Pak Ata adalah tetangga kami. Dia tinggal di depan rumah kami, dan kebiasaannya duduk di beranda rumahnya setiap pagi dan sore selalu mengundang saya untuk menyalaminya. Selamat pagi Pak Ata. Selamat sore Pak Ata. Apa kabar Pak Ata. Adalah kata-kata yang selalu saya ucapkan setiap saat saya melihatnya. Dan anggukan dengan senyuman selalu menjadi jawabannya.
Pak Ata adalah salah seorang anggota pengajian rutin yang kami lakukan setiap minggu pagi. Pengajian yang dilakukan oleh para sepuh di sekitar rumah kami, dengan bimbingan Ustad Nur yang sama-sama kami hormati. Pak Ata-lah yang paling rajin mengingatkan kami untuk mengikuti pengajian rutin yang diselenggarakan secara bergilir di rumah para anggotanya. Dan dialah yang selalu datang paling dulu sebelum yang lainnya. Meskipun berjalan dengan bantuan tongkat, karena penyakit persendian yang dideritanya, dia selalu setia datang dari pengajian ke pengajian.
Pada pengajian minggu lalu Pak Atatidak hadir. Menurut informasi, sakit lambungnya kambuh, padahal minggu ini adalah giliran pengajian di rumahnya. Tiba-tiba kemarin saya dikejutkan oleh berita meninggalnya Pak Ata, setelah dirawat di rumah sakit beberapa hari. Kami semua merasa sangat kehilangan. Pak Ata adalah sosok yang sederhana, dan hidup dalam kesederhanaan, meskipun tampaknya bukan orang kekurangan. Dia dulu punya tanah luas di kampungnya yang sekarang tenggelam di dasar danau Jatiluhur. Dengan uang ganti rugi yang diterimanya, dia kemudian pindah ke rumah di depan rumah kami. Dan dengan usahanya membuat dan menjual simping, makanan ringan khas Purwakarta, dia bisa mencukupi kehidupan keluarganya.
Pak Ata bukan siapa-siapa, dia hanyalah seorang yang sederhana. Tapi dari kesederhanaanya terpancar ketulusan hatinya, kejujurannya dan kebaikannya. Inilah yang menyebabkan orang-orang disekitarnya merasa terkesan padanya. Di usianya yang relatif belum terlalu lanjut, 67, dia meninggalkan kami semua, tidak hanya kenangan manis, tapi juga sikap baik dan jujur.
Kami semua kehilangan senyumannya pada saat dia duduk di beranda, di pagi hari maupun di sore hari. Tapi lebih dari itu, kami kehilangan sosok yang jujur, yang tidak banyak dimiliki oleh kebanyakan dari kita. Apabila kita bisa bersikap baik dan jujur, apabila pemimpin kita semuanya jujur, saya yakin Indonesia akan maju.
Kematian akan menghampiri kita, dimanapun kita berada, tapi kematian yang meninggalkan kesan baik, itulah barangkali yang kita harapkan. Selamat jalan Pak Ata, sekarang engkau sedang berjalan menuju surga, tidak lagi menggunakan tongkat sebagai bantuan. Semoga Sang Maha Pencipta menerima amal dan kebaikannya. Amin ya robbal alamin….