Mohon tunggu...
-
- Mohon Tunggu... Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jayabaya -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

-

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

RJ Lino Tersangka, Permainan PDIP Terbongkar, dan Mafia BUMN Pesta Pora

26 Desember 2015   10:56 Diperbarui: 26 Desember 2015   18:42 17854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="RJ Lino (Twitlustrasi.com)"][/caption]

Salah satu Presiden Direktur yang paling berperan dalam mengembangkan kemaritiman Indonesia yang tak lain adalah bagian dari untuk mewujudkan program Presiden Jokowi yakni mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia adalah Direktur Utama Pelidno II, RJ Lino. Namun kini sosok yang paling berperan mewujudkan program Presiden Jokowi tersebut sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Yang mana Komisi anti rasuah itu menetapkan RJ Lino sebagai tersangka terkait pengadaan quay container crane yang diduga merugikan keuangan negara hingga 60 miliar. Penyelidikan yang dilakukan oleh Komisi anti rasuah sudah berlangsung sejak 2010 , Namun sejak DPR membentuk pansus yang anggota-anggota pansusnya adalah orang yang berkepntingan dengan pelabuhan paling sibuk di Indonesia, Publik dikejutkan dengan penetapan tersangka oleh KPK terhadap RK Lino.

Penetapan RJ Lino sangat sarat akan kepentingan politik yang sangat mudah terbaca bagi orang yang benar-benar memahami kepentingan besar didalamnya. Sarat akan kepentingan politik adalah ketika DPR membentuk pansus untuk menyelidiki dugaan pelanggaran dalam perpanjangan kontrak Jakarta International Container Terminal (JICT) yang mana berdasarkan hasil akhir dari penyelidikan yang dilakukan oleh pansus tersebut menyebut bahwa ada pelanggaran dalam perpanjangan kontrak JICT, yakni Pelindo II tidak melakukan konsensi sebagaimana yang diatur dalam UU No 17/2008 tentang pelabuhan.

Namun ada beberapa alasan yang dapat membantah bahwa RJ Lino melakukan pelanggaran karena tidak melakukan konsensi sebagaimana yang diatur dalam UU No 17/2008 tentang pelabuhan bahwa badan usaha milik negara harus memiliki konsensi dengan syarat di daftarkan pada Kementrian Perhubungan. Alasan-alasan tersebut antara lain,

  1. Pertama. Pada 2019 mendatang atau tepatnya 4 tahun lagi akan ada kompetensi pelabuhan internasional di Tajung Priok, yang merupakan salah satu pelabuhan paling sibuk di Indonesia ini, atas dasar itulah perpanjangan kontrak Jakarta International Container Terminal (JICT) dengan Hutchison Port Holdings (HPH) dilakukan, karena jika tak diperpanjang, secara otomatis maka pelabuhan Tanjung Priok gagal mengikuti kompetensi bergengsi sekaligus yag dapat mengangkat sektor kemaritiman Indonesia di kancah internasional sebagaimana yang diinginkan oleh Presiden Jokowi.
  2. Kedua. Pelindo II memiliki kesempatan untuk mengoptimalkan keuntungan dari sisa perjanjian samapi 2019 dengan total US$ 486,5 juta. Nah jumlah tersebut berdasarkan penghitungan bahwa perseroan akan mendapatkan uang muka sebesar US$ 215 juta, selain itu perseroan juga mendapatkan peningkatan nilai sewa yang dipercepat yakni senilai US$ 110 juta. Maka dari situ ada keuntungan dari pengembalian terminal 2 JICT senilai US$ 135 juta sampai 2019 mendatang.
  3. Ketiga. Diluar masalah finansial yang ada, keputusan memperpanjang kontrak Jakarta International Container Terminal (JICT) dengan Hutctison Port Holdings (HPH) juga bisa dipastikan memberikan ikim investasi  asing yang baik bagi Indonesia, hal ini mengacu pada semangat Presiden Jokowi yang ingin menarik sebanyak-banyaknya investor dari luar untuk menanamkan asetnya di dalam negeri.
  4. Keempat. Pelindo II dapat mengembangkan pembangunan infrastruktur tanpa membebankan ke pemerintah, hal ini pula yang akan cepat mewujudkan program utama Presiden Jokowi yakni mengembalikan kejayaan sektor maritim dunia sebagaimana Indonesia pernah menjadi pusat maritim dunia beberapa abad yang silam. Pembangunan 7 proyek yang saat ini sedang digarap oleh Pelindo II adalah bagian konkrit RJ Lino yang secara konsisten ingin mewujudkan program Presiden Jokowi tersebut, tak tanggung-tanggung, 40 triliun digelontorkan untuk mengarap proyek yang bisa mempercepat pengembalian Indonesia sebagai pusat maritim dunia. Dari empat alasan tersebut kalau ingin dikaitkan dengan hasil akhir temuan pansus Pelindo II yang menyebut bahwa ada pelanggaran dalam perpanjangan kontrak antara  kontrak Jakarta International Container Terminal (JICT)  dengan Hutchison Port Holdings (HPH) tidak relevan dan terkesa ini adaah bagian dari upaya untuk mengkriminalisasi RJ Lino terkait kebijakan yang dilakukannya tersebut.

