Mohon tunggu...
Retno Putri
Retno Putri Mohon Tunggu... -

seorang yang suka berpetualang, \r\nbiasa dipangil @nonoputri\r\nmenulis adalah hal yang baru ia sadari hal penting dalam hidup,,\r\nIkatlah Ilmu dengan tulisan....\r\nbiar gak lupa :D

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ayah, Ibu...

25 Juni 2011   05:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:11 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Cacing,begitulah anak lelaki itu dipanggil.Anak berusia delapan tahun itu sedang duduk menatap lampu merah menyala,dirasanya sentuahan cahaya matahari yang menyengat menusuk kulit hitamnya,kemacetan yang selalu terjadi di perempatan kota ini adalah pemandangan yang setiap hari menjadi santapannya,denagan menggunakan sepatu hitam kesayangnanya yang selalu dia guanakan setiap hari,yah,setiap hari sepatu itu digunakan karna tak ada sepatu lain yang ia dapat digunakan,mana cukup uang hasil mengamen Cacing digunakan untuk membeli sepatu baru,uang itu cukup untuk makan sehari tiga kali-pun sudah bagus.

Lampu merah mulai menyala,anak jalanan mulai turun ,dan segera menghampirikendararan mewah yang berhenti menunggu lampu hiajau menyala,perempatan itu adalah aksesmenuju tol ke arah jakarta,tentu saja skendaraan pun sangat padat,belum lagi sepeda motor yang membanjirijalan itu,dengan semangat cacing menyanyikan lagu favoritnya “Ayah”,seorang lelakiparuh baya kemudian membuka kaca mobil dan memberiakan Cacing uang logam Rp.500.padahal dengan senyuman yang terpancar dari wajah Cacing,hal itu menunjukan rasa terimakasih cacing pada lelaki tersebut.di sisi sana seorang teman cacing juga masih menyanyikan lagu yang sedang terkenal saat itu”Aku Bukan bang Toyib”,namun sudah dari tadi gadis keciil ini menyanyi ,rupanya hati bapak berkacamata dalam mobil berwarna merah itu masih enggan membukakan kaca mobilnya,dengan wajah kusut gadis kecil ini pun meninggalkan mobil tersebut,baru saja ia berniat menuju mobil lainnya,lampu hijau sudah mulai menyala,,dan anak-anak jalanan lain segera merapat ke trotoar.

Cacing sudah seharian mengamen ,saatnya menghitung uang ujarnya dalam hati,nampaknya hari ini jumlah uang yang ia dapat tidak cukuup banyak,namun setidaknya nanti malam ia bisa makan dengan lauk favoritnya,telur dadar.

Cahaya Matahari semakin larut,nampaknya sang surya akan segera beranjak dari peraduannya.ah,uang ku belum cukup banyak,hari semakin senja.apa yangharus aku setorkan pada bang jenggot,cacing menggerutu dalam hati.seumur hidupnya ia tak tau siapa orang tuanya,semenjak kecil bang janggot mendidiknya untuk jadi prngamen jalanan,hidup dijalan,dan tidur di kolong jembatan .cacing tak tahu harus bagaimana bersikap sopan pada orang tua,membacapun ia pelajari dari seniornya dijalanan,yang berbaik hati menyediakan waktu untuknya belajar .

Ditatapnya sosok lelaki dengan kemeja kotak nuansa coklat,

“bang,,,”

“Apa kau cing,mana uang hari ini,?”

“Hanya sedikit ,maafkan aku bang”

“ Ah,kau ini cing,ya sudahlah ta apa,mana berikan pada abang”

Segera cacing memberikan uang setorannya pada bang jenggot,kemudian pergi begitu saja untuk mencari makan ke warteg terdekat,namun sayangnya warteg yang dituju cacing sudah tutup,kemudian Cacing mencari warteg lainnya,di bawah cahaya lampu malam yang mengiasi kota kembang ini,dia melihat tukang bakso Malang, mejeng di pinggir jalan,sudahlah,tak apa aku makan bakso,dari pada perutku inikeroncongan,desahnya dalam hati.

“mang,pesen baksonya yang isi telur yah,ada ga mang?!”

“wah ,atuh jang,ga ada bakso isi telur d saya mah,yang biasa aja lah,mau gak?

“sok atuh mang,,tapi empat rebu aja yah,hehehe”

“sok tenanaon jang” jawab juragan bakso itu.

Tak usah menunggu lama ,cacing mendapatkan bakso malang itu,dengan lahapnya ia makan ,saat itu pula di sebrang sana,tepatnya di restoran masakan jepang, seorang anak laki-laki seusianya,memegan tangan Ayah anak lelaki tersebut ,dan sisi sebelahnya lagi ibu-ibu paruh baya tertawa dalam keceriaan bersama anak itu,sambil berjalan keluar dari tempat itu,sambil memegan mangkuk baksonya,Cacing menangis perih dalam hatinya menyaksikan mereka di sebrang jalan ,ya,Tuhan,Aku rindu Ayah dan Ibu ku,aku ingin tahu seperti apa mereka,dan apakah mereka merindukan ku juga ?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun