Mohon tunggu...
Hironimus Galut
Hironimus Galut Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Penikmat Kata. Merusak yang terbaik adalah hal yang paling buruk.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Taipan dan Potret Buram Parpol

27 Maret 2020   08:36 Diperbarui: 27 Maret 2020   08:35 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
harianrakyatbengkulu.com


Global Wealt Report 2018 yang dirilis Credit Suisse menyajikan sebuah data tentang kekayaan taipan di Indonesia. Data tersebut menyebutkan 1% orang terkaya menguasai 46,6 total kekayaan penduduk. Data yang tidak jauh beda juga disajikan Majalah Forbes, bahwa satu persen orang kaya (taipan) Indonesia menguasai 50% kakayaan negeri.

Berdasarkan data-data tersebut dapat diketahui bahwa 10% orang terkaya Indonesia mampu kuasai 75,3% sampai 77% kekayaan negeri. Sisanya diperebutkan oleh penduduk negeri dengan peluang yang berbeda-beda. Dari data tersebut lahirlah beragam diskursus terutama menyangkut cara atau koneksi yang dibangun oleh taipan untuk merampok aset negara yang tidak sedikit itu. Sungguh sulit dibayangkan apabila kekayaan taipan diperoleh tanpa koneksi dengan otoritas tertentu dalam ruang politik.

Hemat saya, lahan subur yang santer dipakai oleh taipan untuk memuluskan nafsu akan aset tersebut adalah partai politik. Dengan menguasai parpol, para taipan dengan leluasa menuntut kebijakan yang selalu mengutungkan pihaknya. Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa Tony Rosyid juga menegaskan hal yang sama, bahwa kakayaan taipan di Indonesia didapat melalui koneksitas dengan organisasi-organisasi resmi negara.

Dampak dari itu, parpol sulit memosisikan diri secara netral dan selalu bertendensi melanggengkan taipan dengan aset negara yang diinginkan. Kepentingan masyarakat umum kemudian ditempatkan pada urutan terakhir setelah taipan kenyang dengan kakayaan yang diperoleh. Hal ini akan terus marak terjadi tatkala masyarakat kehilangan rasionalitas dan daya kritisnya saat menentukan dukungan kepada partai politik tertentu.

Jika ditinjau secara demokratis, potret parpol seharusnya berjarak dengan taipan yang cendrung eksploitatif. Kehadiran parpol sesungguhnya adalah untuk mendekatkan masyarakat kepada kesejahteraan. Namun, itu barang mustahil di tengah kurangnya finasial parpol itu sendiri. Sebab taipan selalu mengsuplai dana yang sangat besar untuk kehidupan parpol. Dengan uang yang disuplai secara besar-besaran itu taipan secara perlahan berkuasa atas parpol, bahkan dalam merancang kebijakan yang tentu akan selalu mengorbankan kepentingan masyarakat umum.

Akibat lebih lanjut, parpol menjadi robot yang berdiri di lahan kekuasaan resmi negara, akibat pentrasi taipan. Yang diperjuangkan parpol akhirnya adalah kesejahteraan taipan. Selain itu, faktor penyebab lain yang ikut memamerkan relasi yang tidak wajar ini adalah munculnya anggota yang tidak berbobot atau berkualitas rendah dalam tubuh parpol. Hal ini bisa terjadi karena masih ada kelemahan dalam sistem rekrutmen dan kaderisasi anggota tubuh partai politik itu sendiri. Pola rekrutmen yang lemah pasti jelas akan melahirkan angota-anggota partai politik yang tidak kompeten dan cendrung tidak adil. Hal ini kemudian memudahkan taipan masuk dalam rumah parpol.

Pada titik ini jelas bahwa partai politik belum bisa diandalkan sebagai ranah untuk mendewasakan demokrasi yang menjadi kerinduan besar masyarakat Indonesia pasca lepas dari cengkraman Orde Baru yang berkarakter otoriter. Di tengah kegagalan itu, sebagian pengamat politik lalu menilai bahwa Indonesia telah kebablasan dalam berdemokrasi. Problematika parpol selalu mucul serentak menimbulkan kotroversial yang tak kunjung berakhir. Hal lain yang dapat dididuga sebagai penyebab dari munculnya berbagai problematika parpol tersebut adalah lemahnya ideologi. Kinerja buruk parpol bisa saja disebabkan oleh akarnya yang tidak kokoh itu.  

Apabila problematika itu selalu terjadi dan parpol terus disetir oleh taipan, maka bonnum commune selalu merupakan mimpi yang sulit menjadi kenyataan. Dengan demikian rasa hambarlah yang terus setia memajangi kinerja politik. Padahal parpol adalah salah satu pilar demokrasi yang harus memberi kontribusi posistif-konstruktif bagi terwujudnya cita-cita bersama.

Undang-undang Nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik, menegaskan partai politik sebagai organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Atas dasar itu, saya memproposalkan beberapa strategi berdaya transformatif agar parpol dapat menempatkan diri secara tepat di tengah gejolak kakayaan taipan.

Pertama, penguatan manajemen keuangan parpol.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun