Bibir kebas dan gusi sakit masih terasa. Makan menjadi tidak nyaman, sulit untuk mengunyah. Tidak boleh makan yang keras-kerasjuga makanan sejenis dodol juga dilarang selama seminggu. Sungguh menyiksaku. Makan nasi tanpa kerupuk bagai lebaran tanpa petasan. Sepi!
Sambil menggigit-gigit gigi palsu baru, kenangan itu tetiba hadir. Kenangan ketika gigi ini dioprek para calon dokter gigi di klinik FKG. Gigi menjadi lebih kecil dan tipis. Itu terjadi 24 tahun yang lalu.
13 tahun kemudian gigi palsu itu pun lepas. Kubuang entah kemana. Sebelas tahun tanpa gigi palsu. Nyaris tanpa keluhan. Nyaman. Enak makan dan minum. Tidak seperti sekarang ini. Tersiksa.
Ada yang aneh di mulutku. Ada yang mengganjal di gigiku. Sangat tidak nyaman. Dokter bilang ini fase adaptasi namanya. Dari tiada menjadi ada atau sebaliknya. Dari ada menjadi tiada. Semua perlu proses.
Ketika sebuah amanah jabatan digenggaman tangan. Menikmati semua kemudahan. Melibas yang ada dihadapan. Apabila ini berlangsung lama. Berpuluh tahun maka akan melenakan. Meninabobokan. Kondisi nyaman ini sulit tergantikan.
Ini hanya analogi saya. Bahwa banyak para petinggi yang semakin ambisius mempertahankan kondisi nyamanya. Berusaha mempertahankan posisi dengan berbagai cara. Karena mereka tahu jika kondisi nyamannya terenggut akan perlu adaptasi. Seperti juga memasang gigi palsu.