Pada saat Luis Milla bersama tim Spanyol U-21 menjuarai Piala Eropa U-21 tahun 2011, mungkin tidak pernah terlintas sedikit pun pemikiran bahwa satu saat nanti pelatih yang pernah bermain bagi tiga klub besar Spanyol (Real Madrid, Barcelona dan Valencia) ini akan membesut timnas Indonesia.
Luis Milla adalah bagian dari hegemoni sepakbola Spanyol yang digdaya menguasai Piala Eropa 2008, Piala Dunia 2010 dan Piala Eropa 2012.
Dalam rentang masa jaya tim Matador itu, Luis Milla ikut ambil panggung ditengah nama Luis Aragones dan Vicente Del Bosque, dua manager timnas yang membawa panji sepakbola Matador berjaya. Keberhasilan timnas U-21 Spanyol menjadi juara Eropa semakin menegaskan hegemoni Spanyol di persaingan sepakbola dunia.
Bagaimana tidak, timnas senior mereka memenangkan Piala Dunia 2010 dan disusul tim juniornya mengangkat trofi juara Eropa. Makin lengkap lagi karena tim senior mengikutinya dengan juara Piala Eropa 2012. Keberhasilan Luis Milla mengasah bakat-bakat hebat Cesar Azpillicueta, Javi Martinez, Juan Mata, David De Gea dan Thiago Alcantara membuatnya digadang-gadang sebagai salahsatu pelatih masa depan Spanyol.
Saya yakin tidak ada satu pun pencinta sepakbola nasional bahkan Luis Milla sendiri yang membayangkan dirinya akan menangani timnas Indonesia. Namun jalan hidup menuntun pemain yang pernah menjuarai La Liga bersama Madrid dan Barca ini berlabuh ke Indonesia. Anda fans tim Matador yang dulu mencaci maki Luis Milla karena tidak sanggup membawa tim U-23 Spanyol lolos dari fase grup cabang sepakbola Olimpiade London 2012?
Kalau iya maka mungkin sekarang anda bisa berbalik mensyukuri momen kegagalan tersebut. Kejatuhan karir Luis Milla bisa dianggap berawal dari momen ini. Bermaterikan skuad penuh bintang seperti David De Gea, Cesar Azpilicueta, Jordi Alba, Martin Montoya, Javi Martinez, Ander Herrera, Isco dan Juan Mata, Luis Milla yang bermodalkan gelar Piala Eropa U-21 gagal memenuhi ekspektasi publik sepakbola Spanyol.
Luis Milla mencoreng status calon kuat perebut medali emas padahal tim senior Spanyol beberapa bulan sebelumnya sukses mengangkat trofi juara Piala Eropa 2012. Karir Luis Milla di timnas berakhir dan perjalanan selanjutnya di Al Jazira, Lugo dan Real Zaragoza sangat buruk. Bisa dikatakan, kegagalan di Olimpiade 2012 itu jadi guncangan besar bagi karir Milla namun jadi salahsatu sebab mengapa pria 50 tahun itu kini hadir di ruang ganti timnas Indonesia.
Bayangkan jika Luis Milla terus sukses di tim junior Spanyol dan bisa saja terus berlanjut menangani tim senior atau setidaknya usai kegagalan di Olimpiade 2012 Milla meraih kesuksesan di level klub. Jika kejadiannya seperti diatas maka pencinta sepakbola nasional tidak akan mendapati pemandangan Luis Milla konferensi pers sebagai pelatih timnas Indonesia.
Tim Merah Putih tidak akan mendapatkan sentuhan dari pria yang pernah merasakan langsung didikan akademi La Masia dan bermain bagi tim senior Barcelona sekaligus menjadi anak didik langsung dari Johan Cruyft. Keinginan PSSI memasukkan gaya bermain Spanyol dalam tubuh timnas dianggap pas jika ditangani langsung oleh sosok yang sudah terbukti sukses menerapkan gaya tersebut, jika merujuk pada sukses tim U-21 Spanyol di Piala Eropa U-21 tahun 2011.
Inilah yang jadi alasan kuat mengapa sosok Luis Milla lebih pantas menduduki kursi pelatih timnas Indonesia ketimbang Luis Fernandez yang menjadi calon kuat lainnya. Fernandez boleh saja pernah meraih prestasi juara Coupe de France dan Piala Winners saat menangani PSG dan mengantarkan Athletic Bilbao jadi runner up La Liga (prestasi luar biasa ditengah hegemoni Real Madrid dan Barcelona), namun sebagai manager di level timnas dirinya tidak punya CV yang mengagumkan.
Timnas Israel yang ditanganinya gagal lolos ke Piala Eropa 2012.