Mohon tunggu...
Ridwan Hardiansyah
Ridwan Hardiansyah Mohon Tunggu... karyawan swasta -

penikmat huruf dan angka serta tanda-tanda yang menyertainya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Lagi Butuh Ide (Seri Artikel Cuma Menulis Saja)

15 September 2012   18:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:25 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Terkadang, kalimat tersebut muncul manakala sebuah keinginan untuk membuat sesuatu menyeruak. Tetapi, masih samarnya tujuan keinginan yang mau dicapai menjadikan seseorang kerap merasa bingung. “Saya ingin membuat sesuatu, tetapi apa itu?”

Ide merupakan awal kreatifivitas dalam semua bidang profesi maupun keilmuan. Dokter, arsitek, politisi, dosen, jaksa, dan lain-lain profesi dan keilmuan membutuhkan ide. Termasuk, penulis.

Ide sebenarnya tidak pernah hilang. Ide berkeliaran setiap saat di sekitar manusia. Hanya saja, hal itu kerap kurang disadari. Sehingga, manusia terkadang merasa kehilangan ide karena tidak tanggap situasi sekitar. Ketika dalam situasi putus asa, manusia lazimnya memutuskan untuk berhenti berusaha membuat sebuah karya.

Membuat karya baru tidak menandakan semua unsur pembentuknya merupakan hal baru. Banyak karya baru yang sebagian besar unsur pembentuknya justru berasal dari karya-karya yang sudah ada. Sebab, kemampuan manusia hanyalah melakukan inovasi. Karya baru hasil manusia merupakan kreativitas berinovasi terhadap sebuah karya.

Awalnya adalah ide. Dan ide, ada di sekitar masyarakat. Bagi penulis yang ingin menghasilkan karya, hal yang perlu dilakukan cukup menyerap informasi yang ada. Sebab, banyak ide tersembunyi dalam peristiwa yang terjadi. Penyerapan informasi dapat dilakukan dengan berbagai cara.

Membaca adalah penyerapan informasi yang paling umum. Sumber bacaan saat ini mudah ditemukan. Bisa berupa, buku, media cetak, majalah, laman media internet, sampai media digital.

Mendengar bisa menjadi sarana penyerapan informasi lain. Banyak hal bisa didengar, mulai dari ceramah agama, kuliah dari seorang dosen, cerita pengalaman seorang teman, atau narasi pembicara sebuah forum diskusi.

Informasi juga bisa diserap dengan melakukan interaksi langsung. Sebagai makhluk sosial, kodrat manusia untuk berinteraksi. Misalnya, belanja di pasar, berkunjung ke museum, atau sekadar, berbincang dengan sahabat.

Penyerapan informasi merupakan langkah pertama untuk mengumpulkan ide yang masih tercecer. Langkah berikutnya adalah mencatat ide yang terdeteksi dari penyerapan informasi. Kenapa harus dicatat?

Alasannya sederhana, kegiatan menulis biasanya tidak dilakukan serta merta ketika ide ditemukan setelah menyerap informasi. Hal itu karena, penyerapan informasi bisa dilakukan kapan saja. Seusai membaca majalah saat menunggu antrian di bank, tengah melihat harga barang di supermarket, atau saat duduk di dalam bus. Kondisi tersebut, meskipun tetap memungkinkan, biasanya menyulitkan untuk langsung menulis karena keterbatasan waktu.

Sementara, ingatan manusia terbatas. Saat sudah menemukan waktu yang tepat untuk memulai menulis, ide yang ditemukan sebelumnya sangat mungkin tidak lagi teringat. Itulah mengapa terkadang kita sering merasa kesulitan ide. Dengan mencatat, ide yang ditemukan bisa tersimpan. Sehingga, kapanpun hendak menulis, kita cukup membuka kembali catatan ide yang telah dibuat.

Mengumpulkan banyak ide dalam catatan, biasanya menjadi salah satu cara penulis profesional. Tidak hanya satu, dua, atau tiga ide. Bahkan sampai belasan atau puluhan ide terkumpul, penulis profesional baru akan menulis. Sebab, temuan ide yang satu dengan yang lainnya bisa saling terkait. Hal itu tentunya dapat memperdalam isi tulisan yang akan dibuat. Secara umum, kegiatan mengumpulkan ide kerap disebut menabung ide.

Pada zaman yang serba canggih sekarang ini, kegiatan mencatat sepertinya tidak lagi menyulitkan. Kita tidak perlu berepot-repot selalu membawa kertas dan pena kapanpun dan di mana pun. Teknologi komunikasi berupa telepon seluler (ponsel), yang telah menjadi barang pelengkap wajib, sudah mampu menjadi sarana untuk mencatat. Meskipun, beberapa orang masih senang membawa pena dan buku saku di dalam tas.

[]

Kunjungi juga di sini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun