Memberantas radikalisme dan terorisme memang bukan perkaran yang mudah. Penangkapan demi penangkapan dilakukan oleh Densus 88, tapi rencana teror bom masih saja terjadi. Banyak pelaku yang dihukum penjara bahkan ada yang dihukum mati, tapi tidak menyurutkan banyak orang untuk menjadi teroris. Bahkan tindakan teror itu justru dibungkus dengan nilai-nilai keagamaan. Akibatnya, teror dimaknai sebagai bagian dari jihad. Sementara Islam tidak pernah mengajarkan jihad dengan cara kekerasan.
Bibit radikalisme dan intoleransi yang marak ditengah masyarakat, berpotensi semakin mendekatkan diri pada tindakan terorisme. Beberapa waktu lalu, pemerintah telah membubatkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dinilai tidak mengakui Pancasila dan ingin menerapkan kekhilafahan di Indonesia. Sebagai organisasi, HTI memang tidak ada lagi. Namun ideologi khilafah belum tentu bisa hilang dari masyarakat kita. Karena ideologi sangat berkaitan erat dengan keyakinan.
Terbukti, bibit radikalisme di daerah tertentu masih begitu kuat hingga saat ini. Bibit radikalisme ini memang masih pada tataran pemilikiran. Namun jika tetap dibiarkan dan diprovokasi, tidak menutup kemungkinan bisa mengarah pada tindakan teror. Dan itulah yang terjadi selama ini. Jika tidak ada tindakan tegas dari pemerintah, mereka akan tetap tumbuh subur di tengah masyarakat. Sayangnya, tindakan tegas pemerintah itu justru dimaknai sebagai tindaka yang tidak demokrasis. Alasannya, berorganisasi, berserikat, menyampaikan pendapat di depan umum diatur dalam undang-undang. Anggapan ini memang benar. Namun jika kebebasan itu justru bertentangan dengan Pancasila, apakah itu masih dibenarkan?
Ingat, terorisme memiliki akar keyakinan dan motivasi ideologis, yang bisa menyerang siapa saja. Lihat dunia maya saat ini. Maraknya propaganda radikalisme telah merontokkan logika sebagian dari masyarakat. Antara yang benar dan yang salah sudah sulit dibedakan lagi ketika sentimen SARA dimunculkan. Yang terjadi adalah egoisme dan perasaan benar sendiri. Bahkan teror seringkali dimaknai sebagai bagian dari perjuangan menegakkan agama. Ingat, jangan mudah terprovokasi. Bagaimana mungkin memperjuangkan agama dengan cara meledakkan diri? Bunuh diri apalagi meledakkan diri sendiri jelas dilarang dan tidak dibenarkan ajaran agama. Lalu kenapa mereka masih saja melakukan bom bunuh diri? Sekali lagi, jangan biarkan logika terprovokasi.
Pada titik inilah, kita perlu memperkuat ideologi Pancasila yang telah menjadi kesepakatan nasional. Ideologi yang didasarkan pada budaya suku-suku yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Pancasila terbukti menjadi pemersatu atas keberagaman yang ada di Indonesia. Sebaliknya, radikalisme dan terorisme terbukti menjadi pemecah belah keberagaman yang menjadi karakter Indonesia. Karena itu penting untuk memperkuat ideologi kebangsaan. Penting pemahaman wawasan nusantara, agar kita tidak terus mencurigai saudara sendiri. Agar kita tidak terus mencari kejelekan orang lain.
Terorisme tidak hanya sebatas person. Tapi merupakan kumpulan dari keyakinan dan ideologi. Untuk menangkap penyebaran keyakinan ini, maka harus dilawan dengan ideologi damai. Dan ideologi perdamaian itu ada dalam Pancasila.