Mohon tunggu...
Ronald Sianipar
Ronald Sianipar Mohon Tunggu... Lainnya - -

Alumni Ilmu Ekonomi FEUI lulus tahun 2009, saat ini bekerja sebagai PNS di Kementerian PUPR pada Direktorat Jenderal Bina Konstruksi dan sebelumnya pernah bekerja pada Kedeputian Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sebagai Analis Ekonomi Regional.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Indonesia dan Masyarakat Ekonomi ASEAN: Telaah Tenaga Kerja Bidang Konstruksi

7 Oktober 2014   16:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:04 2189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

31 Desember 2015 adalah awal penetapan dibukanya interaksi ekonomi bebas dan terintegrasi di kawasan Asia Tenggaramulai dari investasi, perdagangan barang atau komoditas, serta penggunaan tenaga kerjadengan ketentuan yang disepakati bersama oleh negara-negara anggota ASEAN yang lebih dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Tujuan ditetapkannya integrasi MEA ini adalah untuk meningkatkan daya saing kawasan di pasar dunia, mengurangi kemiskinan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat negara anggota ASEAN.Hal ini akan menciptakan suatu kondisi keseimbangan baru dalam perekonomian suatu negara secara luas yang tentunya akan mempengaruhi kondisi sosial, geografis dan kondisi lainnya secara berangsur-angsur.

Proses kesepakatan menuju MEA dimulai sejak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-2 tahun 1997 yang menyepakati ASEAN Vision 2020”, yang menyepakati penciptaan Kawasan Ekonomi ASEAN yang makmur, percepatan liberalisasi perdagangan, dan peningkatan pergerakan tenaga profesional. Penyusunan rencana aksi (Ha Noi Plan of Action) dari kesepakatan tersebut dimulai pada tahun 1998 di Hanoi-Vietnam dimana waktu kegiatan penyusunan tersebut dibatasi sampai dengan tahun 2004. Rencana aksi tersebut kemudian disahkan dalam bentuk roadmap pada tahun 2001 di Bandar Seri Begawan-Brunei Darussalam. Waktu pelaksanaan integrasi ekonomi yang rencananya dilakukan pada tahun 2020 akhirnya dipercepat dan disepakati menjadi tahun 2015 pada KTT ASEAN ke-12 setelah melalui diskusi tentang pentingnya penyelamatan ekonomi regional ASEAN secepatnya melaluiBali Concord II.

Cetak biru MEA ditetapkan di Kuala Lumpur-Malaysia pada tahun 2006 yang menyebutkan bahwa ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi internasional, ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing tinggi, ASEAN sebagai kawasan pengembangan ekonomi usaha kecil dan menengah, dan ASEAN sebagai kawasan terintegrasi dan terkoneksi secara global.

Tulisan ini akan membahas tentang kesiapan negara-negara anggota ASEAN dalam mengimplementasikan kesepakatan bersama MEA, yakni dari sisi produktivitas. Faktor utama yang mempengaruhi produktivitas antara lain adalah tenaga kerja, modal, dan teknologi/manajerial. Oleh karena itu penting kiranya untuk mengetahui peta kemampuan tenaga kerja antar negara anggota ASEAN agar para pemangku kebijakan dapat semakin peka dalam menghadapi MEA mengingat waktu pelaksanaannya sudah di depan mata.

Kesiapan tenaga kerja sangat diperlukan terutama pada bidang konstruksi karena tenaga kerja ini berkontribusi langsung terhadap pengembangan suatu wilayah. Apabila jumlahnya besar tentu dapat mempengaruhi kemajuan suatu negara.Tulisan akan ini melakukan tinjauan tenaga kerja di beberapa negara ASEAN antara lain Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Vietnam dengan meninjau aspek kemajuan ekonomi serta peningkatan tenaga kerja.

Data yang dirilis Bank Dunia pada tahun 2013 menunjukkan jumlah angkatan kerja diIndonesia pada tahun 2012 berjumlah sekitar 118 juta jiwa atau naik sebesar 1,7 % dari tahun sebelumnya, Malaysia sekitar 13 juta jiwa atau naik sebesar 2,6 %, Singapura sekitar 3 juta jiwa atau naik sebesar 4%, dan Vietnam sekitar 53 juta jiwa atau naik sebesar 1,8 %. Data ini memperlihatkan bahwa secara keseluruhan terjadi peningkatan jumlah angkatan kerja dalam mengelola sumber daya yang ada di wilayah ASEAN. Oleh karena itu mengingat pentingnya pengaruh tenaga kerja terhadap kemajuan perekonomian suatu negara, perlu diketahui aspek apa saja yang mempengaruhi interaksi tenaga kerja dilihat dari sisi peluang dan risiko yang mungkin terjadi nanti, yang mana dalam tulisan penulis akan lebih mempersempit aspek tersebut pada kegiatan konstruksi di beberapa negara anggota ASEAN.

Kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) Bidang Konstruksi di Indonesia

Indonesia merupakan salah satu pemrakarsa terciptanya integrasi Masyarakat Ekonomi ASEAN. Beberapa persiapan telah dilakukan Pemerintah untuk mengimbangi interaksi ekonomi sepuluh negara ASEAN dalam bidang ekonomi, salah satunya adalah penyiapan sumber daya manusia (SDM) yang handal. Salah satu keunggulan SDM yang dimiliki Indonesia adalah kuantitas tenaga kerja produktif (usia 15-55 Tahun) yang besar. Namun, bagaimana dengan kualitas/keterampilannya?

Pemerintah Indonesia menyikapi tantangan ini dengan beberapa kebijakan andalan dalam peningkatan kualitas SDM. Pertama adalah pengembangan SDM melalui Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025[1]. Masterplan ini merupakan salah satu dokumen percepatan pembangunan ekonomi indonesia yang mempercepat pembangunan suatu wilayah dengan membangun konektivitas antara infrastruktur, pengembangan kebijakan, dan SDM-IPTEK serta mengintegrasikannya dalam satu kawasan perhatian investasi dengan suatu sentra kegiatan ekonomi utamasebagai fokus pengembangannya sehingga dapat menjadi pembangkit ekonomi wilayah disekitarnya.Hal ini akan memberi dampak yang luar biasa pada peningkatan pendapatan perkapita di wilayah itu. Program nasional ini disesuaikan dengan Rencana Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dengan menargetkan pendapatan per kapita sebesar 13 juta-15 juta rupiah pada tahun 2025. Pada perkembangannya hingga februari 2014, telah terdapat 279 triliun rupiah investasi dalam bidang infrastruktur yang akan direalisasikan dalam bentuk pembangunan jalan, bandara, pelabuhan, energi, telekomunikasi dan irigasi.

Dalam dokumen tersebut tercatat setidaknya dibutuhkan 2-3 juta tenaga kerja konstruksi (tenaga tetap dan tenaga temporer) untuk pembangunan infrastruktur yang dibangun sampai dengan tahun 2015. Untuk meciptakan tenaga konstruksi yang terampil tersebut akan direalisasikan investasi sebesar 21 triliun rupiah untuk peningkatan kualitas SDM yang terdiri dari peningkatan SDM dalam lingkup Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Akademi Komunitas, Politeknik dan Sekolah Tinggi, Institut, Universitas, Program Pengembangan Iptek, dan program pemuktakhiran lainnya.

Kedua, melalui peraturan perundang-undangan, salah satu aspek hukum yang telah ditetapkan dalam mengatur bidang konstruksi di Indonesia adalah UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi serta peraturan pelaksanaannya. UU tersebut berfokus pada pekerjaan konstruksi, pengguna konstruksi, pengguna jasa, penyedia jasa, kontrak kerja konstruksi, kegagalan konstruksi, forum jasa konstruksi, perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi.

Sampai Mei 2014, sudah ditetapkan peraturan pelaksanaan dalam jasa konsturksi, diantaranya PP No. 92 Tahun 2010 tentang Usaha dan Peran masyarakat Jasa Konstruksi, PP No. 59 Tahun 2010 tentang penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Saat ini, peraturan teknis telah disiapkan dalam bentuk beberapa Peraturan Menteri. Kedepannya melalui peraturan ini, akan ada sinkronisasi keterampilan pekerja antar negara melalui sertifikasi yang berstandar internasional.

Dari sisi kelembagaan, Kementerian PU telah membentuk Badan Usaha Jasa Konstruksi Nasional (BUJKN) yang nantinya harus bekerjasama dengan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing (BUJKA) dalam bentuk Joint Operation (JO) atau Joint Venture (JV) dengan menyikapi perlindungan jasa konstruksi di Indonesia dengan Pergerakan Tenaga Kerja (Movement of Natural Person/MNP), dimana tenaga kerja asing secara umum dibatasi pada tiga status, yaitu: business visitor, intra-corporate (dalam satu perusahaan) dan contracted person (tenaga kerja yang dipekerjakan oleh BUJKA yang telah mendapat kontrak kerja). Artinya secara umum, calon tenaga kerja belum dapat melamar pekerjaan secara individual di negara yang di luar negaranya.

Progress Tenaga Kerja Konstruksi Singapura, Malaysia, dan Vietnam

Tidak dapat dipungkiri bahwa Singapura adalah negara yang paling siap dalam integrasi masyarakat Ekonomi ASEAN, dan tentu akan mengambil keuntungan yang besar setelah ditetapkannya kesepakatan tersebut. Masyarakat Singapura juga dikenal memiliki modal yang besar yang dapat diinvestasikan namun hanya kekurangan lahan untuk investasi.Selain kesiapan modal, dari latar belakang pendidikan, tenaga kerja Singapura memiliki tingkat keterampilan dan manajerial yang tinggi dan lebih siap bersaing dibandingkan dengan tenaga kerja di 9 Negara berkembang lainnya di ASEAN.

Pada sisi konstruksi, tenaga kerja Singapura telah memiliki standar gaji yang diterima di beberapa negara. Pada tahun 2014, kisaran gaji untuk perekayasa, dalam hal ini teknik sipil adalah sekitar 3.200-5.000 dolar Singapura atau 16juta-20 juta rupiah per bulannya.Selain itu kejelasan jenjang karir di bidang keteknikan sudah jelas (misalnya untuk teknik sipil: Project Managerakan menjadiAssistant Project Manager, selanjutnya menjadi Project Managerdan akhinya menduduki jabatan sebagai Senior Project Manager).

Dari sisi kuantitas, jumlah tenaga kerja konstruksi Singapura saat ini berkisar 35 ribu-40 ribu orang[2] yang mana meningkat sekitar 37% dari jumlah tenaga kerja di tahun 2010. Dalam hal ini, Singapura melihat peluang yang besar dan terbuka dalam kesepakatan masyarakat ekonomi ASEAN tersebut, karena di satu sisi tenaga kerja konstruksi meningkat dan lahan investasi minim sementara lahan investasi sangat terbuka lebar di negara-negara ASEAN.

Di wilayah negeri jiran, Malaysia merupakan negara yang sangat giat dan serius dalam pengembangan SDM untuk memenuhi tantangan global sehingga tak heran apabila di negara ini mayoritas penduduknya menguasai beragam bahasa, antara lain bahasa mandarin, inggris, dan melayu. Hal ini menjadikan Malaysia negara yang ramah terhadap investasi asing.

Kebijakan kunci yang menjadi andalan dalam pengembangan SDM di Negara Malaysia diantaranya adalah Economic Transformation Programme (ETP) Malaysia. Program nasional Malaysia ini dibentuk tahun 2010 dimana implikasinya mirip dengan MP3EI di Indonesia. Program ini menargetkan pendapatan per kapita sebesar USD 15.000 atau sekitar 15 juta rupiah pada tahun 2010. Dari sisi target pencapaian, pemerintah Negara Malaysia menargetkan minimum upah buruh sebesar RM 800 atau sekitar 2,8 juta Rupiah untuk tahun 2013.

Dari sisi tenaga kerja, tenaga kerja di Malaysia saat ini memliki tingkatan keterampilan yang berjenjang dan bersertifikasi, baik itu di bidang konstruksi atau kegiatan ekonomi lainnya. Berbeda dengan Indonesia, saat ini Pemerintah Negara Malaysia lebih menfokuskan penyiapan tenaga kerja di tahap manajerial dan wirausaha, partisipasi dan perberdayaan wanita dalam semua lini pengambil keputusan, serta kerjasama pelatihan dengan unit usaha asing (misalnya SAP, Google, HUAWEI, dan iOS).

Dengan jumlah pekerja konstruksi hingga 700-767 ribu atau naik sekitar 5-10 % per tahun[3], ekspansi tenaga kerja konstruksi di Negara Malaysia masih dapat mengimbangi permintaan tenaga kerja konstruksi untuk pembangunan lahan domestik,mungkin sekitar 4-5 tahun dari 2015 akan berinteraksi dengan bidang konstruksi di Indonesia.

Dukungan Pemerintah Malaysia terhadap tenaga kerja konstruksi dapat dilihat dari berbagai kebijakan modernisasi Undang-undang Tenaga Kerja dan peningkatan tingkat keselamatan pekerja, khususnya dalam bidang konstruksi. Dalam Undang-undang di negara tersebut jelas teraplikasi adanya minimum pensiun umur 60 tahun.

Begitu juga halnya dengan Vetnam, merupakan salah satu negara yang penting untuk dibahas dalam tulisan ini mengingat selama 20 tahun terakhir negara ini mengalami konsistensi ekonomi yang baik. Mengejar ketertinggalan ekonomi dengan negara lain tidaklah mudah, seperti yang dihadapi oleh negara berkembang seperti Vietnam. Negara yang masuk sebagai anggota ASEAN pada tahun 1995 ini mengupayakan percepatan pembangunan ekonomi dengan membuka peluang investasi bagi negara lain, menjalin kerjasama regional, dan melihat peluang juga pada terbukanya interaksi masyarakat ekonomi di regional ASEAN.

Ketenagakerjaan di negara vietnam diatur dalam revisi peraturan ketenagakerjaan dan kerjasama industri (Labor Code 12 June 2012) yang efektif berlaku pada tahun 2013 yang mengedepankan pengelolaan investasi asing di negara tersebut. Kemudian juga ditetapkan beberapa peraturan pendukung tenaga kerja (termasuk konsep rekrutmen, kontrak kerja, asuransi sosial, jam kerja, disiplin tenaga kerja, dan solusi permasalahan). Selain itu peraturan antara pemberi dan penerima tenaga kerja juga turut diatur dalam peraturan tersebut baik lokal ataupun dari luar negeri sehingga keberadaan tenaga kerja yang bekerja pada investor dalam atau luar negeri dapat terpantau dengan baik. Fasilitas lain yang mempermudah pihak asing untuk investasi adalah pemberian ijin yang mudah dari pemerintah vietnam (MOLISA).

Tantangan Integrasi Masyarakat Ekonomi ASEAN

Berkaca pada kondisi perekonomian Uni-Eropa saat ini, terkait konteks penyatuan ekonomi, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan, terutama penyamaan standar dalam perekonomian, agar perdagangan antar wilayah relatif stabil. Salah satu kesamaan standar yang ditetapkan Uni Eropa adalah kesamaan penggunaan mata uang. Meskipun begitu, dalam perkembangannya masih ditemukan ketidakseimbangan ekonomi antar wilayah Uni Eropa, terdapat beberapa negara yang justru malah mengalami keterpurukan ekonomi setelah disepakatinya penggunaan satu mata uang, seperti yang dialami negara Yunani, Portugal, dan Spanyol yang hanya mengedepankan sektor jasa.Berbeda dengan Jerman, Belanda, Belgia yang memiliki banyak potensi industri, memiliki modal yang kuat, tenaga kerja terampil, keberadaan integrasi Uni-Eropa tersebut justru memberikan keuntungan yang lebih pada setiap negara itu.

Hal inilah yang menjadi tantangan dalam implementasi integrasi Masyarakat Ekonomi ASEAN. Apabila tidak terkonsep dengan baik, maka bisa jadi negara-negara seperti Kamboja, Laos, dan Myanmar yang saat ini sedang berjuang keluar dari keterpurukan ekonomi tentu malah semakin jatuh terpuruk. Begitu halnya dengan Indonesia, Vietnam, Thailand, dan Filipina juga tengah berjuang lepas dari jebakan berpenghasilan menengah (Middle Income Trap) akan semakin sulit untuk keluar.

Selain itu, apabila dilihat dari aspek kurikulum pendidikan di Indonesia pada 2013 dengan basis kompetensi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memang memiliki kepekaan yang cukup lambat dalam menyikapi urgensi masa interaksi bebas masyarakat ekonomi ASEAN. Hal ini memang sulit dibandingkan karena indikator pembanding kurikulum antara negara-negara di ASEAN sangat jauh berbeda, tentu juga akan menghasilkan kualitas SDM yang berbeda pula.

Begitu pula halnya dalam ranah yang lebih teknis lagi, kekurangan Indonesia dalam menghadapi kebijakan regional ini adalah rencana aksi yang belum konkrit, khususnya dalam hal menjaga stabilitas pendapatan per kapita dan pemetaan tenaga kerja terampil. Dalam bidang konstruksi, belum semua negara dalam ASEAN mengikuti standar baku dalam lingkup rekayasa konstruksi sehingga ini menjadi salah satu tantangan yang membuat tenaga kerja Indonesia sulit bekerja di negara-negara lain anggota ASEAN.

Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan mendasar dalam hal kesiapan negara-negara ASEAN menghadapi terlaksananya integrasi Masyarakat Ekonomi ASEAN. Pada perkembangan negara yang paling siap dalam integrasi Masyarakat Ekonomi ASEAN hanyalah Negara Singapuradan Malaysia.

[1] Data terakhir diambil dari hasil Rapat Koordinasi Menko Perekonomian pada tanggal 7 Februari 2014

[2] Changes In Employment By Sector, http://www.singstat.gov.sg/statistics/browse_by_theme/labour.html

[3] Labour Force Survey Report, Malaysia 2012, http://www.statistics.gov.my/portal/index.php?option=com_content&view=article&id=1864&Itemid=1&lang=en

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun