ika tidak sedang dinas luar kota, kebiasaan saya dan anak-anak setelah setelah maghrib berjamaah dan tadarusan adalah menemani mereka mengerjakan PR. Dan jika telah selesai mengerjakan PR, selepas isya mereka biasanya meminta waktu untuk bermain musik dan bernyanyi di ruang TV. Seperti semalam, anak saya yang sulung ceritanya baru mendapat ilmu baru dari guru les keyboardnya dan dia berniat menyanyikannya di depan saya dan neneknya. Saya memang membiasakan memberikan apresiasi kepada anak-anak sekecil apapun karya mereka, dari sekedar mewarnai dan menggambar yang selalu saya beri nilai (padahal saya hanya mampu menggambar dua gunung, matahari dan sawah), sampai jika mereka menolong temannya di sekolah.
Meskipun jauh dari lancar, anak saya mencoba untuk menampilkan yang terbaik di depan saya dan neneknya sebuah lagu yang menurut saya sangat bagus, judulnya “Lagu Cinta untuk Mama” yang pernah dibawakan oleh penyanyi cilik bernama Kenny beberapa tahun yang lalu. Lagunya sederhana, tetapi maknanya dalam karena menceritakan cinta seorang anak kepada ibunya. Ibu saya sampai menetes air matanya melihat cucu-cucunya menyanyikan lagu tersebut. Sebenarnya ada satu lagu lainnya yang dapat meluluhkan hatinya ibu yang saya kenal sangat tegar menghadapi kehidupan, yaitu “Selamat Jalan Kekasih” yang dinyanyikan oleh Rita Effendi.
Salah satu kenangan masa kecil saya bersama ibu yang paling saya ingat adalah ketika ibu yang berseragam Dharma Wanita menjemput saya di halaman TK Mexindo Bogor dengan mengemudikan mobilnya bapak. Di mata saya, ibu itu cantik, mandiri dan kuat dalam menjalani kehidupan. Saat bapak masih ada beliau sabar sekali menghadapi sikap bapak yang keras, dan ketika bapak meninggal beliaulah yang melanjutkan seluruh cita-citanya bapak sampai semua anak-anaknya menjadi sarjana dari hasil usaha menjahitnya yang telah dirintis sejak tahun 1984, tanpa pernah mendengar satu keluhanpun keluar dari mulutnya.
Pernah dalam satu kali kesempatan saya les bahasa Inggris, dalam keadaan hujan deras ibu menjemput saya dengan menggunakan payung. Bukannya senang dan berterima kasih, saya yang ketika itu kelas 2 SMP malah memarahi ibu karena merasa malu dijemput dengan payung. Padahal biasanya saya pulang dengan menggunakan angkot. Tetapi ibu berinisiatif menjemput saya karena hujan deras dan tempat les saya tidak seberapa jauh dari rumah. Seperti biasa ibu tidak balik memarahi, malah meminta maaf kepada anaknya yang durhaka ini. Belum lagi dalam episode selanjutnya saat saya memasuki usia remaja, SMA, kuliah bahkan sampai bekerjapun saya masih suka membantah ibu karena merasa pintar, bukannya pintar merasa.
Tadi malam saya merasa malu kepada anak-anak saya yang lebih memiliki inisiatif untuk membahagiakan orang tuanya dibandingkan dengan saya yang sudah setua ini saja masih suka membantah nasehatnya ibu. Ada satu quote favorit saya meskipun terkesan sekuler dari Rudyard Kipling : “God could not be everywhere, and therefore He made mothers”. Love you mom…………….