Mohon tunggu...
Rendyana Bayu Kurniawan
Rendyana Bayu Kurniawan Mohon Tunggu... -

semarang

Selanjutnya

Tutup

Politik

Postmodernisme dalam Kurikulum 2013

21 Desember 2014   06:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:50 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Masih hangat ingatan kita ketika Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah yang baru ditunjuk oleh Presiden Jokowi dalam kabinet Indonesia Kerja, Anies Baswedan secara mengejutkan menghapuskan kurikulum 2013 dan mengembalikan ke kurikulum 2006 KTSP. Hal ini jelas mengecewakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan era Kabinet Indonesia Bersatu yaitu Muhammad Nuh yang telah membuat Kurikulum 2013. Menurut M. Nuh kebijakan pemerintah untuk kembali ke kurikulum 2006 merupakan langkah mundur di tingkat keunggulan pendidikan. Secara keseluruhan kurikulum 2013 tidak ada masalah karena sudah dilakukan pengakajian selama dua tahun. Hanya saja setiap guru masih belum terbiasa dengan kurikulum 2013 sehingga banyak yang menganggap belum ada kesiapan. Sehingga Kurikulum 20013 dianggap gagal oleh beberapa kalangan.

Pro dan kontra selalu menghiasi sebuah perbedaan pendapat. Anies baswedan selaku Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah yang menghentikan Kurikulum 2013 menjelaskan alasannya yakni karena masih ada masalah dalam kesiapan buku, sistem penilaian, penataran guru, pendamping guru dan pelatihan kepala sekolah yang belum merata. Pendidikan Indonesia menghadapi masalah yang tidak sederhana karena Kurikulum 2013 diproses secara amat cepat dan bahkan sudah ditetapkan untuk dilaksanakan di seluruh Indonesia sebelum kurikulum tersebut pernah dievaluasi secara lengkap dan menyeluruh.

Sebenarnya penyusunan sudah direncanakan dengan matang untuk mengikuti arus pendidikan di negara maju. Kurikulum 2013 sering disebut juga dengan kurikulum berbasis karakter dan merupakan sebuah kurikulum yang mengutamakan pada pemahaman, skill, dan pendidikan berkarakter, dimana siswa dituntut untuk paham atas materi, aktif dalam proses berdiskusi dan presentasi serta memiliki sopan santun dan sikap disiplin yang tinggi. Dengan adanya Kurikulum 2013 diharapkan mampu merubah paradigma pendidikan menjadi lebih baik.

Kurikulum 2013 diciptakan untuk menjawab tantangan baik internal maupun eksternal. Tantangan internal antara lain terkait dengan kondisi pendidikan dikaitkan dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada delapan Standar Nasional Pendidikan yang meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Tantangan eksternal antara lain terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu yang terkait dengan masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan industri kreatif dan budaya, dan perkembangan pendidikan di tingkat internasional. Arus globalisasi akan menggeser pola hidup masyarakat dari agraris dan perniagaan tradisional menjadi masyarakat industri dan perdagangan modern seperti dapat terlihat di Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), dan ASEAN Free Trade Area (AFTA). Tantangan eksternal juga terkait dengan pergeseran kekuatan ekonomi dunia, serta mutu, investasi, dan transformasi bidang pendidikan.

Dengan tujuan diadakannya Kurikulum 2013 menandakan bahwa adanya pengaruh postmodern didalamnya. Untuk melihat pengaruh pendidikan utamanya dalam persekolahan oleh pendekatan postmodernisme memang sulit untuk dijelaskan. Hal ini dikarenakan sangat jarang postmodernisme dikaitkan dengan masalah pendidikan. Sebab sudah dari dulu tema postmodernisme lebih banyak dikontekskan pada seni, arsitektur, kebudayaan, dan juga filsafat. Akan tetapi, jika diperhatikan secara mendasar postmodern ditemukan dari problem pendidikan di Indonesia, maka untuk itu yang penting bagaimana menempatkan paradigma baru pendidikan Indonesia dari keterpengaruhan postmodernisme.

Postmodern dapat juga diartikan sebagai keterbukaan untuk melihat hal-hal baru, yang berbeda sambil menolak kecenderungan apatis dan ketaatan pada suatu otoritas, tatanan, atau kaidah baru. Kritik-kritik oleh postmodernisme juga merambah pada dunia pendidikan, yang berakibat semakin dipertanyakannya kualitas institusi pendidikan dalam memberikan transformasi nilai dan pengetahuan. Postmodernisme yang mengusung tema pluralitas, heterogenitas serta deferensiasi adalah bukti betapa pendidikan harus disebarkan melalui kerja-kerja yang tidak harus dibebankan pada sekolah.

Pendidikan pada saat sekarang tidak lagi diartikan sebagai proses transformasi pengetahuan yang hanya dikuasai oleh sekolah. Guru dengan demikian tidak lagi dipandang sebagai seorang yang selalu benar dengan segala kemampuannya untuk melakukan proses pencerdasan masyarakat. Gudang ilmu mengalami pergeseran, tidak lagi terpusat pada guru. Ruang pendidikan tidak lagi harus berada di sekolah, melainkan juga harus dimainkan oleh masyarakat, entah itu melalui pendidikan formalmaupun informal. Kritik postmodernisme atas situasi masyarakat modern sebenarnya juga merupakan kritik atas proses pendidikan yang hanya mengedepankan satu aspek dari keseluruhan nilai yang dimiliki manusia.

Kehadiran postmodernisme dalam bidang pendidikan manusia disadari telah membuat warna baru yang menarik untuk dikaji. Hal ini tidak saja karena kehadirannya cukup menyentakkan dunia akademik, melainkan juga postmodernisme telah turut membawa pesan-pesan kritis untuk melakukan pembacaan ulang atas berbagai tradisi yang selama ini diyakini kebenarannya. Kurikulum 2013 sudah membuktikan adanya postmodernisme di dunia pendidikan Indonesia, namun justru dihentikan oleh masa pemerintahan yang baru karena dianggap kurang kesiapan dari beberapa aspek dan mendapat penolakan dari beberapa pihak.

Peralihan kewenangan secara penuh ini mencitrakan sebuah demokrasi pendidikan. Artinya, masyarakat dan sekolah berkepentingan dan bertanggungjawab secara optimal atas kemajuan sebuah penyelenggaraan pendidikan. Melalui persiapan bidang pendidikan yang baik, maka komponen kurikulum dan pengangkatan guru misalnya akan dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat, sesuai dengan kesiapan sumberdaya alam, dan sumberdaya manusia. Prinsip ini jelas menuntut kesiapan SDM agar penentuan kurikulum berbasiskan kompentensi dapat diwujudkan dan dihasilkan secara optimal.

Oleh : Rendyana Bayu Kurniawan
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan FISIP UNDIP 2013

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun