Mohon tunggu...
Reza Paradisa
Reza Paradisa Mohon Tunggu... Buruh - Pemulung Waktu Luang

Menulis berarti memberi kekuatan pada orang lain untuk membaca pikiran kita.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Lulus SMA, Lanjut Kuliah atau Kerja?

29 Maret 2019   09:37 Diperbarui: 15 Desember 2019   17:47 847
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu hakikat penciptaan manusia adalah untuk belajar, mencari ilmu. Di samping beberapa hakikat lain dari  penciptaan manusia yang tidak akan terlalu disoroti dalam tulisan ini, antara lain hakikat untuk beribadah dan bekerja dan lain sebagainya. Beberapa waktu yang lalu penulis selalu kebingungan ketika ditanya oleh teman-teman yang akan menyelesaikan masa-masa akhir di bangku sekolah. Terangnya, mereka kebingungan harus melanjut ke mana setelah lulus sekolah, dengan berbagai latar belakang yang mereka miliki. Berangkat dari kenyataan itulah, penulis terdorong untuk menulis sesuatu yang paling tidak bisa memberi sedikit cahaya dalam gelapnya kebingungan mereka. Tulisan ini juga sekaligus menjadi jawaban atas tulisan penulis sebelumnya (Tanpa Sekolah Tanpa Kuliah Bisa Apa?).

Yang menarik untuk penulis angkat adalah, teringat ketika berada dalam ruang pembelajaran mata kuliah Filsafat Hukum Islam mengenai hubungan manusia dan pengetahuan. Ada dua unsur yang tidak bisa dipisahkan dalam diri manusia sehingga manusia disebut dengan manusia, yakni manusia terdiri dari jiwa dan raga. Manusia terlahir tanpa membawa pengetahuan apapun, namun manusia membawa potensi jiwa dan raga yang kemudian disebut dengan fitrah.  Manusia memang memiliki fitrah jiwa dan raga. Fitrah jiwanya diwakili dengan sebuah akal,  atau kemudian disebut dengan potensi akal berfikir. Potensi akal itulah yang mengendalikan daya ofensif dan daya defensif dalam diri manusia, dua potensi yang bersifat naluriah. Sedangkan fitrah raganya direpresentasikan dengan kemampuan pendengaran, penglihatan, dan kalbu. Dengan fitrah yang dibawa dalam diri manusia itulah yang membuat manusia dapat menghendaki perbuatannya sendiri.

Bertalian dengan hal itu, penulis ingin mencoba mengangkat sebuah fakta yang menunjukkan bahwa penggunaan potensi akal manusia secara optimal mampu melahirkan sebuah sejarah besar bangsa Indonesia. Kita tahu bahwa Indonesia akhirnya mampu merdeka pada tahun 1945. Tapi bayangkan saja bagaimana jadinya ketika itu, jika seorang Sutan Syahrir tidak pernah duduk di bangku sekolah-sekolah terbaik masa itu dan tidak pernah berangkat ke Belanda untuk mengenyam pendidikan di perguruan tinggi sebelum akhirnya kembali ke Indonesa. 

Pada tanggal 10 Agustus 1945, ketika Jepang akhirnya menyerah atas Amerika setelah bomnya mengguncang Nagasaki dan Hirosima, terjadilah kekosongan kekuasaan di tanah air ketika itu. Sutan Syahrir yang mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah dari Amerika dan sekutunya, bersama para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan. Kemudian Sutan Syahrir-lah yang akhirnya mendesak Soekarno untuk segera memproklamasikan kemederdekaan. Meskipun tidak bisa dipungkiri, bahwa faktor-faktor yang menopang kemerdakaan Indonesia tidak bisa penulis sebutkan semua. Dari sepenggal kisah itulah penulis ingin mengatakan bahwa, Kemerdekaan bangsa Indonesia berawal dari sebuah akal yang merdeka, dari penggunaan potensi akal yang optimal akhirnya menciptakan gerakan yang fenomenal. Mungkin bisa jadi jika pada saat itu para tokoh-tokoh nasional negeri ini tidak mengembangkan potensi akalnya melalui pendidikan, barangkali tidak akan pernah terjadi sejarah besar pada tahun 1945.

Berangkat dari kenyataan itulah akhirnya penulis meyakini bahwa tidak ada yang lebih penting dari pendidikan di samping beberapa hal penting lain yang menjadi kepentingan setiap manusia. Pendidikan menjadi penting agar manusia mampu mengembangkan potensi akalnya. Mengembangkan potensi akal adalah cara mensyukuri fitrah yang telah Tuhan berikan kepada manusia. Pendidikan formal adalah jalan terbaik untuk mencapai itu. Tentu saja kita akan dibenturkan dengan dua pilihan antara melanjut kuliah atau lebih memilih bekerja atau bahkan dengan pilihan lain. Maka setelah lulus SMA, kuliah adalah jalan yg wajib diambil. Meskipun kita tidak tahu hasil apa yang akan kita dapatkan setelah melalui proses-proses itu. Yang terpenting, dengan kita mampu menggunakan potensi akal yg kita miliki, percayalah banyak hal luar biasa yg bisa kita lakukan. Sederhananya, setelah kita menyelesaikan pendidikan kita, peluang kita mendapatkan pekerjaan yang lebih layak akan lebih terbuka lebar. Ingat, ini bukan jaminan, melainkan kesempatan.

Suatu tulisan pemuda dalam blognya mengingatkan penulis akan sajak Buya Hamka , "Jika hidup hanya sekedar hidup, babi di hutan pun hidup. Kalau bekerja hanya sekedar bekerja, kerbau di sawah pun bekerja". Setelah membaca tulisan itu, lantas penulis teringat beberapa waktu yang lalu ada seorang perempuan memberikan jawabannya ketika ditanya mengenai keputusannya untuk melanjutkan pekerjaannya ketimbang kuliahnya. Dengan yakin dia menjawab, "Aku bekerja agar aku bisa kuliah, sedangkan mereka kuliah agar bisa mendapatkan pekerjaan". Setiap orang memang memiliki latar belakang yang berbeda, tetapi bukan berarti setiap orang memiliki kesempatan yang berbeda. Yang memiliki kesempatan paling besar justru ereka yang memiliki keyakinan paling besar sebenarnya,  dan keyakinan itu lahir dari sebuah alam bawah sadar manusia yang ternyata memiliki kekuatan yang tidak bisa terukur oleh logika. 

Seperti halnya kisah Thomas Alfa Edison, seorang anak bodoh yang berkat kekuatan alam sadar Ibunya yang luar biasa dia mampu menjadi seorang jenius. Thomas dikeluarkan dari sekolah dan ibunya mendapat sepucuk surat dari sekolah yang isinya kurang lebih begini, "anak Anda bodoh, Kami tidak bisa mengizinkan anak Anda bersekolah lagi". Menerima surat itu, ibunya membacanya  lalu menangis. Sambil menangis, dia memberi tahu anaknya bahwa isi suratnya adalah, "Kamu terlalu jenius nak, sekolah itu tidak mampu mendidikmu lagi". Begitu sang Ibu memberi tahu anaknya.

Setiap orang berhak memilih jalan hidupnya masing-masing. Memilih bekerja untuk bisa melanjutkan kuliahnya jelas merupakan pilihan mulia. Tapi memilih kuliah untuk mendapatkan pekerjaan jelas bukan suatu alasan yang baik pula, seharusnya memilih kuliah karena alasan mensyukuri fitrah manusia berupa potensi akal yang masih perlu dikembangkan. Pada hakikatnya pekerjaan terbaik adalah kuliah, karena belajarlah pekerjaan sehari-harinya. Kuliah tidak menjamin sebuah kesuksesan memang, tapi setidaknya salah satu jalan untuk sukses itu melalui Pendidikan.

Jadi, jalan mana yang akan diambil?

Selamat meyakinkan diri sendiri dengan pilihannya masing-masing.... (Baca Juga : Belajar Dari Zahra, Modal Hafalan Qur'an Bisa Masuk PTN)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun