Mohon tunggu...
Romi Novriadi
Romi Novriadi Mohon Tunggu... -

Romi Novriadi Bekerja sebagai Pengendali Hama dan Penyakit Ikan Ahli Muda di Balai Perikanan Budidaya Laut Batam\r\n\r\nKorespondensi: Romi_bbl@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Perikanan Budidaya Indonesia di ASEAN

13 April 2017   01:16 Diperbarui: 13 April 2017   01:28 2241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Industri perikanan budidaya di kawasan Asia Tenggara saat ini cukup bergairah dan telah menjelma menjadi salah satu sektor produksi pangan dengan pertumbuhan produksi dan ekonomi yang cukup signifikan. Merujuk kepada data FAO (2014), dari 11 negara produsen utama, lima negara berasal dari kawasan ASEAN meliputi: Indonesia, Vietnam, Thailand, Myanmar dan Filipina. Secara global, total kontribusi ke-lima negara ASEAN tersebut memiliki sharesebesar 13.6%, dimana Indonesia dan Vietnam saling bersaing ketat dengan total share yang sama sebesar 4,6%. 

Berdasarkan jenis produksi, Indonesia secara umum lebih unggul di komoditas ikan air tawar, laut dan kelompok udang-udangan, namun tidak untuk komoditas moluska. Kekuatan dan keunggulan produksi Indonesia juga ada di sektor produksi tanaman akuatik, dimana berdasarkan data produksi makroalga dan mikroalga yang dirilis oleh FAO, Indonesia berada diperingkat kedua setelah China dengan jumlah produksi hampir mendekati 7 juta ton atau sekitar 27,4 % dari seluruh produksi dunia dan diikuti oleh Filipina dengan jumlah produksi 1,75 juta ton atau sekitar 7,6%.

Menurut FAO, peningkatan produksi di Indonesia tidak serta merta mendukung peningkatan nilai ekonomi karena hampir 90% hasil produksi dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan domestik. Sehingga sangat wajar bila Thailand dan Vietnam berada diatas Indonesia dalam daftar negara eksportir produk perikanan di kawasan ASEAN. Bahkan Myanmar yang baru mulai intensif mengembangkan produksi perikanan budidaya di era 1960-an, memiliki peningkatan nilai ekonomi ekspor yang cukup tajam dalam satu dekade terakhir. 

Bila kita kaitkan kondisi ini dengan pemberlakukan MEA, tentu sangat diperlukan perubahan pola produksi agar penerapan konsep satu pasar tidak mengganggu marketdari hasil produksi perikanan budidaya Indonesia dan sekaligus meningkatkan daya saing produk di kawasan ASEAN. Oleh karena itu beberapa strategi untuk peningkatan market share sangat diperlukan, diantaranya (i) perbaikan teknologi pakan, (ii) implementasi teknologi kesehatan ikan dan lingkungan, (iii) sertifikasi (iv) peningkatan sumberdaya manusia, dan (v) implementasi Good Management Practices untuk seluruh sistem produksi.

Pakan merupakan salah satu komponen penting dalam aktivitas budidaya dan memiliki kontribusi antara 60 – 70% dari seluruh biaya produksi. Menjadi sangat kontradiktif bila kita bicara tentang pengembangan komoditas untuk kegiatan ekspor, karena pada umumnya komoditas tersebut cenderung membutuhkan konsentrasi protein serta asupan makro dan mikromineral yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan tropik level rendah. Untuk memenuhi kebutuhan asupan gizi tersebut, pada umumnya digunakan tepung dan minyak ikan sebagai salah satu bahan baku utama dalam produksi pakan. Sehingga tidak mengherankan apabila sekitar 10% hasil tangkapan global telah dikonversi menjadi tepung ikan atau bahan suplementasi pakan lainnya. 

Oleh karena itu, saat ini berbagai riset yang telah dikembangkan, seperti halnya penggunaan bahan nabati dan serangga sebagai bahan baku pengganti tepung ikan harus secara optimal diimplementasikan. Kekurangan yang ada dari penggunaan bahan alternatif ini dapat dilengkapi dengan pemanfaatan teknologi enzim atau bahan suplementasi lainnya yang dapat berfungsi untuk meningkatkan nilai gizi pakan serta memperkuat sistem pertahanan tubuh ikan, seperti halnya penggunaan protein hidrolisat dan taurin. Konsep sistem integrasi dengan mengkombinasikan dua atau tiga komoditas budidaya juga dapat diimplementasikan untuk menambah nilai ekonomi dan mengoptimalkan pemanfaatan jumlah (limbah) pakan yang tidak dikonsumsi. 

Melalui konsep ini, limbah nutrisi yang mengandung unsur nitrogen dan posfor tidak lagi menjadi faktor yang dapat memicu terjadinya blooming fitoplankton melainkan dapat dimanfaatkan oleh organisme tingkat rendah, seperti: kelompok moluska dan kekerangan, sebagai produk samping aktivitas produksi budidaya.

Strategi kedua adalah dengan menerapkan manajemen kesehatan ikan dan lingkungan yang baik selama fase produksi. Tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan agen mikroorganisme patogen atau faktor abiotik lainnya dapat menjadi faktor penghambat utama dalam keberlanjutan aktivitas produksi. Tingkat kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh infeksi  infeksi mikroorganisme patogen sangat signifikan. Secara global, kerugian ekonomi akibat wabah penyakit diperkirakan mencapai US$ 9 miliar per tahun dan berdampak kepada penurunan jumlah produksi ikan budidaya. 

Deteksi dini keberadaan mikroorganisme patogen dan upaya pencegahan dalam konsep pengelolaan kesehatan ikan harus dilakukan secara konsisten. Beberapa konsep pencegahan seperti vaksinasi, immunostimulasi hingga kepada aplikasi probiotik pada pakan ataupun di media pemeliharaan dapat dilakukan berdasarkan standar prosedur yang sesuai dan tidak berlebihan. Penggunaan antibiotika yang dapat menyebabkan resistensi pada bakteri dan menimbulkan alergi pada manusia harus mulai ditinggalkan. Oleh karena itu, dalam manajemen kesehatan ikan yang baik, prinsip pencegahan harus lebih diutamakan daripada pengobatan.

Penggunaan benih yang bebas penyakit dan berasal dari panti benih yang tersertifikasi harus selalu menjadi pilihan untuk mengurangi kemungkinan penyebaran penyakit. Aktivitas ini juga dapat disertai dengan inovasi teknologi pengelolaan limbah hasil produksi ataupun dengan pengelolaan air sumber dengan berbagai perlakuan filtrasi untuk optimalisasi kualitas air sebelum digunakan sebagai media pemeliharaan. Teknologi ini terkesan menjadi komponen tambahan dalam biaya produksi, namun dampak yang diperoleh berupa peningkatan tingkat kelulushidupan ikan dan juga perbaikan performa pertumbuhan menjadikan nilai ekonomi yang diperoleh lebih besar dibandingkan biaya pengelolaan air yang bahkan dapat digunakan untuk beberapa siklus produksi. 

Salah satu komponen yang paling penting dalam sistem produksi adalah penentuan lokasi yang tepat dengan kondisi kualitas air optimal. Hal ini harus menjadi prioritas, karena sedapat mungkin kita harus meminimalkan dampak eksternal terhadap aktivitas produksi, seperti halnya dampak toksik logam berat terlarut yang dapat berasal dari aktivitas industri dan pertambangan, atau menghindari pengaruh senyawa Polycyclic Aromatic Hydrocarbons yang dapat menyebabkan iritasi kulit pada ikan. Penentuan lokasi yang tepat dapat menjamin keberlanjutan produksi dan meningkatkan nilai ekonomi produksi melalui peningkatan kualitas ikan budidaya yang dihasilkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun