Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - Menebus bait

Karyawan swasta dan penulis. Menulis sejak 1989 sampai sekarang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Lorong Rona] Hari Keempat

5 April 2020   07:38 Diperbarui: 5 April 2020   07:35 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : pixabay

Hari Pertama, Hari Kedua, Hari Ketiga

Seolah dia tak pernah sedih, apalagi suntuk. Dengan kehadirannya, suasana cair menjadi lebih cair. Suasana beku menjadi encer. Hiburan tivi parabola di warung kopi Pak Mantap, seringkali kalah menghibur dari lawakan lelaki itu.

Bila kau mengira dia  orang yang terlahir istimewa dan digjaya melucu dengan teori komedi mumpuni, bisa jadi kau salah. Tak ada tampilannya yang lebih hebat dari orang lain, selain hidung bulat pesek menyerupai tomat. Kelopak mata super sipit, sehingga ketika dia tertawa, kau pasti bingung apakah dia mempunyai mata atau tidak.

Perutnya buncit, berbibir tebal, dan bergigi ompong persis di bagian depan. Maka dia s8elalu kalah urusan menggoda gadis dengan siulan. Apakah sebab itu sampai sekarang dia belum kawin? Saya sendiri tak tahu, tak ingin mencari tahu, dan tak mau tahu. Saya tak bisa menemukan benang merah apa hubungan antara siulan dan calon istri.

Walaupun dia pengangguran kelas berat,  tapi dia lebih sibuk dari pekerja kantoran. Baru saja warung Pak Mantap buka sekitar pukul tujuh pagi, dia sudah siap sedia duduk mengangkat sebelah kaki di bangku sudut. Apalagi kalau tidak untuk menjual lawakan, hingga beroleh bayaran sepinggan lontong atau nasi uduk juga secangkir kopi susu.

Selesai acara kongkow-kongkow, dia mulai kerja serabutan,  dari buang sampah, hingga membenarkan  genteng bocor rumah orang. Dia bekerja tak mematok harga. Begitupun penghasilannya tak jarang melebihi jerih- payah orang kantoran.  

Tapi, ya itu tadi, tanpa memiliki tempat kerja yang pasti, maka tetap saja dianggap pengangguran. Sama seperti saya, meski mulut berbuih menjelaskan saya bekerja sebagai penulis, tetap saja masyarakat tak menganggapnya profesi, melainkan sekadar hobi. 

"Apa kau bisa memberi makan anak gadisku dari hobi?" Pertanyaan itu mungkin akan kau dapatkan dari calon mertua. Yakinlah akan sulit bagi seorang penulis untuk mendapatkan mertua. Walah, kok jadi curhat!

Kembali ke cerita pelawak tadi, sebenarnya dia tak selucu namanya. Ramona, begitu bermarwahnya nama itu. Menjadi tak bermarwah, ketika orang lebih mengenalnya sebagai si Kincung.

Belakangan ini, pemilik rumah nomor 04 di Lorong Rona itu, menjadi uring-uringan. Ralat, maksud saya yang uring-uringan, warga lorona. Kincung divonis ahli medis positif Covid-19. Dia terpaksa diisolisasi di rumah sakit Wah selama 14 hari, atau bisa jadi dengan waktu yang batasannya tidak ditentukan. 

Alhasil warung Pak Mantap kehilangan pelawak. Warga Lorong Rona susah hati karena tak ada orang yang mau disuruh-suruh. Memang ada Sonof, tapi bayarannya mahal, meski dia bekerja secara profesinal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun