Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pulanglah Selagi Sempat

7 Oktober 2019   11:19 Diperbarui: 7 Oktober 2019   11:50 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : pixabay

pulanglah, hai yang membawa kabut, membawa tabir berjurai-jurai
karena remang sedemikian kental menggalang seperti pematang
telah pula debu, lumpur dan tahi perjalanan menggenap risau
kaulah yang dinanti, mengetuk sejadi-jadinya
mengais kabut dengan cahaya sangat mengilau
memotong setiap tabir dengan gunting bernama cinta
menggeleparlah, hatiku sungguh terduduk di sini
melihatmu sangat setia menungguku
mandilah, sesungguhnya perjalanan telah membuatmu penat
bersihlah sebagaimana orang-orang yang berkumpul menjadi
bersih

kau pula yang menggetarkan langit dengan lantun
menulusup, menelisik mengajariku memaknai siang
memaknai malam sebelum kelam membawaku lesap ke peraduan

kau pula yang meremas rasa, bagaimana perut mengerti papa
bagaimana leher menjadi kemarau tanpa tetes pelepas dahaga
duhai...orang-orang memanggul cinta
orang-orang bercerita tentang permandian, kesucian
gantilah bajumu dengan yang baru

pulanglah, hai yang menggantung jam, membawa detik berkejaran
menuju menit, menuju jam, menuju hari, menuju tahun
berhentilah berkejaran dengan waktu, karena kau selalu tak akan sampai
karena bersinggah sejenak
melupakan denting jam yang membuatmu terjaga pada kehidupan
ada masanya berjuang, ada masanya pulang sebentar melihat-lihat
lantai yang belum kau sapu, panci-panci menjerang keringatmu
menghitam pantatnya, handuk, kasur, tempat tidur yang menjadi jamu
berbau busuk

pulanglah, hai hati yang bersipingpong
mandilah, sucikan segala sesuci mata kehidupan
yang membuatmu tetap sanggup berdiri, melihat cahaya
menuntun arah kehidupan menjadi lebih bermakna

 

Ujung Pulang, 1019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun