Mohon tunggu...
Rudy Wiryadi
Rudy Wiryadi Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

pelangidipagihari.blogspot.com seindahcahayarembulan.blogspot.com sinarigelap.blogspot.com eaglebirds.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Indonesia Sanggup Menjadi Bangsa Ilmiah dengan Mudah

13 September 2017   09:29 Diperbarui: 13 September 2017   10:00 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: tempo.co

Sikap ilmiah adalah pencapaian yang jauh lebih luhur dari sekedar pencapaian teknologi. Indonesia sanggup menjadi bangsa ilmiah dengan mudah karena pada awalnya cukup mengerjakan soal-soal yang sederhana.

Yang disebut bangsa ilmiah itu tidak selalu berarti bangsa modern. Namun, modernisasi yang membuahkan kerusakan sama sekali jauh dari watak ilmiah karena ilmiah itu menyangkut seluruh pencapaian. Ia menyangkut tidak cuma kecerdasan, tetapi juga kebijaksanaan. Pintar tanpa menjadi bijaksana hanya akan menghasilkan ilmiah berteknologi, tetapi tidak ilmiah moral. Menjadi sangat teknologi, tetapi sangat tidak bermoral, membuat teknologi cuma akan menjadi bahaya. Sesuatu yang dihasilkan, tetapi hanya untuk mendatangkan bahaya, pasti lebih baik tidak dihasilkan. Jadi, puncak sikap ilmiah itu sesungguhnya adalah kemenangan ilmu dan moral.

Modernitas ekonomi, misalnya, jika hasilnya cuma untuk membobol bank, melegalisasi korupsi, dan mengesahkan penyelewengan akan mengakibatkan kerusakan yang jauh lebih mencekam ketimbang kebodohan zaman prailmiah.

Kejahatan hasil gabungan seluruh pencopet di dunia jauh lebih ringan dibanding dengan kejahatan seorang hacker tukang bobol akun korporasi lintas negara.

Jadi, sikap ilmiah adalah pencapaian yang jauh lebih luhur dari sekedar pencapaian teknologi. Oleh karena itu, pada hari-hari ini, hati terdorong menerjemahkan sikap ilmiah ke dalam soal apa saja, tak peduli remeh dan sederhana, sepanjang ia prokeluhuran.

Sopir truk yang mengganjal rodanya dengan batu lalu meninggalkannya begitu saja, jelas jauh dari sikap ilmiah. Namun, seseorang yang tergerak menyingkirkannya adalah manusia ilmiah karena di balik tindakan penyingkiran itu, ada rentetan imajinasi yang tidak sederhana.

Semula, barangkali ia hanya membayangkan kejengkelannya kepada sopir truk yang ceroboh dan tega. Bayangan itu lalu meningkat lagi ke rasa ngeri seandainya sebuah sepeda motor harus tergelincir karenanya. Akan makin ngeri jika sepeda motor ini akan terlontar ke sebuah mobil, mobilnya kaget dan banting setir, lalu harus bertabrakan dengan mobil di depannya, lalu yang di depan akan ditabrak di belakang, lalu yang di belakang, akan ditabrak lagi oleh mobil di belakangnya. Terus apa jadinya jika di dalam tabrakan beruntun itu terdapat sanak saudara, teman dekat, atau setidaknya tetangga?

Jadi, dari sebuah keputusan kecil - sekedar menyingkirkan batu bekas ganjal roda truk - tersedia rangkaian imajinasi ilmiah yang panjang. Namun, imajinasi yang bermuara pada peristiwa moral itulah puncak dari rasa ilmiah. Dari mana imajinasi itu berasal? Dari kepercayaan seseorang pada tatanan dan keteraturan karena kenyataan ilmiah memang dijaga hanya untuk memelihara keteraturan. Hukum fisika dan kimia diselenggarakan cuma agar jika cairan ini dicampur dengan itu akan menjadi ini yang baru. Karena grativasi planet dibuat tertentu, peredaran planet memiliki gerak tertentu. Karena disini memilih bersikap tertentu, itulah kenapa yang disana jadi bisa bersikap tertentu. Jika harga tidak dipatok tertentu, dunia perniagaan tidak lagi bisa berlaku. Agar seluruh soal menjadi terukur dan tertentu, itulah muara budaya ilmiah. Maka, seluruh soal yang mengganggu keteraturan, yang mengaburkan keterukuran, adalah musuh dari sikap ilmiah.

Indonesia sanggup menjadi bangsa ilmiah dengan mudah karena pada awalnya cukup mengerjakan soal-soal yang sederhana. Jangan membuang sampah ke sungai atau got di depan rumah. Jangan jajan tidak bayar dan jangan mengemplang kalau berutang. Jangan pula sembrono menggarap tanah karena ternyata tanah juga bisa lelah. Adalah aneh ketika makin modern dunia pertanian, malah makin keliru mengolah tanah.

Jadi, bagaimana mungkin makin maju pengetahuan tapi malah makin mundur secara kelakuan? Ini jelas pertentangan dengan semangat ilmiah. Menjadi pintar, malah menjadi sial, pasti tidak ilmiah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun