Mohon tunggu...
Reni Soengkunie
Reni Soengkunie Mohon Tunggu... Freelancer - Tukang baca buku. Tukang nonton film. Tukang review

Instagram/Twitter @Renisoengkunie Email: reni.soengkunie@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Review Buku "Setan Van Oyot": Roman Picisan Tanpa Nuansa Horor

20 November 2019   18:25 Diperbarui: 20 November 2019   18:52 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Kali pertama melihat judul novel ini, pasti banyak orang mengira bahwa buku ini merupakan sebuah buku bergenre horor. Saya pun awalnya agak terkecoh dengan judul ini. Agak sangsi juga sih sebenarnya, karena selama ini kita tahu bahwa Eyang Djoko Lelono ini bisa dibilang tidak pernah menulis buku yang bertema setan-setanan. 

Beliau merupakan penulis senior yang lebih sering dikenal sebagai penulis anak-anak atau penulis fiksi ilmiah remaja. Bisa dibilang ini merupakan novel fiksi dewasa pertama beliau yang kebetulan mengangkat cerita sejarah di zaman kolonial Hindia Belanda tahun 1930-an.

Novel setebal 293 halaman ini dibuka dengan cerita kehidupan keluarga Pak Kromo. Ia merupakan seorang penjaga Kamar Bola yang memiliki anak gadis yang cantik jelita, Tinah. Dia merupakan kembang desa yang lagi mekar-mekarnya dan merupakan anak dari Kyai Oyot. 

Awalnya saya mengira bahwa cerita utama dalam novel ini akan berporos pada percintaan Tinah dan pemuda yang bekerja sebagai juru ketik kelurahan. Seperti yang dijelaskan di bab awal, bagaimana terlihat jelas Bapak Tinah alias Pak Kromo ini sangat tidak setuju dengan hubungan keduanya. Namun lagi-lagi saya salah tebak, Eyang sungguh sangat piawai dalam mengecohkan pikiran pembaca.

Setelah di bab pertama bercerita tentang Tinah dan keluarganya, maka di bab kedua kita akan dikenalkan oleh seorang Sinyo, tuan muda Belanda yang nekad berlayar ke Indonesia demi mencari ayahnya yang sudah belasan tahun tidak pulang ke Nederland. Dia merasa kasihan setiap malam melihat ibunya yang terus-terusan menangis karena merindukan ayahnya yang ditugaskan di Tanah Jawa. Segala ekspetasi sudah terngiang di kepala Thijs Van Dijk akan pertemuan pertamanya dengan sang ayah. Apakah ayahnya akan mengenalnya setelah belasan tahun tidak bertemu? Apakah dirinya mirip dengan sang ayah?

Lelaki muda berambut pirang dan bertubuh kurus itu selalu membayangkan tentang pertemuan yang begitu haru antara dia dan ayahnya. Tanpa dia sadari bahwa dalam kesepian sang ayah yang jauh dari anak istrinya itu, sang ayah tengah digandrungi oleh seorang perempuan cantik yang terobsesi menjadi Nyonya Belanda. 

Sus kesi, perempuan muda berparas cantik yang selalu berkeinginan menjadi istri seorang Belanda. Dia selalu mengira bahwa setelah dia menjadi Nyonya Belanda maka kehidupan masa depannya akan terjamin dan dia bisa hidup dengan mapan.

Siapa sangka, jalan untuk menjadi seorang Nyonya Belanda yang sudah berada di depan mata, mendadak dijegal dengan kehadiran seorang anak lelaki Kepala Kantor Pos yang akan menjadi suaminya itu. Saat bertemu Sus Kesi yang cantik jelita ini, saya sempat menebak kembali bahwa mungkin nantinya Thijs akan jatuh hati pada Non Kesi dan akan berebut cinta dengan ayahnya. Namun saya salah sangka lagi, ceritanya tak seperti itu adanya.

Di tengah kegalauannya, Sus Kesi akhirnya mendatangi Mbah Benjol untuk meminta saran pada seorang penjaga pohon keramat tersebut. Lucu sebenarnya sih pas bagian ini, akrena terjadi sebuah kesalahpahaman yang terjadi secara kebetulan. Pada saat itu tanpa melihat Sus Kesi, Mbah Benjol berkata sambil memandang halaman rumah yang ramai dan membuat Sus Kesi merasa tertohok oleh kata-kata tersebut.

"Kalau sudah digariskan menjadi milik Anak Nederland, kenapa mesti dibuat iri, ingin dimiliki juga. Mungkin berhasil, tetapi akan membuat kesal si Pembuat Hidup, karena itu menyalahi garis-Nya. Teladani perilaku utama orang besar dari Ngeksi-ganda. Berusahalah selalu ngenaki tyasing sasama, mengenakan perasaan orang lain. Perilaku andap ansor, merendah, bukan hanya berarti merendah terhadap sesama, tetapi terutama merendah kepada Gusti, tunduk kepada semua kehendak-Nya." (hal. 171)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun