Mohon tunggu...
Rufidz Maulina
Rufidz Maulina Mohon Tunggu... -

pelajar yang menjadikan tulisan sebagai pencerahan ^_^

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Boarding School, tombak kesuksesan pendidikan berkarakter

22 Desember 2011   22:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:52 1878
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Boarding school, tombak kesuksesan pendidikan berkarakter

Fenomena gunung es kembali terjadi di Indonesia. Setelah bangsa Indonesia gempar dengan munculnya fakta yang mengklaim bahwa generasi muda mengalami degradasi moral lewat narkoba dan kasus aborsi yang semakin banyak pertahun, kini serentak hati bangsa prihatiin atas kasus yang menimpa dunia pendidikan. Ujian Nasional yang menjadi alat ukur penentu kelulusan peserta didik, ternyata mengandung sebuah kecurangan yang dapat melahirkan parakoruptor-koruptor ulung di masa depannya. Bagaimna tidak, ujian nasional yang seharusnya dilaksanakan dengan asas kejujuran sebagaimana halnya ujian sekolah biasa justru penuh dengan kecurangan untuk memperebutkan kursi kelulusan. Oknum-oknum yang terlibat tidak hanya peserta didik sebagai objek kasual, akan tetapi merambat juga pada pihak sekolah hingga dinas pendidikan selaku penyelenggara. Hal ini menjadi perhatian yang serius mengingat kembali bahwa generasi muda adalah satu-satunya generasi penerus bangsa.

Merujuk pada UU no 20 tahun 2003 tentang pendidikan, pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka dari itu beberapa tahun lalu, pendidikan berbasis karakter digalakkan oleh pemerintah dalam rangka membentuk generasi penerus yang dapat diandalkan. Nilai-nilai karakter seperti sikap, perilaku, motivasi, keterampilan mulai ditanamkan pada setiap pembelajaran. Bentuk pembelajaran dari guru yang semula mengedepankan aspek kognitif lambat laun menangguhkan pula aspek-aspek karakter. Perubahan yang cukup besar ini pada mulanya mendapat sambutan yang baik dari pakar pendidikan karena pendidikan tidak akan membuahkan hasil tanpa karakter. Akan tetapi dalam praktiknya pedidikan karakter yang digalakkan terbentur oleh perkembangan teknologi yang menjadi masalah utama. ditambah lagi pembentukkan karakter yang digembor-gemborkan kurang memengaruhi karakter anak bangsa tanpa adanya praktik nyata, tak hanya berbagai konsep dan teori yang dapat dipelajari namun nilai-nilai seperti keagamaan, kedisplinan, rasa hormat, keberanian harus benar-benar diterapkan dalam aksi nyata.

Perkembangan teknologi yang berdampak pada seluruh aspek kehidupan juga mempunyai andil besar dalam masalh serius ini. Sebut saja internet lewat jejaring sosialnya, jejaring social seperti Facebook, Twitter, dll menjadikan remaja sebagai korban utama. Remaja dnegan kelabilannya dan emosinya yang belum terkendali menjadi mangsa empuk masalah pergaulan. Budaya kebaratan yang menjunjung tinggi liberalisme beradaptasi dengan budaya Indonesia yang berideologi kesopanan. Sontak saja, perilaku kebarat-baratan seperti pergaulan bebas mulai menjamur lewat agen sejuta ummat, internet. Penculikan gadis di bawah umur akibat perkenalannya dengan teman barunya di facebook sudah tidak menjadi berita asing lagi. Pun pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan menjadi tanpa batas, tak terkendali, seolah-olah tak bisa ditanggulangi kembali. Mengambil contoh pada masalah aborsi, diberitakan 30% Pelaku aborsi adalah remaja dari 2,3 juta tiap tahunnya. Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) pada remaja terjadi peningkatan berkisar 150.000 hingga 200.000 kasus setiap tahunnya (Antara News). Hal ini menjadi keprihaitnan yang besar ditambah lagi dengan moral para pejabat yang ikut turun, mau jadi apa lagi bangsa ini nantinya.

Kendati demikian, masih ada harapan untk menaikkan citra bangsa yang telah terjun payung ini. Dalam bukunya tentang Kecerdasan Ganda (Multiple Intelligences), Daniel Goleman menjelaskan bahwa kecerdasan emosional dan sosial dalam kehidupan diperlukan 80%, sementara kecerdasan intelektual hanyalah 20% saja. Nah, yang kita perlukan saat ini adalah kerja nyata dari program pendidikan berkarakter. sedangakan karakter yang paling mulia adalah dengan cara mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja. Namun hanya beberapa sekolah negri yang dengan kedisiplinan tinggi menuntut peserta didiknya untuk benar-benar mengamalkan ajaran agamanya, selebihnya adalah pondok pesantren atau sekolah berasrama. Sekolah berasrama khususnya sekolah islam mungkin dapat menjadi solusi pemecahan masalah besar ini. Ditinjau dari segi pembentukan karakter anak didik yang diusung ternyata mampu melangsungkan aksi-aksi nyata , aspek-aspek seperti kemandirian, tanggung jawab, kedisiplinan dll yang dalam dunia pendidikan menjadi pilar pembentukan karakter telah diusung oleh sebagian sekolah berasrama (boarding school) jauh sebelum pendidikan karakter digalakkan oleh pemerintah.

Boarding schoolternyata mampu menjaga generasi muda dari rezim liberalism negative yang sekarang ini telah beradaptasi dengan adat Indonesia yang menonjolkan sisi sopan santun. Boarding School yang menerapkan system kedisiplinan, kemandirian, tanggung jawab ternyata punya andil besar dalam pembentukan karakter terbukti dengan lulusannya yang mempunyai karakter yang lebih unggul dalam segi agama daripada sekolah negri. Hal ini dikhususkan pada sekolah Islam dimana pembentukan pribadi islami sangat ditekankan. penerapan hokum Islam secara disiplin dan aktivitas kehidupan yang bersumber dari Al-Qur’an mempunyai nili plus tersendiri yang tidak dimiliki oleh sekolah negri pada umumnya. Aktivitas keagamaan seperti sholat sunnah, hafalan Al-Quran, Qiroatul Qur’an, dll ternyata memengaruhi kepribadian siswa-siswi. Terbukti bahwa para peserta didika yang benar-benar mengamalkan penerapan Al-Quran memunyai pribadi , kecerdasan emosi, dan kecerdasan intelektual yag lebih unggul daripada yang hanya setengahhati menjalankan.

Tujuan utama dari pendirian boarding school rata-rata adalah untuk membina siswa agar lebih mandiri. Sambil menyelam minum air, tidak hanya kemandirian, namun kategori-kategori untuk hidup lepas dari pengawasan orang tua tentang menjaga kebersihan, ketaatan terhadap peraturan, kejujuran, hubungan baik dengan orang lain, juga ditanamkan pula. Salah satu contohnya adalah SMA MTA yang berkawasan di Semanggi, Solo, telah mengutamakan ketaatan pada peraturan dan kejujuran dalam setiap test. setiap siswanya yang melanggat mendapat peringatan keras dan bila mengulangi lagi maka pemanggilan orang tua dantak tanggung-tanggung hingga pengeluaran murid bagi murid yang telah melanggar peraturan sekolah, hokum, ataupun agama.

Dalam system Islamic Boarding School, masalah-masalah besar seperti pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan dapat diminimalisir. Salah satunya adalah pemisahan asrama dan kelas antara putra dan putrid yang. Hal ini tidak hanya bermanfaat dalam menjaga batasan pergaulan namun juga member kenyamanan bagi para remaja yang tengah labil emosinya. Tidak hanya itu, organisasi asrama maupun sekolah ternyata juga mendukung pembentukan karakter unggul para murid. Siswa yang terbiasa mengikuti organisasi baik di sekolah atau asrama menjadi lebih mandiri, bertanggung jawab, sopan, mempunyai rasa hormat, peduli terhadap teman ang keseluruhannya telah menerapkan semua pilar-pilar pendidikan berbasis karakter ini. Sehingga tidak mengherankan bila para lulusan boarding school yang dahulunya menjadi siswa yang aktif dalam organisasidan prestasi akan sukses di masa depannya, baik itu secara pribadi dan bermanfaat di masyarakat. Bila system macam boarding school yang menuntut siswanya untuk disiplin in iditerapkan oleh semua sekolah seantero negri, bukankah akan semakin banyak melahirkan generasi-generasi yang hebat dan mampu bersaing dengan peradaban yang semakin maju? Ditambah lagi tak hanya berpribadi unggul namun juga prestasi yang gemilang. Hal ini sangat membanggakan dan dapat menjadi cahaya terang yang mampu mengangkat nama pendidikan Indonesia dari keterpurukan moral sehingga melahirkan pemimpin-pemimpin yang benar-benar terpilih untuk memimpin tidak hanya mengumbar janji dan meninggalkannya dengan bekas korupsi.

Mahatma Gandhi memperingatkan tentang salah satu tujuh dosa fatal, yaitu “education without character”(pendidikan tanpa karakter). Untuk itu, pembinaan karakter macam boarding school ini perlu diperhatikan oleh berbagai pihak karena presentasenya yang menghadirkan lulusan berkarakter unggul lebih banyak agar tidak terulang kembali dosa fatal yang nantinya akan membiarkan laju berkembangnya manusia tak bermoral mengerogoti kepribadian negri. Oleh sebab itu, kehadiran boarding school hendaknya tidak dipandang sebelah mata, karena lewat boarding school-lah, aksi-aksi nyata pendidikan berkarakter dapat menjadi tombak kesuksesan yang sejalan dengan kata dan perbuatan,menciptakan generasi yang mampu menciptakan keberhasilan bangsa. Pertanyaan besar bagi kita, sanggupkah kita menciptakan keberhasilan itu?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun