Mohon tunggu...
Rokhmin Dahuri Institute
Rokhmin Dahuri Institute Mohon Tunggu... Dosen - Rokhmin Dahuri

Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – IPB; Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI); Wakil Ketua Dewan Pakar ICMI Pusat; Member of International Scientific Advisory Board of Center for Coastal and Ocean Development, University of Bremen, Germany; Honorary Ambassador of Jeju Islands Province and Busan Metropolitan City, Republic of Korea to Indonesia; dan Menteri Kelautan dan Perikanan – RI (2001 – 2004).

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Membangunkan Raksasa Ekonomi Akuakultur yang Tertidur

11 Juli 2019   10:38 Diperbarui: 11 Juli 2019   10:43 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Rokhmin Dahuri
Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia: Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Maritim
(Terbit di Koran Kompas edisi Kamis, 11 Juli 2019)

Di tengah lesunya dan ketidakpastian ekonomi global akibat kebijakan populisme sejumlah negara maju dan perang dagang antara AS dengan China, kita bersyukur bahwa dalam lima tahun terakhir Indonesia mampu menorehkan pertumbuhan ekonomi rata-rata 5 persen per tahun. 

Baru pertama kali dalam sejarah NKRI, tahun lalu tingkat kemiskinan turun dibawah 10 persen (9,8%) dari 60 persen pada 1970 dan 12 persen pada 2014.  

Pada 2018 PDB Indonesia pun baru pertama kali mencapai 1,1 trilyun dolar AS.  Patut dicatat, bahwa dari 195 negara di dunia, hanya 20 negara yang PDB nya diatas 1 trilyun dolar AS, dan PDB Indonesia merupakan yang terbesar ke-16 (Bank Dunia, 2018). 

Namun, sudah hampir 74 tahun merdeka, Indonesia masih sebagai negara berkembang berpendapatan menengah, dengan pendapatan nasional kotor 3.870 dolar AS per kapita. Belum menjadi negara makmur (high income country) dengan pendapatan nasional kotor diatas 12.165 dolar AS per kapita.

Untuk menjadi negara maju, adil-makmur, dan berdaulat, hingga kini Indonesia masih terkendala oleh sejumlah permasalahan elementer.  Struktur ekonomi nasional masih sangat mengandalkan sumber pertumbuhannya pada ekspor bahan mentah dan konsumsi.  Bukan pada investasi, industri manufaktur, dan ekspor yang kompetitif.  

Struktur ekonomi macam inilah yang sejatinya merupakan akar masalah dari defisit neraca perdagangan dan transaksi berjalan yang kian membengkak akhir-akhir ini.  

Selain itu, kita pun menghadapi ketimpangan ekonomi terburuk keempat di dunia setelah Rusia, India, dan Thailand.  Satu persen orang terkaya di Indonesia memiliki total kekayaan sama dengan 49,3 persen kekayaan negara (Credit Suisse, 2016).  

Disparitas pembangunan antar wilayah (Jawa vs luar Jawa) pun sangat tinggi, sehingga menyebabkan biaya logistik yang sangat mahal, sekitar 24% PDB.   Kedaulatan pangan, farmasi, dan energi juga sangat rentan.  

Saat ini Indonesia merupakan salah satu negara pengimpor bahan pangan, farmasi, dan minyak terbesar di dunia.  Kemiskinan dan rendahnya kedaulatan pangan telah mengakibatkan 30 persen anak balita mengalami stunting growth dan 33 persen menderita gizi buruk.  Jika tidak segera diperbaiki, maka generasi ini akan lemah fisiknya dan rendah kecerdasannya, a lost generation.  

Potensi Ekonomi Akuakultur
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang 75 persen wilayahnya berupa laut dan 28 persen wilayah daratnya berupa perairan umum darat  (sungai, rawa, danau, dan waduk), Indonesia memiliki potensi produksi akuakultur (perikanan budidaya) terbesar di dunia.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun