Mohon tunggu...
Risma Indah L
Risma Indah L Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan penikmat hobi

Menulis mencoba menginspirasi Mendidik mencoba memberdayakan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Repotnya (Ingin) Punya Anak

14 Desember 2019   14:21 Diperbarui: 14 Desember 2019   20:37 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi mengajak anak main ke luar. (sumber: freestocks.org)

Seolah memulai tulisan dengan keluhan. Sebenarnya tidak bermaksud demikian. Mungkin lebih tepat, ini sebuah curhatan. Karena terlalu sederhana untuk dibilang sharing kehidupan.

Mengatakan repotnya punya anak adalah fakta yang saya dapatkan, dari pengalaman mengamati saudara, teman, kenalan, orang tua siswa, siapapun itu, yang bergelut dengan kerepotan dalam mengurus anak-anak mereka. Saya mengatakan pengalaman mengamati. Begitulah. 

Pengalaman saya mengasuh anak saya sendiri hanya diberi kesempatan sampai usia 7 tahun 11 bulan dan 5 hari. Satu-satunya "Jagoan" kecil kami, hanya sempat bersama kami selama itu. Ia kembali kepada penciptanya 8 tahun yang lalu karena menyerah pada kanker yang dideritanya.

Saya sebatas dapat bercerita bagaimana mengurus anak sampai usia 7 tahunan. Padahal saya yakin dinamika merawat anak sampai remaja dan dewasa adalah suatu perjalanan menarik, yang penuh warna suka dan duka.

Benarkah kalau punya anak itu repot?
Anak adalah anugerah titipan Tuhan yang didambakan oleh hampir semua pasangan yang menikah. Anak dianggap sebagai penerus keturunan, buah hati, pengikat kasih sayang antara suami dan istri, dan bisa jadi sumber kebahagiaan dalam keluarga.

Meskipun kehadiran anak dalam rumah tangga sangat ditunggu, ternyata mengurus anak-anak juga tidaklah mudah. Terkadang terucap kata lelah ketika harus mencurahkan seluruh tenaga untuk merawat anak-anak kita.

Apalagi ketika usia anak masih bayi dan balita. Ketergantungan anak kepada orang tuanya sangat besar. Bangun tengah malam karena bayi menangis, membagi waktu antara bekerja dan mengasuh anak, belum lagi ketika anak sedang aktif-aktifnya.

Berjalan dan bergerak ke sana kemari seolah tak ada lelahnya. Membuat ayah ibunya kewalahan untuk mengikutinya. Tambah lagi merawat saat mereka sakit

Seringkali yang repot bukan saja ayah ibunya. Tetapi juga nenek dan kakek. Banyak kakek dan nenek mendapat "tugas tambahan" mengurus cucu-cucunya saat orang tua mereka bekerja.

Bagi para perantau atau kaum pendatang seperti saya dan suami yang jauh dari orang tua, pilihan pengasuhan anak saat bekerja saat itu dijatuhkan pada pengasuh paruh waktu yang kami dapatkan dari tetangga sekitar.

Tren saat ini, banyak orang tua yang menggunakan jasa penitipan anak atau PAUD yang berfungsi sekaligus tempat penitipan anak. Alasannya karena tidak ingin merepotkan orang tua dan banyak manfaatnya. Anak dapat mengisi waktu dengan kegiatan positif dan belajar bersosialisasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun