Mohon tunggu...
Rio Turnip
Rio Turnip Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Anak-anak dan Masa Depannya

22 Juli 2017   20:53 Diperbarui: 22 Juli 2017   20:59 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sering kali terpikir bagi saya ketika melihat membesarnya jumlah penduduk di Indonesia. Angka jumlah penduduk yang terus meningkat tiap tahunnya. walaupun dirasa Indonesia adalah negara yang luas, tapi melihat jumlah penduduknnya yang besar, dengan penyebaran yang tidak merata, membuat sebagian kota besar menjadi padat. mungkin bagi beberapa orang, hal itu tidak terlalu di pikirkan tapi bagaimana jika lihat dari hal-hal sederhana yang ditelusuri secara mendalam, misalkan; banyaknya anak-anak yang menjadi gelandangan, terlantar dijalanan tanpa ada yang mengurusi, terlihat dari situasi dimana mereka telah mangkal dipersimpangan, pinggiran, ditempat keramaian, melakukan hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan di usia mereka. Ada yang mengamen, mengais sampah, mengemis, penghuni terminal, penjaga parkir dan semacamnya. Tidak perlu kita melihat hal tentang berapa jumlah anak yang tidak sekolah di badan pusat statistik sana, dengan melihat pagi-pagi jam sekolah masih kita lihat anak-anak tersebut berkeliaran.

Berbagai macam alasan kenapa kita bisa menemui anak-anak yang demikian, ada yang dari faktor ekonomi karena orang tuanya tidak mampu menyekolahkan, ada yang dari faktor keluarga karena terjadinya pertengakaran yang terjadi dirumah sehingga anak kurang terperhatikan dan mengganggu kejiwaannya sehingga membuat pikirannya untuk hidup bebas, ada yang dari alasan karena orang tuanya menelantarkan anaknnya dijalan karena anak dari hubungan gelap dan banyak alasannya yang bisa menjadi alasan mengapa banyak anak-anak dijalanan dalam artian yang kurang baik.

Siapapun anak, pasti tidak ingin dilahirkan dengan kondisi  yang seperti itu. Sekarang mari kita lihat dari sisi sebaliknya, bagaimana dengan mereka yang bisa bersekolah tapi tidak bisa bersekolah. ini adalah kalimat paling aneh yang pernah terlintas dalam pikiran saya. Hal yang demikian terjadi ketika saya mendengar di era sekarang ditemui ada beberapa orang tua yang mengeluh anaknya tidak bersekolah. Semula saya terkejut, karena dilihat dari kasat mata, orang tua si anak mempunyai kemampuan di bidang finansial untuk menyekolahkan anaknya, namun kenapa tidak bisa bersekolah ? Berdasarkan keluhan yang saya dengar dari orang tua sianak, bahwa sekarang ini anaknya tidak bisa bersekolah karena sekolah terdekat dengan kediamannya tidak menampung anak lagi, karena memenuhi kuota. Terasa janggal mendengar memang keluhan si orang tua, dengan kondisinya, ia tidak bisa menyekolahkan anaknya yang ingin memasuki Sekolah Dasar. 

pikiran saya mulai bercabang mengenai hal itu, disisi lain ada anak yang tidak bisa bersekolah karena permasalah ekonomi, disisi lain ada ada anak yang tidak bersekolah walaupun orang tuanya mampu secara ekonomi. Hal ini terjawab ketika saya mengetahui bahwa jumlah anak-anak dengan jumlah sekolahnya sudah tidak sebanding lagi. Tidak tahu kenapa pikiran saya pun mengarah ke pertambahan jumlah penduduk. tahun demi tahun jumlah penduduk akan bertambah, apalagi program pertumbuhan penduduk yang tidak baik. 

yang muncul dalam otak saya adalah, ketika suatu daerah mempunyai 100 KK dengan rata-rata anak 4,  4orgx 100KK = 400 orang anak yang harus mempunyai tempat untuk disekolahkan, sedangkan jumlah sekolah yang mau menampun jumlah anak berbanding jauh, sehingga tidak akan ada penampung, saya memang tidak pintar menghitungnya secara matematika, tapi jika dirata-ratakan kemungkinan bisa sekitar 30-40 orang anak yang mempunyai umur yang sama, jika dimasukkan pada tahun ajaran baru sekolah, pasti akan terjadi hal yang sebagaimana saya ceritakan diatas, ada siswa yang tidak bersekolah karena setahu saya, untuk ukuran sekolah satu kelasnya berisikan 25-35 orang anak. Hal ini menjadi permasalahan yang sangat rumit. mungkin hal ini bisa diatasi dengan menyekolahkan sianak ke sekolah yang lain, tetapi jika hal yang sama terjadi dengan sekolah dan penduduk daerah tempat lain, pasti ada pula anak-anak yang tidak dapat bersekolah karena hal ini.

sebagaimana penjelasan saya tentang pertumbuhan penduduk yang saya bahas di atas, mungkin bisa kita tilik kearah program pertumbuhan penduduk yang tidak merata, program 2 anak yang di gencarkan terasa terhambat karena ajaran agama. jujur saya tidak ingin memojokkan agama tertentu disini, di islam dijelaskan bagaiamana hal ini, di kristen juga dijabarkan hal yang demikian kemungkinan di agama lain juga demikian, bahwa punya anak adalah anugrah dari yang kuasa, menentang Yang Maha Kuasa pun sangat tidak baik. Tapi ketika saya memakai logika berpikir saya seperti yang dijabarkan diatas, bisa-bisa suatu saat akan ada masa yang rumit dari permasalahn diatas. saya memang tidak melakukan kampanye 2 anak baik, tapi kita harus koreksi diri untuk memikirkan hal itu, kita harus memikirikan keturunan kelak seperti apa masa depannya. saya masih membahas sekolah, bagaiamana mereka yang bersekolah yang ingin mengandalkan izajah sekolahnya untuk mencari pekerjaan, apakah ada jaminan untuk itu. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun