Angin berhembus lumayan kencang, awan hitam mulai menutupi langit, sepertinya hujan akan datang, daun mangga tampak berguguran mengotori pekarangan. Terlihat Sumirah setengah berlari menuju teras rumahnya lalu membuka pintu dan menutupnya kembali. Aku merapatkan gorden, membaringkan tubuhku di ranjang.
Hujan tidak benar-benar turun, hari kembali cerah, dan aku melihat lagi Sumirah keluar lewat pintu bagian samping rumahnya sembari membawa ember berisi pakaian untuk dijemur. Sumirah berharap hari ini akan cerah.
Sumirah, ia itulah namanya, putri pak Hamid kepala sekolah di salah satu SMU negeri di kampung ini. Sumirah kecil adalah teman bermainku, namun kini ia telah dewasa, dia adalah wanita yang sangat ku kagumi, kecerdasannya dan wajahnya yg manis membuat aku ingin selalu memandangnya.
Sumirah memang cerdas, aku tidak perlu melakukan riset untuk membuktikan itu, dia adalah wanita yang membuatku tidak pernah merasakan menjadi juara pertama selama aku sekelas dengannya.
Kegaguman ku padanya tidak hanya menghabiskan hari-hari ku untuk mengamatinya, melainkan mencuri sebagian hayalan ku, bahwa aku akan berada di pulau terpencil, hanya kami berdua, tidak ada manusia di sana selain kami.
Aku akan menjalani hari-hari ku bersamanya, tanpa pemuda itu, pemuda yang selalu berkunjung ke rumahnya, yang selalu mencampakan aku dari hayalan ku, untuk kembali kepada kenyataan bahwa aku hanya bisa menyaksikan mereka bercengkrama di beranda rumahnya.
Aku dan Sumirah akan mendirikan gubuk di pulau itu, yang tak jauh dari rumpun pohon kelapa yang akan selalu ku panjat jika Sumirah menginginkan buahnya. Dan tentunya akan banyak kembang di pekarangan gubuk kami. Karena Sumirah kecil suka sekali menanam kembang. Aku yakin saat ini dia pun akan tetap senang jika kami berdua berada di tengah-tengah berbagai macam kembang.
Sesekali kami naik perahu bersama, mengarungi laut yang tenang, menuju pulau lainnya, aku akan menggayuh perahu dengan hati-hati, sebab aku tidak ingin membuatnya cemas akan tenggelam. Walaupun kadang aku ingin menakutinya, lalu dia akan berkata manja kepada ku meminta agar aku akan selalu menjaganya.
Sumirah riang sekali saat pulau tujuan kami mulai tampak, dia bernyanyi kecil dan gembira. Sebentar lagi kami akan menyelesaikan perjalanan yang besar, menuju pulau baru. Kami akan memberi nama pulau itu sama dengan nama anak kami kelak. Kami akan mendirikan tenda, menyalakan api unggun dan menghabiskan malam ini bersama.
Aku yakin dan percaya, bahwa nanti malam bintang-bintang akan hadir semua, menerangi malam kami, karena mereka juga akan gembira. Mengapa tidak, sebab mereka akan turut serta menjadi sumber kebahagiaan sepasang anak manusia, bukankah mereka ditugaskan untuk itu.
Kami semakin dekat ke bibir pantai, kabut yang menghalangi pemandangan semakin tipis, warna hijau pulau tersebut pun semakin terlihat jelas, kami disambut sekawanan burung dan tingkah lucu kera yang bergelantungan di pepohonan. Aku semakin semangat menggayuh perahu ku.