Mohon tunggu...
Risyad Sadzikri
Risyad Sadzikri Mohon Tunggu... Pelajar -

Sekadar pelajar biasa yang masih dan akan terus belajar kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kami Tidak Meminta Kedamaian

12 Juni 2017   21:57 Diperbarui: 29 Juni 2017   12:51 693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

- Bagaimanapun berharganya suatu kedamaian,Kami tidak pernah meminta untuk itu -

Kalimat itu mungkin adalah sepotong lirik lagu dari salah satu negara yang paling tidak disukai di muka bumi ini, yaitu Republik Rakyat Demokratik Korea yang biasa disingkat sebagai Korea Utara. Kita pasti juga tahu lirik lagu propaganda itu digunakan untuk meningkatkan jingoisme rakyat dan loyalitas terhadap pemimpin besar di negara tersebut. Namun, terlepas dari segala aspek propaganda yang ada, pasti akan ada secuil pelajaran yang secara logis dan nurani dapat diambil dari sepenggal lirik propagandis tersebut.

Seperti yang sudah kita ketahui, manusia adalah makhluk yang ingin merasakan kedamaian abadi selama masa hidupnya. Karena itu manusia pula yang harus mengusahakan perdamaian abadi yang mereka ingin rasakan tersebut. Namun, sesuai dengan kodrat manusia, kita pasti memiliki pikiran yang berbeda satu sama lain meski dalam hal sekecil atom sekalipun. Masalah ini bertambah dari sisi linguistik dikarenakan kata "damai" merupakan kata yang memiliki kesimpulan relatif. Pihak A yang merasa telah mencapai kata "damai" mungkin tidak sepaham dengan pihak B yang belum mencapai kata "damai".

Mungkin apabila manusia mau saling mengalah satu sama lain untuk mencapai kedamaian yang sama, masalah ini akan selesai dengan sangat singkat. Namun karena manusia memiliki berbagai sifat, dari yang baik hingga yang buruk, maka masalah ini akan menjadi semakin kompleks dan rumit. Masalah yang kompleks dan rumit tersebut, apabila tidak segera dilakukan antisipasi, akan berkembang menjadi perselisihan, perpecahan, krisis, hingga pertumpahan darah.

Tujuan perang yang pasti adalah mencapai kedamaian, dalam bentuk apapun itu, untuk pihak yang ingin memenangkan perang. Sebagai contoh, Nazi Jerman berperang melawan Sekutu untuk mendirikan Lebensraum, ruang hidup Ras Arya agar hidup dan menyebar dengan damai di dunia. Jepang berperang melawan Sekutu dan Tiongkok untuk mengusir imperialis barat dari Asia dengan tujuan akhir menciptakan Asia Timur Raya yang dapat ditinggali oleh orang Yamato dengan damai.

Kedamaian juga menumbuhkan benih-benih peperangan. Orang-orang yang tidak sepakat dengan kata "damai" (anggap ini adalah pihak B) yang dikatakan pihak yang berdamai (anggap ini adalah pihak A) akan menggunakan kedamaian ini untuk mengumpulkan kekuatan untuk mencapai "kedamaian" yang mereka inginkan. Pengumpulan kekuatan oleh pihak B ini akan terlaksana dengan mudah karena mereka akan membaur untuk sementara waktu dengan masyarakat pihak A untuk menjalankan rencana mengusahakan "kedamaian" yang pihak B inginkan. Begitu kekuatan telah terorganisir dan siap, pihak B akan mengusahakan "kedamaian"nya dengan cara menghancurkan atau menggantikan kedamaian dari pihak A.

Contoh yang mudah dari kasus kedua adalah Irak pasca 2003. Ketika Saddam Hussein berhasil digulingkan, Amerika Serikat lalu mengusahakan perdamaian berdasarkan prinsip "damai" mereka. Hal ini menyebabkan berbagai faksi di Irak yang tidak sepaham dengan prinsip "damai" Amerika Serikat lalu mengumpulkan kekuatan (meskipun ada yang langsung melawan). Puncak dari pengumpulan kekuatan itu sekarang telah menjelma menjadi Negara Islam Irak dan Suriah yang berusaha mencapai "kedamaian" untuk Islam dari "kafir laknatullah" dan menciptakan krisis yang lebih rumit daripada Saddam Hussein

Pada akhirnya, kedamaian bukanlah suatu yang absolut. Kedamaian adalah hal abstrak yang ada di diri segala manusia dari awal penciptaannya. Jangan mengharapkan atau meminta kedamaian, karena pasti kedamaian versi kita akan berbeda dengan versi orang lain meskipun perbedaan tersebut hanya sekecil atom. Apabila kita meminta kedamaian, pasti akan ada pihak yang meminta kita mengikuti kedamaian versi mereka dan belum tentu itu menciptakan dunia yang lebih baik dari kedamaian yang lalu.

Lalu apa yang harus kita lakukan?

Beranilah mengalah dan beranilah memperbaiki kesalahan kita. Seperti (5,4) tidak akan bisa menjadi (4,4) apabila angka 3 tidak mau mengurangi satuannya sebanyak 1 satuan, dan seperti (3,4) tidak akan bisa menjadi (4,4) apabila angka 3 tidak mau menambah satuannya sebanyak 1 satuan. Apabila kita memiliki visi yang sama tentang kedamaian maka hal yang bernama "kedamaian" tersebut akan terus berkembang menjadi "kedamaian universal" dan yang paling akhir, "kedamaian abadi".

- Jangan meminta kedamaian, satukan visi untuk kedamaian, bersiaplah dalam kedamaian-

6.12.2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun