Mohon tunggu...
Reza Nurrohman
Reza Nurrohman Mohon Tunggu... Wiraswasta -

manusia yang terus bertumbuh. tidur dan makan adalah hal yang lebih menyenangkan sebenarnya namun berkerja merupakan kewajiban saya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Video Oknum Kapolres Mabuk Cekoki Warga Viral Polisi Butuh Revolusi Mental

15 Juli 2017   14:35 Diperbarui: 15 Juli 2017   15:12 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Belum lepas dari ingatan kita kasus pembunuhan taruna akpol akibat sentimen korps kedaerahan yang mengakibatkan seluruh jajajaran dan lembaga akpol berubah lalu kasus rusuhnya penerimaan taruna akpol jawa barat namun kini muncul juga isu terbaru. Beredar video viral youtube yang sepertinya berasal dari kamera CCTV ternyata ada oknum Kapolres Simalungun AKBP Marudut Liberti Panjaitan sedang asyik mabuk bahkan sampai cekoki warga sipil di Karaoke Studio 21 di Jalan Parapat, Pematangsiantar pada Rabu (12/7/2017) dini hari. 

Di sisi lain, kita juga harus apresiasi respon cepat Polda Sumatera Utara untuk segera melakukan penangkapan dan pemeriksaan di Hotel Sapadia. Namun di sisi lain, kita juga harus mempertanyakan sistem seleksi internal kepolisian bagaimana bisa kapolres yang merupakan posisi strategis pimpinan polisi di suatu cabang daerah perilakunya sangat jauh dari doktrin kepolisian Indonesia? Bukankah ini tandanya Presiden Jokowi kecolongan karena aparat yang diharapkan menjadi garda terdepan revolusi mental warga sipil malah sepertinya lebih butuh revolusi mental.

Gebrakan-gebrakan Jenderal Polisi Tito Karnavian dalam pemberantasan terorisme melalui densus ataupun mutasi-mutasi internal bagi oknum polisi bermasalah memang patut kita apresiasi namun sepertinya kurang cukup. Melihat beberapa kasus yang sudah saya sampaikan diatas permasalahan kepolisian bukan sekadar teknis, melainkan problem di tubuh kepolisian amat begitu kompleks dan saling terkait. 

Sebaiknya Jenderal Tito Karnavian lebih berani lagi untuk membenahi sistem manajemen SDM polisi. Menurut data yang saya dapat memang benar jumlah polisi termasuk yang terbesar didunia namun dari segi keilmiahan jumlah perbandingan polisi vis a vis masyarakat sipil masih jauh dari kata ideal. Sebaran tamtama, bintara dan perwira terlalu besar gapnya dalam tubuh kepolisian. 

Dengan banyaknya jumlah perwira yang mengakibatkan banyak diantaranya malah non job ataupun sekolah bahkan diperbantukan ke instansi lain seperti imigrasi dan bakamla. Sepertinya Jenderal Tito harus mempertimbangkan meniru kebijakan pertahanan dan kemanan kabinet Muhammad Hatta di masa lalu yaitu restrukturisasi tanpa menyertakan rasionaliasi tentunya karena jumlah polisi masih kurang. 

Restrukturisasi bisa dilakukan untuk melakukan perampingan jumlah perwira yang ada dengan menurunkan jabatan kepada bintara dan tamtama. Terapkan sistem piramida secara konsisten agar jumlah perwira sebagai ujung tombak kelas atas kepolisian memang benar-benar ahli dan layak. Jangan ragu untuk mengisi posisi kelas menengah bintara dan posisi kelas bawah tamtama karena memang idealnya suatu organisasi ramping diatas dan padat dibawah. 

Di sisi lain polisi memang perlu mencontoh Jenderal Gatot Nurmantyo yang berani tegas memecat serta memenjarakan anak buahnya yang bandel bahkan jika ada yang terlibat narkoba seperti oknum paskhas di solo, TNI berterimakasih kepada BNN dan polisi yang telah menembak mati anggotanya. Jenderal Tito harus merubah pendekatan halusnya selama ini dengan mutasi atau masuk kotak kepada oknum polisi bermasalah menjadi turun jabatan ke bintara atau tamtama bahkan pemecatan agar menimbulkan efek jera dikalangan interna kepolisian.

Soal doktrin dan lembaga pendidikan saya rasa masih ada yang kurang karena paska kasus pembunuhan taruna akpol memang benar bahwa sistem pendidikan akademi kepolisian mengalamami perombakan total namun sepertinya polisi melupakan sumber lain untuk pendidikan polisi. Dengan kasus oknum kapolres yang mabuk perlu juga rasanya polisi melakukan perombakan pendidikan polisi untuk sumber tamtama bintara dan sarjana. 

Mengingat dengan sistem karir yang sekarang berlaku pada kepolisian dan militer sangat dimungkinkan bagi tamtama bintara dan perwira sumber sarjana untuk bersaing menuju jenjang perwira tinggi apabila ada prestasi dan sekolah pimpinan maka jangka waktu pendidikan tamtama bintara dan sumber sarjana yang hanya setahun lebih sangat sedikit dibandingkan akademi kepolisian perlu perombakan total agar outputnya tidak bermasalah. 

Terakhir, terkait lingkungan kepolisian ada baiknya meniru militer dalam hal pemukiman khusus tempat tinggal anggota dan keluarga. Saya rasa hal ini sangat diperlukan untuk mempermudah pemantauan inspektorat internal lembaga kepolisian kepada anggota dan keluarga besar agar kasus polisi mabuk ini tidak terulang. Memang benar sudah ada pemukiman khusus kepolisian namun kenyataanya tidak semua anggota tinggal disana dan jumlah pemukiman ini sangat kurang bila dibandingkan militer TNI. Padahal dalam prakteknya sistem pemukiman ini dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk melakukan pengawasan dan pembinaan internal.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun