Mohon tunggu...
Rosse Hutapea
Rosse Hutapea Mohon Tunggu... Penulis - Praktisi PR

PR Practitioner

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

"Ketika Aku", Sebuah Refleksi Keadaan Sosial Masyarakat Indonesia Saat Ini

23 Februari 2017   11:44 Diperbarui: 23 Februari 2017   11:58 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Daniel, perupa SERUNI, dengan lukisannya berjudul 'KasihNya untuk semua'| Dokumentasi pribadi

‘Ketika Aku’ merupakan tema dari karya seni lukis dari komunitas SERUNI (SeniRupa Kristen Indonesia) untuk menggambarkan carut marut keadaan sosial politik masyarakat Indonesia saat ini, yang justru hadir karena adanya permainan isu agama dalam kontestasi legitimasi kekuasaan.  Keadaan dimana banyak pihak di dunia ini mengejar keberuntungan material, dan mengabaikan orang-orang yang menjadi korban ketamakan mereka. Melalui karyanya, SERUNI ingin menyampaikan bahwa sesungguhnya ukuran kerohanian seseorang diukur melalui kepekaan mereka dalam meresponi penderitaan atas ketidakberuntungan mereka dalam kehidupan. Selain itu melalui karya lukis ingin kembali menyadarkan bahwa pusat dari segalanya adalah Yesus, bahkan dalam Matius 25:35 Yesus sendiri merepresentasikan dirinya sebagai sesama kita yang tidak beruntung.

Ada 17 karya seni lukis yang bertemakan "Ketika Aku" dipamerkan pada galeri School of Design UPH pada tanggal 6-11Februari 2017. Salah satu karya yang ditampilkan milik Setioko Hadi berjudul ‘Anak Emas’ menggambarkan situasi kondisi masyarakat Papua di tengah  tambang emas Freeport. Lukisannya bergambarkan 12 wajah anak Papua bersama koin-koin mata uang beragam negara, beserta seorang ibu yang masih menggunakan pakaian tradisional papua sambil menggendong anak, dengan latar belakang tambang Freeport yang dilukis terbalik. Latar belakang Freeport terbalik ini menggambarkan adanya ketidakwajaran dari kondisi di sana. Kemudian 12 wajah anak Papua yang berada di antara koin mata uang beragam negara menggambarkan adanya pertarungan antara kepentingan lokal masyarakat Papua dengan kepentingan Industri dan kepentingan uang. 

Kemudian gambar seorang ibu yang menggendong anak sebagai simbol kasih sayang ditampilkan lebih menonjol di lukisan itu  untuk menggambarkan adanya perjuangan dari masyarakat lokal Papua di garda depan. Setioko juga menambahkan dari sisi rohani, lukisan ini disimbolkan dengan 12 wajah anak Papua, angka 12 disini mengacu pada jumlah murid Yesus, dan gambar seorang ibu menggendong anak sebagai simbol Maria Ibu Yesus. Untuk judul ‘Anak Emas’ memiliki dua pengertian disini, pertama anak-anak yang hidup di lingkungan pertambangan emas, dan kedua mengingatkan bahwa semua manusia, termasuk anak-anak ini, adalah anak emas dari Allah sendiri.

Tidak hanya menjelaskan arti dari lukisannya, Setioko juga memberikan pandangan bahwa kondisi apapun di dunia termasuk keadaan sosial politik saat ini yang dihadapi Indonesia menjadi sumber inspirasi para seniman untuk mengeskpresikannya melalui karya seni.

“Melalui karya seni yang kami buat ini, kami ingin penyampaikan suatu pesan. Tentunya sebagai seniman kami merasa puas ketika karya seni kami dapat dimengerti oleh penikmat. Kemudian ketika karya seni ini dimengerti, kami berharap lukisan ini mampu mengubah cara pandang orang yang melihat, mampu memberi masukkan dan pencerahan bagi orang sekitar, dan meningkatkan kepekaan seseorang untuk menyadari keadaan sekitar,” ungkap Setioko ketika ditanyakan harapan dari karyanya tersebut.

Di bagian lain, ada lukisan yang juga menarik perhatian. Pembuatnya, Daniel,  memberi judul ‘KasihNya untuk Semua’. Menurut Daniel lukisan tersebut bermaksud menggambarkan pluralisme Indonesia melalui simbol-simbol budaya seperti baju daerah yang dikenakan orang-orang yang sedang berpegangan tangan dan berkumpul, kemudian juga adanya rumah-rumah adat, yang digambarkan untuk  semakin menekankan keragaman Indonesia.

“Pesan yang ingin disampaikan sederhana saja, yaitu mengenai pluralism atau keragaman Indonesia yang kini mulai memudar. Kekayaan budaya Indonesia mulai hilang tergantikan kepentingan-kepentingan yang bahkan mengatasnamakan kepentingan agama,” jelas Daniel.

Dengan lukisannya Daniel ingin mengingatkan kembali bahwa Indonesia memang terdiri dari beragam suku dan budaya, dan Yesus menjadi fokus dan sumber kasih untuk menyatukan semua orang, semua suku, dan kalangan, tanpa membeda-bedakan. Perbedaan itu indah dan seharusnya menjadi kekuatan bangsa Indonesia.

Melalui 17 karya seni yang dipamerkan ini SERUNI berharap dapat memberikan sumbangsih dalam menolong khalayak umum ataupun pengunjung untuk berdialog serta menikmati makna reflektif yang hampir tenggelam oleh kegaduhan dunia.

Salah satu dosen Seni Lukis di School of Design (SoD) UPH mengakui pentingnya sinergi antara dunia akademis dibidang seni, dengan para seniman. "melalaui sinergi ini masing-masing pihak dapat dapat terus berkembang dan saling belajar satu sama lain. Bagi para mahasiswa kami juga barharap agar mereka sadar seni itu tidak terbatas pada apa yang hanya dipikirkan, namun seni mampu merefleksikan banyak hal, termasuk keimanan mereka," papar Doni. 

Berangkat dari pandangan ini, School of Design UPH menggandeng komunitas SERUNI untuk menghadirkan karya-karya seninya secara rutin di galeri Kampus UPH Karawaci. Pameran yang berlangsung kali ini merupakan agenda rutin SoD yang diadakan setiap semester sejak 2013, dan tahun ini sudah memasuki pameran kedelapan. (rh)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun