Mohon tunggu...
Surobledhek
Surobledhek Mohon Tunggu... Guru - Cukup ini saja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Memberi tak harap kembali

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kemauan dan Kecerdasan Peserta Didik di Tangan Guru, Bagaimana Mengolahnya?

26 Februari 2020   21:52 Diperbarui: 26 Februari 2020   21:59 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilistrasi: Pixabay.com

Seorang guru diminta untuk belajar menulis, mungkinkah? Kan biasa yang belajar menulis itu anak TK. Ketika SD mereka sudah bisa menulis. Lalu kalau guru yang diminta menulis, kira-kira tulisan seperti apa?

Kenaikan pangkat bagi guru PNS mensyaratkan adanya publikasi ilmiah. Permenpan dan RB No. 16 tahun 2028 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Semula kewajiban publikasi ilmiah hanya dikenakan kepada guru yang akan naik pangkat  dari Golongan IV.a ke atas. Namun berdasarkan Permenpan dan RB ini, kegiatan publikasi ilmiah guru harus dilakukan oleh guru yang akan naik ke golongan III.c.

Kondisi ini memaksa guru untuk belajar menulis. Bagaimana respon guru?

Saya pernah beberapa kali melakukan bimbingan penulisan artikel ilmiah pada komunitas guru. Responnya sungguh di luar dugaan saya. Jawabannya serempak, "Pak, Saya tidak bisa." Sepertinya bukan karena tidak bisa masalah utamanya. Berada di zona nyaman, inilah mungkin salah satu sebabnya.

Bahkan ada yang berucap, "Daripada diminta menuliskan publikasi ilmiah berupa artikel, lebih baik sampai gol III b saja hingga pansiun tak mengapa." Meskipun tidak semua, namun ternyata kendala terbesar guru adalah dalam penulisan karya ilmiah yang dipublikasikan. Padahal belajar menulis karya ilmiah berupa artikel ilmiah adalah pranata dasar untuk menuliskan sebuah penelitian tindakan kelas.

Soalnya ketika naik pangkat dari III c ke III d, harus ada karya ilmiah berupa laporan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Jika tidak dimulai dengan belajar membuat artikel bagaimana bisa sekonyong-konyong mampu membuat laporan PTK yang bersifat lebih kompleks tersebut.

Ujung-ujungnya, mau tidak mau, jujur atau tidak jujur, segala upaya dilakukan. Sebagian ada yang membuat PTK dengan diupahkan. meminta orang lain untuk mengerjakan mengatasnamakan yang bersangkutan. Atau jalan pintas yang lain dengan cara copy paste hasil PTK guru yang lain.

Tak mengherankan akhirnya disiasati oleh tim penilai angka kredit dengan meminta lampiran lengkap berupa data pelaksanaan dan sebagainya hanya sekedar memastikan bahwa PTK memang dilakukan oleh guru yang bersangkutan.

Pada kesenpatan ini saya tidak akan membahas panjang lebar tentang bagaimana kendala dan kesulitan guru dalam membuat publikasi ilmiah dalam bentuk karya tulis ilmiah dan PTK dengan segudang permasalah yang menyertainya.

Yang terpikir adalah mengapa sebagian guru masih belum mampu menulis sendiiri. Padahal sejak SMP mereka dahulu sudah diajari guru bahasa Indonesia mengarang, membuat portofolio, dan sebagainya.

Ketika SMA juga diajari membuat proposal kegiatan, sampai dengan ada sebagian guru yang meminta peserta didiknya membuat cerita dalam berbagai bentuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun