Mohon tunggu...
Desmira
Desmira Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kejam Mana? Membakar Buku atau Tidak Membaca Sama Sekali?

14 Mei 2019   13:14 Diperbarui: 14 Mei 2019   13:40 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Membaca adalah jendela dunia. Tepat sekali.  Membaca adalah salah satu hal yang sangat mudah dilakukan tapi sangat sulit dilaksanakan.  Mengapa? Saya sedikit memutar peristiwa di SMA di mana setiap hari sebelum masuk pelajaran,  kami selalu dianjurkan membaca buku dan menuliskan inti cerita pada bagian bab di dalam suatu buku yang sudah ditetapkan.

Cara yang bagus.  Ini dapat membuat banyak orang akan merasakan indahnya membaca.  Tetapi lambat laun,  tidak juga.  Mereka lebih memilih menulis isi buku 5 baris untuk mengisi lembaran ketimbang benar-benar membaca.

Aku tidak mengambil jurusan bahasa pada jenjang SMA atau perkuliahan.  Aku mengambil sisi sosial seperti jurusan IPS dan jurusan sosiologi pada perkuliahan.  Tapi niatku untuk mengenal apa arti membaca sesungguhnya berawal dari keinginanku untuk menulis. Mengapa orang sangat malas membaca?

Padahal dengan membaca kita lebih mendominan berpikir lebih dalam dan memperkuat sisi analisis dalam otak kita. Ini juga merupakan suatu yang sangat penting dalam men-olahragakan pikiran kita.  Tidak melulu membaca pesan kecil pada layar smartphone ataupun membaca berita hoax yang melayang diudara tanpa tahu jelas sumbernya.

Tahukah kamu?  Bahwa hal yang terkejam dari membakar buku adalah saat kamu tidak membaca ataupun menyentuh halamannya.  Kamu membeli tapi tidak membaca.  Boros!  Kamu membayar memakai uang tapi seakan yang kamu dapatkan adalah kepalsuan.  Apa arti seorang manusia tanpa membaca.  Semua orang penting di dalam dunia ini pasti mempunyai satu pedoman buku yang sangat disenangin untuk dibaca berkali-kali.

Dengan ketelitian dan kebiasaan dalam membaca,  kita akan mendapatkan sebuah karya milik kita sendiri,  hasil pemikiran sendiri dan keuntungan yang diraup milik sendiri.  Awalnya saya memang sangat malas membaca,  begitu apatis dengan buku , baik buku fiksi ataupun non fiksi.  Aku tidak senang membaca buku.  Intinya seperti itu.

Tapi lambat laun,  aku mulai dikenalkan dengan dunia menulis,  dunia yang membuat kita dapat terkenal.  Aku mulai menulis tetapi tidak membaca.  Kalian tahu hasilnya?  Nihil!  Tulisan itu sangat jelek untuk dibaca.  Pengenalan bahasa yang minim dan peletakan kata-kata yang tidak menarik,  alias hancur lebur.

Akhirnya aku memutuskan untuk membaca,  dari membaca cerita orang,  aku mulai melihat dengan teliti penggunaan bahasa sampai tanda bacaan. Ini sangat membantu walaupun tidak begitu langsung mengerti.  Seperti ini yang dikatakan pelatihan. Pelatihan membaca dan mengerti istilah bahasa yang digunakan penulis agar menarik hati.  

Dengan banyaknya istilah,  aku mulai mondar-mandir KBBI, mencari kata-kata yang bagus untuk dijadikan suatu kalimat.  Kata-kata yang tadinya rancu menjadi teratur dan tidak merusak mata.  

Aku adalah mahasiswa Universitas Riau dengan jurusan sosiologi. Jurusan ini memang sangat memerlukan orang-orang yang mengerti arti menulis. Jadi jika ada yang mengganggap sebelah mata pada jurusan yang kaupilih  maka jangan hirukan dia. Mengingat sosiologi, aku ingat dimana salah satu kesusahannya terletak pada jauhnya jarak dari orangtua. Jika membaca mengenai hubungan antara anak dan orangtua aku sempat menitikkan air mata. Sangat rindu.

Di bulan puasa seperti ini,  lebih baik membaca daripada berbicara.  Membaca cerita islami misalnya.  Selain menunggu adzan berbuka, lebih baik membaca buku dahulu.  Membaca dalam perekatan islam mungkin akan membantu kamu mengenal luas arti islam sebenarnya. Asal dan bagaimana seorang penulis bisa merealisasikan cerita pada pendekatan ajaran islam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun