Mohon tunggu...
Rochman Hadi Mustofa
Rochman Hadi Mustofa Mohon Tunggu... Human Resources - Educator

Tertarik pada dunia Pendidikan dan Ekonomi. Berbagi pemikiran layaknya diskusi. Boleh setuju boleh tidak.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Runtuhnya Selasar BEI dan Kesadaran Berasuransi

15 Januari 2018   23:33 Diperbarui: 15 Januari 2018   23:46 917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi: finansial.bisnis.com

Setiap manusia pasti mendambakan kehidupan yang sejahtera dan aman. Namun tidak pernah ada yang bisa menduga apa yang akan terjadi termasuk musibah meskipun kita sudah sangat berhati-hati.

Insiden ambruknya selasar BEI siang tadi menjadi satu dari sekian contoh tersebut. Gedung yang sehari-harinya digunakan sebagai Bursa Efek tersebut tiba-tiba roboh pada saat banyak orang masih berada di dalam. Kejadian tersebut mengakibatkan 77 orang mengalami luka dan beberapa diantaranya harus menjalani operasi, beruntung pada kejadian tersebut tidak sampai mengakibatkan korban jiwa.

Dari 77 orang korban yang dikonfirmasi, 7 orang diantaranya merupakan pemegang asuransi pemerintah BPJS Ketenagakerjaan. Sedangkan sisanya masih belum bisa dipastikan apakah memiliki asuransi atau tidak. Beruntung PT Cushman & Wakefield Indonesia selaku pengelola gedung mengaku siap bertanggung jawab atas biaya pengobatan korban. Meskipun demikian kejadian ini seharusnya menjadi pelajaran bagi masyarakat untuk memiliki asuransi, entah itu asuransi pemerintah atau pun swasta.

Asuransi beberapa waktu silam sempat menjadi kontroversi karena pemerintah mewajibkan kepemilikannya melalui peraturan pemerintah untuk BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan bagi pemberi kerja. Bagi masyarakat yang keberatan alasannya merasa cukup berat apabila tiap bulan mereka harus membayar iuran yang mana mereka sendiri belum tentu akan menggunakan fasilitas kesehatannya. 

Pertanyaannya, siapkah Anda ketika tiba-tiba terjadi musibah dan anda tidak mempunyai tabungan yang cukup atau biaya yang anda keluarkan ternyata sangat besar? Berhutang? Bukankah lebih enak apabila kita katakanlah "menabung" dalam bentuk asuransi. Apabila "menabungnya" di asuransi swasta kita biasanya diberi opsi untuk menarik lagi pada jangka waktu tertentu yang disepakati, namun iurannya biasanya besar dan faskesnya biasanya di rumah sakit besar. Sedangkan di asuransi pemerintah (BPJS) kita tidak dapat menarik "tabungan" tersebut dalam bentuk uang tunai namun iurannya cukup ringan dan saat ini faskesnya bisa sampai di puskesmas desa sekalipun.

Sebenarnya kesadaran berasuransi sudah jauh diterapkan di negara lain seperti Amerika Serikat, Jepang dan Singapura yang warga negaranya setidaknya memiliki 1 polis asuransi. Indonesia bisa dikatakan harus sedikit "dipaksa" oleh pemerintah untuk memiliki asuransi supaya sadar pentingnya berasuransi. 

Jika dibandingkan dengan negara terdekat seperti Malaysia, rasio kepemilikan di Negeri Jiran tersebut adalah 4 dari 10 warga negara memiliki asuransi, sedangkan Indonesia masih 2 dari 10 warga negara. Menurut Kepala Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sekaligus Dosen Universitas Gadjah Mada, Firdaus Djaelani, bahwa posisi asuransi di Indonesia dianggap kebutuhan tersier, hampir seperti mewah. Diperlukan sosialisasi supaya masyarakat semakin sadar untuk memiliki polis asuransi. Thailand dan Filipina sebelumnya memiliki permasalahan yang sama kemudian membuat asuransi mikro khusus untuk masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah, Indonesia saat ini sudah berupaya menyediakannya melalui BPJS yang dibagi per kelas.

Masalah yang paling umum dikeluhkan justru dari pelayanan faskes yang cenderung tidak maksimal di beberapa tempat, tapi tidak semuanya. Sebagai contoh yang dialami oleh keluarga saya sendiri ketika ke rumah sakit swasta daerah, pelayanan yang diberikan oleh dokter terhadap pasien BPJS dan pasien mandiri berbeda. Pada saat keluarga saya di USG justru dokter tersebut memeriksa sambil bercerita liburannya ke negeri Sakura ke perawat jaga, dalam hati saya berkata "Pakai BPJS bukan berarti kita ga punya duit lho, kita juga bayar tapi melalui asuransi". Semoga pengalaman ini tidak dialami oleh pembaca.

 Kembali lagi ke insiden selasar BEI yang memakan banyak korban, rata-rata korban adalah mahasiswa yang sedang berkunjung untuk tujuan studi. Sekali lagi menegaskan bahwa berasuransi tidak perlu menunggu hingga usia mapan atau dewasa karena musibah tidak mengenal usia. Perlu adanya perubahan mindset  bahwa tabungan dan investasi selalu dalam bentuk deposito, surat berharga, tanah, atau pun emas. Asuransi  pun merupakan bentuk tabungan yang tidak kalah pentingnya. Memiliki asuransi dikategorikan sebagai tanda seseorang melek terhadap pengelolaan keuangan (financial literacy). 

Manfaat asuransi besar sekali terutama untuk hal yang tak terduga. Asuransi tidak selalu mahal karena ada kelas yang bisa disesuaikan. BPJS kelas II misalnya, saat ini iuran bulanan adalah Rp 53.000,-, /bulan per kepala, bandingkan dengan harga rokok. Sehingga saat seseorang aktif merokok menghabiskan berbungkus-bungkus rokok namun beralasan BPJS mahal, tentu menjadi sebuah pertanyaan besar. Atau harga paket internet dan biaya nonton dan makan di restoran. 

Sebenarnya bukan iuran BPJS nya yang mahal tetapi mindset  kita yang memandang asuransi tidak penting. Sesuatu yang mahal tetapi kita anggap penting tidak akan terasa mahal, begitu juga sebaliknya. Manfaat asuransi terutama di Indonesia semakin dirasakan  untuk membantu masyarakat berpenghasilan menengah kebawah.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun