapa kalangan langsung menggelar Demo membela KPK, muncul Petisi Penolakan Revisi UU KPK  yang ditanda-tangani  24 ribu Netizen dan gerakan protes lainnya.

Dikarenakan Draft Revisi UU KPK sangat jelas ingin mengkerdilkan KPK maka berbagai pihak baik pulbik maupun media langsung mencari tahu darimana sebenarnya asal Draft  Revisi UU KPK tersebut.  Yang mengejutkan  ternyata Draft Revisi memiliki  Kop Kepresidenan  yang itu  berarti  asal lembaran kertas itu dari instansi Pemerintah/ KePresidenan. Jelas ini bertentangan dengan pernyataan Hendrawan Supratikno yang mengatakan  DPR sebagai Inisiator Revisi UU KPK.

Akhirnya  Hendrawan Supratikno meralat pernyataannya dan menyebut Draft Revisi berasal dari Pemerintah.  Sayangnya kemudian pernyataan ini  bertolak belakang  dengan  jawaban  Menkumham Yasona Laoly  dan jawaban Sekretaris Kabinet Pramono Anung ketika mereka ditanya awak media.

Yasona mengatakan tidak tahu menahu ada rencana Revisi UU KPK sementara Pihak Istana ketika ditanya apakah ada usulan Pemerintah untuk Revisi UU KPK, maka jawaban Pramono Anung kurang lebih, Silahkan DPR membuat usulan Revisi UU tersebut barulah Pemerintah akan mempertimbangkan menerima atau menolak usulan tersebut.

Pernyataan dari Pemerintah itu akhirnya membuat public mengambil kesimpulan bahwa mungkin yang ingin merevisi UU KPK sebenarnya hanyalah PDIP dan kawan-kawan. Apalagi kemudian Fraksi PKS, Gerindra, Demokrat dan lainnya sudah menyatakan tegas akan menolak bila ada Revisi UU KPK.  Hari berikutnya muncul  pernyataan  anggota DPR Nasdem yang mengatakan belum membaca isi Draft, sementara dari PKB dan PPP mengatakan akan mencabut tanda-tangannya pada usulan Revisi UU KPK tersebut.

Dengan kronologis seperti disebut diatas maka publikpun akhirnya menyoroti  PDIP yang terkesan bernafsu ingin merevisi UU KPK.  Apalagi 2 bulan sebelumnya yaitu tanggal 18 Agustus 2015 pada acara Seminar  Nasional Kebangsaan untuk Konstitusi  Ketua Umum PDIP Megawati sempat membuat pernyataan bahwa sebaiknya lembaga-lembaga Ad Hoc seperti KPK bila sudah lewat 1 dekade lebih baik dibubarkan  karena akan membebani  keuangan negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun