Mohon tunggu...
Riko Noviantoro Widiarso
Riko Noviantoro Widiarso Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti Kebijakan Publik

Pembaca buku dan gemar kegiatan luar ruang. Bergabung pada Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP)

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Sebulan Bertransportasi Publik Gratis, Mungkinkah?

14 Juni 2019   00:59 Diperbarui: 14 Juni 2019   08:40 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Budaya bertransportasi publik telah lama hilang sejak lama. (KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)

Beroperasinya dua transportasi massal, yakni Lintas Rel Terpadu (LRT) dan Moda Raya Terpadu (MRT), sepatunya menjadi momentum membangun budaya bertransportasi publik dikalangan warga Jakarta. Sepatutnya, pemerintah DKI Jakarta perlu melakukan serangkaian upaya untuk hal tersebut.

Wajah dua moda transportasi itu memang cukup membanggakan. MRT dan LRT sudah memenuhi sebuah konsep transportasi yang memiliki pelayanan modern, armada yang mewah, jaminan perjalanan yang tepat waktu sekaligus cepat. Bahkan memberi kesan prestisius. Warga Jakarta merasa bangga.

Namun kehadiran MRT dan LRT belum menjadi syarat memadai bagi tumbuhnya budaya bertransportasi publik. Terlebih masyarakat sudah terlalu lama terlena dengan transportasi pribadi. Dengan sejumlah alasan yang tidak sederhana. Alasan yang rasional dan efektif.

Transportasi publik konvensional masih carut marut. Pelayanan yang buruk, armada yang tidak layak, tiada jaminan perjalanan yang tepat hingga persoalan lainnya. Ditambah pula biaya transportasi publik yang lebih mahal.

Semua itu kalah jika dibandingkan dengan transportasi pribadi. Dapat lebih cepat mencapai tujuan, tidak terhambat pelayanan, armada yang relative lebih baik dan sebagainya. Semua itu yang membangun masyarkat memilih transportasi pribadi.

Fakta itu bisa tergambar dari jumlah transportasi pribadi yang terus meningkat. Data BPS DKI Jakarta tahun 2017 menggambarkan pertumbuhan kendaraan pribadi lebih cepat dari kendaraan umum. Khusus sepeda motor menempati porsi terbanyak dengan jumlah 13,3 juta, mobil penumpang 3,5 juta, sedangkan mobil bus hanya 338 ribu.

Lebih menariknya dalam data yang sama pertumbuhan transportasi umum darat seperti bus cukup memprihatinkan. Jumlah bus di ibukota Jakarta menurun setiap tahun. Pada tahun 2016 jumlah bus tercatat sebanyak 16.728 unit. Jumlah itu berkurang dibandingkan tahun 2015 yang mencapai 18.744 unit. Artinya ada penuruan 10,76 persen.

Kenyataan tersebut memberi pesan terjadi pergeseran yang mengkhawatirkan pada masyarakat. Dimana para pengguna transportasi publik semakin menurun. Sedangkan penggunaan transportasi pribadi terus meningkat tajam.

Dinas Perhubungan DKI Jakarta membeberkan pertumbuhan kendaraan baru di Jakarta setiap hari mencapai 1.500 unit. Paling besar jenis transportasi sepeda motor dengan jumlah 1.200 unit, dan roda empat atau lebih sekitar 300 unit per unit.

Kondisi ini telah terjadi sejak era orde baru. Disaat industri otomotif mengalami lonjakan. Didukung pertumbuhan ekonomi masyarakat yang membaik. Sedangkan pemeritnah tidak memberikan perhatian terhadap perbaikan tranportasi publik yang berdampak pada hilangnya budaya bertransportasi publik.

Rasanya cukup beralasan jika pemerintah DKI Jakarta memperbaharui kembali budaya bertransportasi publik. Melalui kampanye dan program yang menarik, antara lain menggelar sebulan bertransportasi publik. Dengan target menumbuhkan kembali pengalaman masyarakat menggunakan angkutan umum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun