Mohon tunggu...
Romario pangaribuan
Romario pangaribuan Mohon Tunggu... Administrasi - Hehehe

Words kill, words give life, They're either poison or fruits- You choose. Proverbs 18:21

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Merangkul Abang Cilok dan Kawan-kawan untuk Mencegah Kekerasan Seksual

27 Agustus 2017   12:45 Diperbarui: 28 Agustus 2017   10:41 2069
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar oleh: 2014 Merdeka.com

Beberapa bulan lalu terlihat di depan mata, seorang penjual mainan asik merangkul bahu seorang anak perempuan sembari menawarkan dagangannya. Tangan kanan pedagang yang lebih panjang terlihat menggantung di daerah sekitar dada anak tersebut. Tanpa pikir panjang, saya menegur pedagang itu dengan mengatakan bahwa apa yang dilakukannya terlihat tidak senonoh.

Pedagang itu merasa keberatan dengan teguran tersebut, dan mencoba memprovokasi beberapa pedagang lainnya yang memang berkumpul di sekeliling area sekolah dasar negeri. Dengan emosi dan wajah jengkel yang tidak bisa sembunyikan, saya yang tadinya hendak membeli cilok akhirnya memutuskan untuk membeli pizza sekaligus mencoba menghindari amukan abang-abang pedagang yang mulai mendekat

Entah bagaimana setelah kejadian itu, di warung kopi yang sama saya dan perdagangan mainan tersebut bertemu. Saya kembali membuka pembicaraan tentang masalah tempo hari, dengan menjaga situasi tetap tenang. Saat itu sang pedagangan dengan wajah yang sangat serius dan tatapan tajam, tetap mengakui bahwa ia sama sekali tidak bermaksud melakukan hal apapun pada anak tersebut. Hal tersebut merupakan tindakan biasa baginya, walaupun beberapa bulan lalu ia juga sempat ditegur seorang wanita karena melakukan hal yang sama.

Menanamkan awareness para pedagang kecil
Merujuk pada Komisi Nasional Perlindungan Anak (KPAI) kekerasan seksual dibagi menjadi 15 jenis kategori, salah satu di ataranya adalah tindakan seksual berdasarkan sentuhan fisik dan nonfisik. Dalam hal ini Komnas perempuan memasukkan tindakan siulan, main mata, ucapan bernuansa seksual, dan menunjukkan materi pornografi sebagai tidnak kekerasan seksual.

Definisi kekerasan seksual yang dijelaskan oleh KPAI itu menegaskan bahwa pelecehehan seksual merupakan bagian dari kekerasan seksual yang memiliki definisi atas tindakan yang sangat luas. Jadi sangatlah wajar jika, masyarakat umum belum dapat memahami definisi pelecehan seksual ini secara tepat, apalagi jika dikaitkan pada pengetahuan pedagang kecil.

Pedagang kecil bukan lagi dilihat sebagai pemanis di lingkungan sekolah saja, tetapi tanpa disadari mereka mempunyai peranan yang besar dalam menekan tingkat pelecehan seksual di luar pagar sekolah. Stigma orang tua bahwa pedagang kecil adalah "lawan" harus segera dipatahkan, agar mereka juga dapat dirangkul untuk berkolaborasi melawan tindakan pelecehan seksual di lingkup sekolah.

Untuk menanamkan awarness atau kesadaran, sangat dibutuhkan sosialisasi dengan dengan materi yang terus menerus diulang, ditambah dengan memperlihatkan dampak yang terjadi dari pelecehan seksual terhadap anak ke depan. Hal tersebut dilakukan karena tumbuhnya kesadaran seseorang tidak terjadi secara otomatis, melainkan harus melalui dorongan dari dalam diri. Untuk memaksimalkan dorongan diri inilah, maka diperlukan berbagai macam contoh tentang akibat yang terjadi dalam pelecehan seksual. Namun permasalahanya, bagaimana menanamkan kesadaran pelecahan seksual secara menyeluruh kepada pedagang kecil? Bukankah mereka datang ke lingkup sekolah hanya untuk menghabiskan dagangannya?

Jangan lupa, konsumen adalah raja
Pedagang kecil di lingkup sekolah sudah pasti menyasar anak-anak sebagai konsumen utamanya. Keadaan ini dianggap sangat menguntungkan, karena pedagang tersebut mendapatkan pasar dengan konsumen tetap yang tidak lagi mengharuskan mereka berkeliling menjual dagangannya. Hal ini seharusnya dapat lebih disadari para pedagangan kecil untuk tetap dapat menjaga kepuasaan konsumennya walaupun mereka masih anak kecil. Dengan kondisi seperti ini, pihak sekolah dapat menempatkan diri sebagai juri, dan bertindak untuk menjembatani pedagang dan anak didik dengan menerapkan berbagai macam kesepakatan. Kesepakatan itu bisa tentag kualitas jajanan, kebersihan, ataupun komitmen untuk mencegah terjadinya pelecehan seksual kepada anak.

Sosialisasi ini memang sangat tidak mudah dilakukan, sehingga harus diberikan secara ringan dan harus mempertimbangkan waktu para pedagang yang memang hanya berorietasi menjual habis dagangannya tanpa beban lain. Itulah mengapa pihak sekolah juga dituntut untuk membuat ketentuan-ketentuan ataupun sosialisasi tentang pelecahan seksual dengan metode yang ringan dan serius, seperti mengajak pedagang mengobrol di warung kopi, sampai menngundang resmi pedagang pada acara-acara sekolah tertentu.

Dengan pertumbuhan penduduk yang semaki pesat, tindakan pelecehan seksual terhadap anak bukan lagi hanya dibebankan kepada pihak-pihak internal sekolah saja, tetapi harus dilihat sebagai suatu lingkaran besar yang membutuhkan kesadaran berbagai pihak terkait. Dengan begitu para orang tua dan pihak sekolah dapat menambah jumlah "alarm" di lingkungan sosial yang dapat berdering keras ketika terjadi tindakan pelecehan seksual di sekitarnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun