pulanglah, hai yang membawa kabut, membawa tabir berjurai-jurai
karena remang sedemikian kental menggalang seperti pematang
telah pula debu, lumpur dan tahi perjalanan menggenap risau
kaulah yang dinanti, mengetuk sejadi-jadinya
mengais kabut dengan cahaya sangat mengilau
memotong setiap tabir dengan gunting bernama cinta
menggeleparlah, hatiku sungguh terduduk di sini
melihatmu sangat setia menungguku
mandilah, sesungguhnya perjalanan telah membuatmu penat
bersihlah sebagaimana orang-orang yang berkumpul menjadi
bersih
kau pula yang menggetarkan langit dengan lantun
menulusup, menelisik mengajariku memaknai siang
memaknai malam sebelum kelam membawaku lesap ke peraduan
kau pula yang meremas rasa, bagaimana perut mengerti papa
bagaimana leher menjadi kemarau tanpa tetes pelepas dahaga
duhai...orang-orang memanggul cinta
orang-orang bercerita tentang permandian, kesucian
gantilah bajumu dengan yang baru
pulanglah, hai yang menggantung jam, membawa detik berkejaran
menuju menit, menuju jam, menuju hari, menuju tahun
berhentilah berkejaran dengan waktu, karena kau selalu tak akan sampai
karena bersinggah sejenak
melupakan denting jam yang membuatmu terjaga pada kehidupan
ada masanya berjuang, ada masanya pulang sebentar melihat-lihat
lantai yang belum kau sapu, panci-panci menjerang keringatmu
menghitam pantatnya, handuk, kasur, tempat tidur yang menjadi jamu
berbau busuk
pulanglah, hai hati yang bersipingpong
mandilah, sucikan segala sesuci mata kehidupan
yang membuatmu tetap sanggup berdiri, melihat cahaya
menuntun arah kehidupan menjadi lebih bermakna
Â
Ujung Pulang, 1019