Apalagi ada kesalahan prosedur yang dilakukan oleh Pansus Pelindo II tersebut yakni penyerahan hasil temuan tersebut, seharusnya dilakukan 60 hari sejak pansus dibentuk dan melakukan penyelidikan, Namun pada faktanya yang terjadi justru Pansus Pelindo II ini melanggar UU No 17/2014 tentang MD3 yakni bahwa harus dibawa ke dalam rapat paripurna terlebih dahulu dan meminta tanggapan dari fraksi-fraksi, dan ini tidak dilakukan oleh Pansus Pelindo II.

Kasus yang menjerat RJ Lino kian politis ketika kita mencermati rekomendasi pansus Pelindo II yang terkesan memaksa dan mengatur-ngatur Presiden Jokowi untuk mencopot Menteri Negara BUMN, Rini Soemarno dan RJ Lino- yang kemudian diberhentikan dari jabatannya sebagai Direktur Utama Pelindo II atas rekomendasi Dewan Komisaris Pelindo II. Atas rekomendasi yang disertai pelanggaran prosedur undang-undang No 17/2014 tentang MD3 tersebut bisa diartikan bahwa Pansus Pelindo II yang diketuai oleh Rieke Diah Pitaloka (pemeran Oneng dalam bajaj-bajuri) makin terlihat memiliki kepentingan yang sabgat besar di Pelindo II Hal ini mengacu pada hak prerogatif Presiden soal pemberhentian menteri juga dimasuki oleh Pansus.

Kini atas penetapan tersangka oleh KPK terhadap RJ Lino yang sarat akan kepentingan politik tersebut justru bisa menganjal rencana besar Pelindo II yang akan bekerjasama dengan Pelindo I dan Pelindo IV dalam membangun 24 pelabuhan di seluruh Indonesia. Pembangunan pelabuhan-pelabuhan tersebut adalah cerminan nyata bahwa RJ Lino memang memiliki itikad baik untuk mewududkan program Presiden Jokowi yang ingin mengembalikan kejayaan maritim Indonesia yang dahulu kala sangat berjaya.

Tentunya untuk mewujudkannya membutuhkan nilai investasi yang sangat besar. Di saat Pelindo II sedang merencanakan dan menyiapak rencana besar yang akan mengembalikan kejayaan maritim Indonesia yang bisa dikenal sampai internasional, Pansus Pelindo II justru mengeluarkan rekomedasi dan rekomedasi yang sarat kepentingan PDIP tersebut bagi KPK tak butuh waktu yang lama untuk menetapkan RJ Lino sebagai tersangka oleh Komisi anti rasuah, KPK atas dugaan telah merugikan keuangan negara dalam pemeblian quay container crane.

Sebuah ironi yang terjadi di negeri ini terutama KPK, Penyelidikan kasus yang diarahkan pada Lino sudah berlangsung sejak 2010 dan pada saat itu pula berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), tak ada kerugian negara dalam pembelian container crane tersebut, dan sebelum Pansus bernyanyi KPK tak ada tanda-tanda menarget Lino, Namun setelah Pansus Pelindo II bernyanyi, terutama Rieke Diah Pitaloka, dan Masinton Pasaribu, Lino langsung menjadi tersangka dan itu pun penetapan Lino sebagai tersangka terkesan dipaksakan dan kental akan kepentingan politik PDIP yang juga mengicar posisi di lahan basah tersebut.

Saat Presiden Jokowi menyatakan bahwa sektor maritim adalah prioritas utama, tanpa mengesampingkan sekotor-sektor lainnya, ini memberikan semangat  yang luar baisa bagi RJ Lino untuk membantu Presiden Jokowi mewudkan keinginan tersebut, Namun Pansus Pelindo II yang paling didominasi oleh PDIP justru yang paling bersemangat untuk melemahkan semangat RJ Lino. Selain itu yang paling fatal dari pencopotan RJ Lino adalah akan berimbas pada Direktur Utama Pelindo I, Pelindo III, dan Pelidno IV, Karena penetapan tersangka tersebut juga mengundang rasa takut pada petinggi Pelindo di Pelindo I, Pelindo III, dan Pelindo IV.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun