Mohon tunggu...
Ris Sukarma
Ris Sukarma Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pensiunan PNS

Pensiunan pegawai negeri, sekarang aktif dalam pengembangan teknologi tepat guna pengolahan air minum skala rumah tangga, membuat buku dan fotografi. Ingin berbagi dengan siapa saja dari berbagai profesi dan lintas generasi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Agus Gunarto, Manusia Langka dari Tlogomas

12 Januari 2010   15:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:30 1731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="alignleft" width="136" caption="Agus Gunarto (www.ashoka.org)"][/caption]

Kalau bukan karena Agus Gunarto, Tlogomas tetaplah sebuah kampung kecil yang tidak dikenal. Sekarang nama Agus Gunarto dan Tlogomas terkenal sampai ke mancanegara, dibahas dalam berbagai forum ilmiah di dalam maupun luar negeri, bahkan sampai forum tahunan para ahli air dan sanitasi sedunia yang biasa berkumpul di Water Week, Washington DC, AS.

Siapakah Agus Gunarto? Dimanakah Tlogomas? Apa yang istimewa dengan tempat ini? Tlogomas adalah sebuah kampung kecil berpenduduk padat di tengah kota Malang, Jawa Timur. Letaknya yang berada pada tepian Kali Brantas menyebabkan limbah rumah tangga dari kampung tersebut semuanya mengalir ke sungai ini, sehingga tingkat pencemaran di kali Brantas, sebagaimana umumnya sungai-sungai di kota-kota besar, sangat tinggi. Kalau saja Agus Gunarto, salah seorang warga yang tinggal di kampung Tlogomas tidak tergerak untuk berbuat sesuatu, dan membiarkan hal itu terus terjadi, mungkin kampung ini tidak akan pernah diketahui orang.

Diawal tahun 80-an kampung yang saat itu dihuni oleh sekitar 70 keluarga, sudah terbiasa untuk membuang hajatnya dalam plastik dan melemparkannya ke Kali Brantas di malam hari, sehingga keesokan harinya banyak diantaranya yang "nyangkut" di rumpun bambu dan menerbarkan bau aroma yang tidak sedap. Agus berfikir keras, bagaimana caranya agar warganya tidak buang hajat sembarangan, dan tidak melemparkan begitu saja "simpanan"-nya sehingga membuat orang lain menutup hidung. Dia waktu itu hanyalah seorang kernet angkutan umum, tapi berbekal tekadnya yang kuat, dia mulai melontarkan gagasannya kepada tetangganya untuk membuat saluran limbah dan mengolahnya sebelum dialirkan ke Kali Brantas.

Pada saat itu tidak satu rumahpun yang memiliki jamban keluarga (WC/kakus). Sebagian besar penduduknya (sekitar 70 %) bermata pencaharian menjadi pengumpul dan pemecah batu dan pekerja sektor informal lainnya. Pada awalnya tidak ada seorangpun yang mau mendengar gagasannya. Dengan rasa penasaran, akhirnya Agus menggunakan uang miliknya untuk membeli pipa pralon dan menampung air buangan dari rumahnya dan mengolahnya dalam beberapa bak penampung sebelum dibuangnya ke Kali Brantas. Upayanya yang tidak kenal menyerah kemudian menarik simpati warga sekitarnya yang mulai bergotong royong memasang pipa air limbah dan menyambungkannya ke masing-masing rumah warga. Keberhasilan pembangunan sistim pengolahan limbah cair rumah tangga tersebut telah berhasil mengangkat Tlogomas menjadi desa yang asri dan bersih, dan setiap rumah telah memiliki kamar mandi/kakus, dimana penduduknya tidak ada lagi yang menjadi pengumpul dan pemecah batu. Kehidupan menjadi semakin baik, bisnis rumah kos telah membuka peluang baru, dan apa yang dilakukan oleh Agus selama beberapa tahun telah menarik minat berbagai fihak, termasuk kunjungan tamu para ahli lingkungan dari Jakarta, bahkan dari luar negeri.

Melalui kesabaran dan ketekunan serta dukungan keluarga dan beberapa orang penduduk yang memakan waktu sekitar 10 tahun semua jerih payah tersebut akhirnya membuahkan hasil. Pada tahun 1996 Agus Gunarto memperoleh gelar Pemuda Pelopor Tingkat Nasional dan tahun berikutnya memperoleh penghargaan Kalpataru Kategori Pengabdi Lingkungan. Kemudian pada tahun 1998 dia mendapat Asian Innovation Award, dan menjadi Heroes of Today yang dinobatkan oleh salah satu majalah di Hongkong.

Pada tahun 1999 penulis mengunjungi Tlogomas dan bertemu langsung dengan Agus Gunarto serta meninjau sistem pengolahan limbah yang dia bangun. Dengan bantuan beberapa teman dari lembaga internasional, penulis berhasil mengundang Agus Gunarto untuk tampil di forum Water Week di Washington DC, AS, untuk berbagi cerita keberhasilan pengolahan limbah rumah tangga hasil karyanya dihadapan peserta dari berbagai mancanegara. Dengan gayanya yang kocak, dibantu seorang penerjemah, Agus mengungkapkan pengalamannya dalam bentuk gambar-gambar karikatur sederhana, yang mengundang senyum sekaligus decak kagum para peserta. Ternyata kunjungan tersebut merupakan awal dari seorang Agus Gunarto untuk berkeliling dunia. Pada tahun yang sama dia diundang ke Belanda dan Swiss. Tahun 2001 setelah mengalahkan 200 peserta lainnya dari seluruh dunia, dia berhasil mendapatkan World Technology Award di Inggris, dengan memenangkan hadiah sebesar US$ 50,000. Tahun-tahun berikutnya merupakan tahun-tahun yang mengantar dia mengunjungi berbagai negara lainnya. Dan dua tahun yang lalu, tepatnya tahun 2008, dia diundang ke istana untuk mendapatkan penghargaan Satya Lencana Pembangunan Bidang Lingkungan Hidup di Istana Negara.

Apa sebenarnya yang membuat dia begitu terkenal dan mendapat begitu banyak penghargaan? Penulis yang sempat dua kali mengunjungi rumahnya dan berbincang agak lama sewaktu mengantar dia ke AS, mencoba untuk mengetahui lebih dalam tentang dirinya. Sebenarnya apa yang dia lakukan amatlah sangat sederhana. Tanpa pengetahuan teknis yang memadai, dengan menggunakan logika berfikir yang sederhana dan nalar yang jernih, yang dia lakukan hanyalah memasang pipa untuk mengalirkan air limbah - kebetulan kondisi lahannya yang curam memungkinkan aliran secara gravitasi - dan mengolah air limbah tersebut sebelum dibuang ke sungai. Bagi para ahli teknik lingkungan, ini bukan sesuatu yang istimewa. Ini justru menjadi istimewa karena dilakukan oleh seorang Agus Gunarto. Saya kira kelebihan Agus adalah dari sisi orisinalitasnya, karena dia tidak pernah membaca buku atau meniru dari orang atau dari tempat lain. Tapi apa yang dilakukannya persis sama dengan apa yang akan dilakukan oleh seorang insinyur teknik lingkungan. Orisinalitas inilah barangkali yang menjadi kunci keberhasilannya. Tidak heran apabila dia juga dinobatkan sebagai orang langka dunia ke-996 oleh World Technology Network (WTN). Dan ini mendorong pemerintah daerah dan bahkan pemerintah pusat untuk meniru konsepnya dan membangun sistem yang sama di beberapa kota lain. Sistem inilah yang kemudian dikenal dengan nama Sanimas, singkatan dari sanitasi berbasis masyarakat, atau community-based sanitation (CBS).

Setelah lebih dari sepuluh tahun tidak bertemu, dua hari yang lalu penulis mencoba menghubungi Agus lewat tilpon. Ternyata sambutannya tetap hangat dan bersahabat. Bahkan dengan bersemangat dia bercerita tentang inovasinya yang terbaru, yakni cairan pengurai sampah berbahan rempah dengan nama biosun dan pokat atau pupuk kadar tinggi hasil formulasi tinja. Menurutnya, biosun ini sudah diujicobakan pada petani apel di Jember dan petani tanaman sawi di Ngantang Kabupaten Malang. Tanaman sawi sebelum diberi pupuk biosun beratnya hanya 1,25 kg, tapi meningkat jadi 3,5 kg setelah diberi biosun, katanya lagi.

Kini, lelaki berperawakan kecil kelahiran Kepanjen, Malang 30 Januari 1951 itu sedang menunggu masa pensiunnya setelah bekerja sebagai pegawai Dinas Kebersihan. Tapi itu tidak menyurutkan semangatnya untuk tetap berkarja, bahkan saat ini menjadi tenaga pengajar di dua perguruan tinggi sekaligus, Universitas Muhammadiyah dan Institut Teknologi Nasional di Malang. Penulis baru tahu bahwa dia ternyata sempat meneruskan kuliahnya di Fakultas Ekonomi Universitas Merdeka Malang sampai mendapatkan gelar sarjana, dan kemudian menamatkan S2 dalam Magister Manajemen di kampus yang sama.

Agus Gunarto memang manusia langka, tapi siapa tahu banyak manusia-manusia langka lainnya di negeri kita yang belum sempat "ditemukan" seperti Agus.

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun