Mohon tunggu...
Ronald Wan
Ronald Wan Mohon Tunggu... Freelancer - Pemerhati Ekonomi dan Teknologi

Love to Read | Try to Write | Twitter: @ronaldwan88

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Siapakah Korban Perang Dagang AS Vs China?

8 Maret 2019   05:30 Diperbarui: 8 Maret 2019   05:31 822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (WSJ.com)

Tidak terasa perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China sudah hampir berlangsung selama satu tahun. Pertanyaannya, siapakah korban perang dagang AS vs China?

Baca : USD 470 miliar akan hilang akibat perang dagang

China

Suka atau tidak suka banyak orang yang mengakui termasuk saya, bahwa China masih berfungsi menjadi pabrik dunia. Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, sangat mudah bagi pabrik di China untuk mencapai skala ekonomi.

Belum lagi pasokan tenaga kerja yang besar dan didukung dengan sistem pendidikan yang semakin baik. Sehingga mudah bagi pabrik untuk mendapatkan tenaga kerja terampil dengan gaji yang lebih murah dibandingkan negara maju seperti Amerika Serikat (AS).

Tarif AS yang dikenakan kepada semua impor barang eks China membuat ekonomi mengalami perlambatan. Pemerintah China menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2019 menjadi 6 persen dari 6,5 persen sebelumnya.

Amerika Serikat

Donald Trump sebagai inisiator pernah berkata bahwa sangat mudah untuk memenangkan perang dagang. Apakah begitu? Yang jelas AS sampai saat ini tidak bisa mengklaim telah menang dalam perang dagang.

Malah yang terjadi adalah perusahaan dan konsumen di AS membayar biaya tambahan sebesar USD 4,4 miliar per bulan atau sekitar 61,6 triliun rupiah per bulan, pada tahun 2018 akibat tarif perang dagang. Menurut ekonom Bank Sentral New York, Universitas Princeton, dan Universitas Columbia, dapat disimpulkan bahwa pihak atau negara yang dikenai tarif perang dagang tidak membayar satu sen pun biaya tambahan akibat tarif.

Para petani kedelai AS menjadi korban, akibat perang dagang mereka tidak bisa mengekspor hasil produksinya ke China. Padahal China adalah pasar ekspor kedelai terbesar bagi petani AS. Tentu bukan hanya petani kedelai yang menjadi korban, perusahaan AS lain yang mengandalkan pasar ekspor juga mengalami hal yang sama. Harley Davidson sampai mempertimbangkan untuk memindahkan fasilitas produksi ke luar AS untuk menghindari tarif masuk yang salah satunya diterapkan oleh Uni Eropa.

Tujuan dari perang dagang yang dimulai Donald Trump adalah menurunkan defisit neraca perdagangan. Apakah berhasil?

Mengutip BBC.com, defisit perdagangan AS memecahkan rekor 10 tahun. Defisit perdagangan AS terhadap seluruh negara di dunia mencapai USD 621 miliar tertinggi dalam 10 tahun. Ekspor AS masih meningkat sebanyak USD 148,9 miliar namun impor meningkat lebih tinggi yaitu sebesar USD 217,7 miliar.

Dunia

Perang dagang yang melibatkan dua ekonomi terbesar dunia, tidak bisa tidak akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dunia. Terlebih lagi Uni Eropa juga tidak terlepas dari serangan perang dagang AS. Jangan lupa China, India, dan Indonesia adalah negara G20 (20 negara dengan nilai ekonomi terbesar di dunia) yang memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun