Mohon tunggu...
Ridho Putra Pratama
Ridho Putra Pratama Mohon Tunggu... -

I'm not like what you see

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ketika Kebebasan Menjadi Sebuah Ancaman

19 Juni 2016   20:44 Diperbarui: 19 Juni 2016   21:12 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Terkekang, ialah kata yang pas untuk menggambarkan suasana pemerintahan rezim orde baru. kekuasaan yang otoriter pada masa tersebut, membuat masyarakat seolah-olah menjadi boneka untuk mengikuti alur cerita pemerintah yang penuh lika-liku permasalahannya. Jatuhnya rezim orde baru pasca gerakan sosial yang di prakarsai oleh mahasiswa pada 1998, hal tersebut memberi sedikit ruang bagi rakyat Indonesia untuk bersuara di ruang publik termasuk kebebasan berekspresi.

Sebagai sistem pemerintahan yang dipilih oleh rakyat Indonesia, demokrasi yang berkembang di negara ini bukanlah seutuhnya demokrasi yang sesuai dengan Pancasila  melainkan lebih cenderung pada aspek liberal. Melihat kebebasan terutama bersuara diruang publik/berekspresi, hal ini mungkin dapat dikatakan melebihi apa yang diharapkan pada pasca orba. Semua orang terutama di media sebebas-bebasnya berpendapat walapun isinya berupa hinaan, caci maki atau mungkin fitnah.

Disatu sisi, hal ini adalah suatu langkah yang dalam perkembangan partisipasi politik di Indonesia karena telah membuat masyarakat sadar akan pentingnya politik terutama mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak berjalan semestinya tetapi di sisi lain, dengan diberikannya kebebasan berekspresi & berpendapat Kadangkala membuat seorang individu bertindak sewenang-sewenang terhadap orang lain yang dianggap berbeda baik sikap, tindakan, perilaku atau paham serta juga mengabaikan hal hal yang bersifat primordial (SARA). Kesewenang-wenangan inilah yang menjadi kekhawatiran karena dapat merusak karakter bangsa.

Kebebasan berekspresi atau berpendapat yang sekarang dialami bangsa ini, dapat dibilang cukup buruk, karena memudarkan karakter bangsa ini yang ramah, hal tersebut merujuk pada maraknya Hate Speech (ujaran kebencian). Mengenai Hate Speech tersebut belum ada definisi yang pasti tetapi dari beberapa sumber yang saya baca, Hate Speech adalah tindakan perkataan/berekspresi yang dilakukan oleh individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada individu atau kelompok yang lain dalam  berbagai aspek seperti ras, warna kulit, etnis, gender, dan hal-hal yang bersifat primordial lainnya.

Pada 8 Oktober kepolisian RI mengeluarkan Surat Edaran (SE) kepolisian RI No. SE/6/X/2015  guna mengatur fenomena Hate Speech yang terjadi di masyarakat.

Menurut surat tersebut dikatakan Hate Speech itu sendiri merupakan tindak pidana yang memiliki unsur pencemaran nama baik, penghinaan, menghasut, penyebaran berita bohong, perbuatan tidak menyenangkan,  penistaan, memprovokasi, dan semua tindakan yang bertujuan atau berujung pada diskriminasi, konflik sosial, kekerasan, atau penghilangan nyawa. Serta beberapa aspek yang meliputi hal yang bersifat primordial seperti suku, agama, kepercayaan, ras, orientasi seksual, etnis, kaum difabel, antar golongan, warna kulit, dan gender.

Terbitnya surat edaran tersebut tentunya menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Bagi kelompok yang menolak surat edaran ini, dari sudut pandang mereka hal tersebut merupakan penghambat nilai-nilai demokrasi terutama dalam kebebasan berekspresi. Sedangkan untuk kelompok pendukung aturan ini, memandang hal ini sebagai langkah guna memperbaiki sistem demokrasi yang sudah melenceng dari jalurnya.

Ada beberapa perspektif lain yang menyatakan bahwa dalam surat edaran tersebut merupakan pedoman untuk memberikan kritik dengan cara yang lebih elegan dan beradab tentunya, inilah cara yang seharusnya digunakan oleh orang untuk bersuara di ruang publik. Seperti halnya mengkritik tanpa menggunakan kata-kata kasar yang berunsur hinaan atau ejekan. Ketika Hate Speech ini merupakan tindakan yang dapat berambisi menimbulkan konflik horizontal, tentunya hal tesebut sangat tidak diharapkan.

Perbedaan persepsi pada suatu pendapat atau kebijakan adalah hal yang wajar dalam hal pembangunan. Perlu kita ketahui kalau ada cara yang lebih baik dalam menyampaikan kritik di ruang publik. Tentu harus ada aturan dalam kebebasan berekspresi terutama untuk fenomena Hate Speech. Mungkin kita sebagai manusia telah lupa bagaimana karakter bangsa sendiri karena semakin berkembangnya zaman maka semakin banyak perubahan sosial yang terjadi.

Nilai-nilai moral seperti toleransi dan saling menghargai yang seharusnya menjadi tolok ukur sebagai generasi yang maju. Demokrasi merupakan sistem yang baik untuk bangsa ini tetapi bukannya kita harus terikat dengan situasi yang ditimbulkan sistem tersebut karena sistem yang dibuat oleh manusia pastilah ada buruknya sehingga bisa saja menimbulkan gesekan horizontal maupun vertikal di masyarakat. Sebagai bangsa yang berbudaya dengan generasi pembangun yang berprestasi, maka kita harus bisa menelaah bagaimana berekspresi dengan cara yang santun tetapi memiliki nilai kritis yang tinggi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun