Mohon tunggu...
Ronald Wan
Ronald Wan Mohon Tunggu... Freelancer - Pemerhati Ekonomi dan Teknologi

Love to Read | Try to Write | Twitter: @ronaldwan88

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Simalakama Harga Kebutuhan Pokok dan Bulog

21 Maret 2018   11:35 Diperbarui: 5 Mei 2018   09:04 862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan negara manapun juga pasti akan berusaha agar harga barang kebutuhan pokok tetap bisa terjangkau oleh rakyat. Tidak ada pemerintahan yang ingin harga barang kebutuhan pokok naik drastis. Untuk itulah inflasi dijaga agar tidak terlalu tinggi.

Baca "Belajar dari Venezuela"

Pemerintahan Jokowi-JK dalam beberapa tahun ini cukup berhasil menjaga inflasi yang cukup rendah. Berada pada kisaran sekitar 3,5%. Suatu hal yang tidak mudah mengingat sebelumnya inflasi seringkali berada di atas 5%

Menjaga harga barang kebutuhan pokok menjadi sebuah simalakama. Harga tinggi akan membuat semua orang teriak, tidak peduli tingkat ekonominya. Walaupun yang paling terkena ada rakyat yang miskin ataupun yang berada hanya sedikit di atas garis kemiskinan.

Jika harga barang kebutuhan pokok rendah maka yang akan teriak adalah para petani. Karena banyak barang kebutuhan pokok merupakan produk pertanian. Seperti beras, gula, cabai dan bawang.

Baca "Turunnya harga gula dan simalakama pemerintah"

Indonesia sebetulnya memiliki sebuah badan usaha yang bisa sangat berperan dalam pengendalian harga barang kebutuhan pokok hasil pertanian. Yaitu Badan Usaha Logistik (Bulog). Badan usaha yang sudah berubah menjadi perum ini didirikan sejak tahun 1967.

Sekarang ini peran utama Bulog adalah dalam menyimpan cadangan beras pemerintah. Serta juga berperan sebagai penyalur untuk beras sejahtera (rastra). Seharusnya peran ini bisa ditingkatkan dalam artian dikelola dengan lebih profesional.

Sering terdengar bahwa pada saat Bulog melakukan operasi pasar besar. Beras yang disalurkan oleh Bulog dikatakan tidak laku di pasar. Alasan yang dikemukakan pedagang adalah beras disimpan terlalu lama sehingga kualitasnya berkurang.

Hal yang tidak perlu terjadi, jika setiap waktu Bulog diberikan wewenang untuk menyalurkan berasnya. Sehingga First In First Out (FIFO) bisa berjalan dengan baik. Penyaluran ini dilakukan bukan hanya dalam bentuk operasi pasar tapi setiap bulan Bulog menyalurkan beras untuk dijual ke pasar dengan harga plus keuntungan wajar.

Tentu harus juga disesuaikan dengan penyerapan beras. Sehingga stok cadangan beras bisa terjaga. Saya sering mendengar bahwa dulu petani menyimpan gabah, bukan beras. Apakah dengan menyimpan gabah, kualitas bisa bertahan lebih lama? Hal ini bisa dicari tahu, sehingga jika benar seperti itu bisa saja Bulog menyimpan sebagian stok berasnya dalam bentuk gabah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun