Mohon tunggu...
R. M. S. P. Alam
R. M. S. P. Alam Mohon Tunggu... Wiraswasta - Konsultan Bisnis UKM

Creating the Future

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Stop! Berhenti Ikuti Passion

22 Januari 2017   05:54 Diperbarui: 22 Januari 2017   07:11 813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hanya untuk para pemimpi besar dan eksekutor

“Ikutilah passion-mu agar kamu sukses!”

“Wajar aja kamu gagal, toh itu bukan passion­-mu.”

“Kerjakan apa yang menjadi passion kalian.”

Itu adalah sekelumit dari sekian kalimat wejangan, motivasi, dan nasehat yang selalu menyuruh kita untuk mengikuti passion. Sedikit sedikit passion, sedikit sedikit passion, apaan passion ini. Bak indoktrinasi global yang menjamur dan menyebar secara sporadis, istilah passion telah melekat dengan kesuksesan. Seolah itu adalah tiket emas untuk membuka pintu sukses. Apakah benar demikian?

Kata empu pengusaha Sir Richard Branson, ‘Do what you love and money will follow’. Lantas apakah kita mengartikan bahwa apa yang kita cintai pasti merupakan passion kita? Gimana cara tahunya? Saya hobi tidur, bermalas-malasan, saya mencintainya. So, itu passion saya?

Menurut saya, tidak sepenuhnya benar bahwa passion menjadi kunci sapu jagat. Jika kita terus mematuhi mereka untuk terus melakukan apa yang menjadi passion, kapan kita mau kerja dan produktif? Nanti kalau ada tawaran tentang suatu kegiatan atau proyek, alasannya ‘wah itu bukan passion-ku e’.

Sudah banyak orang—terutama anak-anak muda, yang sering dilanda kegalauan luar biasa ketika harus mengambil suatu pilihan atas tawaran tertentu. Banyak sekali pertimbangannya. Aih, seolah-olah dia akan gagal total dunia akherat jika salah ambil keputusan.

Dalam berbagai kasus pilihan hidup—yang berhubungan dengan karir tentunya, pertanyaan pentingnya, bukan tentang apa yang kita cintai, melainkan tentang apa tindakan yang paling berdampak bagi orang lain. Hal ini juga terlalu abstrak. Baiklah saya akan berikan contoh konkretnya.

Suatu ketika, seseorang ditawari untuk membantu proyek bisnis di bidang kerajinan tangan. Btw, orang ini memiliki latar belakang pendidikan keuangan sehingga ia dibutuhkan di semua sektor bisnis. Coba tebak apa reaksinya setelah ditawari untuk membantu proyek bisnis tersebut. Ya. Tepat sekali. ‘Saya mikir dulu ya.’

Eits, jangan salah sangka dulu. Saya tidak mengkritisi tindakannya yang berpikir dahulu sebelum mengambil keputusan. Yang penting adalah alasan dan pertimbangan dalam mengambil keputusan tersebut. Dalam benak orang itu, satu-satunya yang menjadi hambatannya adalah bahwa menurutnya, dia sama sekali tidak memiliki passion di bidang kerajinan tangan. Passion-nya lebih ke industri kuliner. BOOM!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun