Mohon tunggu...
Riswan  Hidayat
Riswan Hidayat Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ayam Kalah Dengan Ayam

20 Juni 2017   09:05 Diperbarui: 20 Juni 2017   10:27 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Jargon tersebut "Ayam kalah dengan ayam" saya dapat di grup-grup ayam (ayam jago maksud saya, bukan ayam "yang lain" apalagi alam lain)  yang sudah lebih lima tahun saya ikuti di Facebook , sebut saja grup itu : Jago Bangkok Jogjakarta, Jago Petarung Jogjakarta,  Perkumpulan Penghobi Ayam Kontes Nusantara PPAKN Jogjakarta dan masih banyak lain. Yang jelas anda tidak ingin lebih jauh mengetahuinya. Ya saya tahu itu "Judi itu haram" kata Bang Haji

"Ayam kalah dengan ayam" bukanlah istilah yang bodoh dan primitif, tidak mungkin para penghobi ayam aduan akan mengadu ayam dengan anjing, atau ayam aduan mereka dengan marmut , atau ayam aduan mereka dengan monyet. Itu adalah tindakan yang konyol  tentu saja, akan tetapi hal-hal konyol tersebut bisa dilihat di Youtube. (Yang mana membuktikan hal konyol adalah milik semua bangsa keseriusan harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri-perih yang lain. Ya tentu saja)  Mereka akan mempertemukan ayam aduan mereka dengan ayam aduan yang lain. it's clear cara mengadu jago mereka  adalah warisan.

"Ayam kalah dengan ayam"  juga mempunyai aturan main. Tidak mungkin mereka (para botoh itu) mengadu ayam kate yang beratnya kg dengan jago bangkok yang beratnya 3 kg. Mereka mempunyai semacam kelas dalam petinju yang disebut ukuran. Ukuran 5 = 2,0-2,5 kg, Ukuran 6 = 2,6 - 3,0 kg , Ukuran 7 = 3,1-3,5 kg, Ukuran 8 = 3,6-4,0 kg, Ukuran 9 = 4, -4,5 kg, Ukuran 10 = 4,6-5,0 kg. Dan ukuran itu bisa saja diabaikan tergantung emosi para botoh.  Ini semangkin memperjelas ujaran orang tentang  "Peraturan dibuat hanya untuk dilanggar" adalah sangat manusiawi. Semisal anda mempunyai jago dengan berat 2 kg dan anda lha kok tiba-tiba melupakan ujaran super untuk marah dengan anggun, emosi anda meledak dan anda menantang jago lawan dengan berat 4  kg hal itu bisa saja dan boleh-boleh saja dengan konsekwensi  yarwe-yarwe (bayar sendiri) alias tanggung sendiri.

Satu hal yang dapat di ambil hikmah dari jargon "Ayam kalah dengan ayam"  adalah seberapapun kuat dan perkasanya dirimu masih ada yang lebih kuat dan perkasa lagi, yah mungkin seperti hidup ada saat kita naik ada saat kita turun. Seperti umur yang datang dan tepat waktu  dan tepat janji , pasti akan mendatangi  kita yang merasa menjadi cepat tua dan sebaliknya ada yang tiba-tiba menjadi muda dan di puncak kejayaan. Tak bisa kita menolak atau bertukar nasib. Ya, "Terimalah nasibmu sendiri, wahai ayam".

Dan sebagai penutup  jargon "Ayam kalah dengan ayam"  di mata masyarakat umum maupun di struktur pemerintahan atau di mata para Alumni 212 tidak akan berlaku. Sebagai contoh : Di dapur oleh ibu-ibu jargon "Ayam kalah dengan ayam"  akan digantikan "Ayam kalah dengan penggorengan" , Di meja makan oleh anak-anak yang lapar jargon "Ayam kalah dengan ayam"  akan digantikan dengan "Ayam kalah dengan perut" . Di kecamatan di KTP mu kolom Status Perkawinan tidak mungkin akan di ganti dengan "Ayam kalah dengan ayam"  tidak akan mungkin. Di mata para Alumni 212 "Ayam kalah dengan ayam"  akan digantikan atau tidak akan digantikan tidak akan dibela, luweh. Hal tersebut adalah wajar-wajar saja dan kita mensikapi perbedaan ini sebagai rahmat. Tentu saja Alhamdulillah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun