Mohon tunggu...
Hendra Ritonga
Hendra Ritonga Mohon Tunggu... -

Pimpinan di Persimpangan jalan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

'Kisas yang Tidak Kisasi untuk Para TKI'

30 Juli 2013   06:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:51 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Secara harfiah qishash (kisas) berarti pembalasan setimpal: utang nyawa dibayar nyawa; mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka dibayar luka yang sama (Q: Al Maidah [5]: 45).

Pola hukuman kisas pertama kali diperkenalkan Kitab Perjanjian Lama untuk umat Yahudi, diteruskan oleh umat Kristiani, dan selanjutnya diadopsi oleh umat Islam melalui kitab sucinya, Al Quran. Tujuannya untuk menggantikan pola hukuman lama yang penuh dendam kesumat dan menganut kaidah:”Pembalasan mesti lebih kejam dari tindakan”. Hukum kisas berfungsi mereformasi pola hukuman yang tidak adil dan berlebihan itu.

Obyektif vs interpretatif

Namun, persoalan utama di jagat hukum, selalu bukan pada teks normatif ataupun sumbernya. Ketentuan hukum dari kitab suci atau dari lembaga demokrasi yang dijunjung tinggi akan kehilangan martabat manakala pelaksanaannya jatuh ke tangan aparat penegak hukum yang hatinya berdaki. Norma hukum adalah ketentuan normatif yang bersifat obyektif, sementara penerapannya selalu bersifat interpretatif dan subyektif. Tentu saja puncak malapetaka adalah jika secara normatif ketentuan hukumnya sendiri sudah cacat, sementara hakim dan segenap aparat penegaknya juga berasal dari jajaran manusia yang tidak bermartabat.

Dalam teori ataupun tradisi hukum Islam, tidak semua aksi pembunuhan atau pencederaan fisik dihukum dengan kisas. Hanya pembunuhan dan pencederaan yang dilakukan secara sengaja (al-amd) dan tanpa hak (dhulman) yang boleh dihukum dengan kisas. Misalnya, pembunuhan oleh perampok, pembunuh maniak, atau pembunuhan serampangan oleh teroris. Pembunuhan atau penghilangan nyawa secara tak sengaja (salah tembak oleh aparat, misalnya) atau dalam rangka mempertahankan diri tidak dikenai kisas.

Pertanyaannya, termasuk kategori manakah pembunuhan yang dilakukan para TKI kita?

Dari berbagai segi, tidaklah masuk akal kalau dikatakan pembunuhan oleh TKI kita terhadap majikan atau keluarganya dilakukan secara sengaja dan semata-mata dengan niat menghilangkan nyawa seperti dilakukan oleh para teroris, perampok, atau pembunuh maniak berdarah dingin. Mereka adalah orang-orang susah yang sengaja pergi jauh mengadu nasib dengan satu tujuan yang sangat sederhana tetapi mulia: mencari nafkah buat keluarga yang susah didapat di negerinya sendiri. Untuk itu mereka telah ikhlas menanggung pengorbanan luar biasa, dengan meninggalkan anak dan suami atau istri serta kampung halaman yang dicintainya.

Tak bisa dibantah pembunuhan yang dilakukan oleh TKI kita—apalagi TKI perempuan—berlangsung dalam keterpaksaan dan tekanan batin yang luar biasa: dalam rangka membela diri atas kezaliman demi kezaliman yang dilakukan oleh majikan dan/atau keluarganya terhadap mereka. Fakta ini mutawatir, tak terbantahkan.

Maka ketika hakim atau pengadilan setempat menghukum TKI kita dengan kisas mati, jelas tak adil, tak setara, dan tak bisa diterima. Katakanlah pembunuhan yang dilakukan TKI kita harus dibayar dengan kisas pembunuhan atas jiwa mereka. Pertanyaannya: mana hukuman dari pengadilan setempat terhadap sang majikan sebagai ganjaran atas serentetan kezaliman yangdilakukan terhadap TKI kita? Kenapa kezaliman-kezaliman pihak majikan diabaikanbegitu saja oleh hakim, tidak pernah ada tuntutan balasannya?

Ada ketidakadilan

Dengan pola hukuman seperti ini, jelas ada ketidakadilan yang menusuk hati. TKI kita menderita dua hal: pertama, rentetan kezaliman demi kezaliman yang dilakukan oleh majikan; kedua, pembunuhan atas nama kisas yang ditimpakan pengadilan. Sebaliknya majikan hanya menerima satu hal, yakni pembunuhan yang dilakukan oleh TKI kita yang notabene terjadi karena tekanan kezaliman sang majikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun