Politik itu adalah sebuah strtegi seseorang dalam tujuan untuk bisa menduduki kekuasaan. Dalam teori klasih aristoteles politik adalah, usaha yang ditempuh warga untuk mewujudkan kebaikan bersama. Sehingga politik termasuk cara bagaimana seseorang itu bisa mendapatkan tujuan nya atau tujuan bersama.
Politik memang tidak selalu berhubungan dengan pemerintahan, namun pemerintahan itu pasti sangan erat hubungannya dengan politik. Setiap seseorang yang menduduki jabatannya adalah sebuah herarki kepemrtintahan bisa dipasikan orang ttersebut juga berkecimpung didalam dunia poltik.
Sebuah keilmuan politik atau ilmu politik dalam posisinya di negara, bahwa posisinya itu sebagai sosiologi dari pada negara.[1] Sehingga dengan wacana tersebut bahwa posisi politik di dalam negara pastinya sangatlah penting dengan tujuannya untuk bisa mencapai kebaikan bersama.
Disamping adanya politik, maka ada juga partai politik. Dimana partai politik ini adalah sebuah lembaga yang memiliki tujuan bersama dalam menduduki sebuah kukasaan untuk bisa tercapainya negara yang baik. Partai politik ini juga sarana bagi seseorang atau sekelompok agar bisa menjadikannya berada dalam sebuah kedudukaan di kelembagaan negara.
Partai politik di indonesia sudah sangat lama dikenal, sejak masa kepemimpinan Ki Hajar Dewantara, hingga sampai saat ini. Dulu pada zaman  setelah kemerdekaan itu rakyat memiliki kebebasan untuk membuat partai-partai politik Indonesia. Awal kemunculan partai-partai politik itu pada tahun 1955. Ada beberapa partai yang ada pada saat itu yakni Masyumi, PNI, NU, dan PKI.
Indonesia dalam partai politiknya menggunakan multi partai sehingga seiring perkembangan zaman, maka bertambah banyak pula partai-partai yang bermunculan pada era saat ini. Namun, beralih dari banyaknya multi partai atau yang lain-lain, adanya sebuah partai politik di Indonesia itu memang memberikan sarana aspirasi kepada siapa saja yang ingin bisa menduduki kekuasaan kelembagaan di Indonesia.
Setiap sebuah kelembagaan pastilah bertujuan baik, namun memang terkadang low in book itu berbeda dengan low in action. Sehingga kita tidak bisa mengukur kebaikan yang ada dari segi satu sudut pandang saja.
Â
[1] Huda, Ni'matul, Ilmu Negara,Depok, Rajawali Pres, Hlm.6.
