Mohon tunggu...
Ratna Islamiati
Ratna Islamiati Mohon Tunggu... -

Hidup hanya sekali, jadi niatkanlah untuk lurus...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Dan Wartawan Itu Menyakitiku...

14 September 2011   01:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:59 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti hari-hari biasa, sosok itu mengeluarkan sepeda motor bebeknya dari dalam rumah sederhananya. Kemeja krem bergaris-garis, celana hitam bahan, sepatu tak ber-merk dan name tag yang selalu menggantung di dadanya. Sobari lelaki dengan usia sekitar 40 tahunan ini menyita perhatianku.

Lelaki sederhana ini kerap membuatku takjub. Sobari dengan penampilan sederhananya adalah seorang wartawan ibu kota. Tulisan-tulisannya telah banyak menghiasi koran di tempat ia bekerja. Sosok sederhana dan selalu terlihat ramah dengan senyum khasnya adalah seorang single parent dengan tiga orang anak yang masih kecil-kecil. Ia men-duda semenjak istrinya meninggal dunia, beberapa tahun yang lalu.

Sore itu tanpa sengaja aku mendapat kesempatan 'ngobrol' dengan sosok pria yang bernama Sobari ini. Sosok yang ku pikir amat sederhana dan biasa-biasa saja ini ternyata adalah sosok lelaki bijak dengan segudang cerita kesedihan dan kebahagian dalam hidupnya. Meski awalnya aku sempat tersenyum mengingat dia adalah wartawan yang tentunya seorang penyimpan kisah kehidupan pribadinya yang baik. Di balik profesinya yang kerap 'mengorek' berita dari orang lain, namun senja ini lain justru aku yang berprofesi wartawan.

"Profesi menjadi wartawan ini telah menyakitiku meski aku juga amat mencintainya. Segala perih sudah saya alami Mbak. Dulu dari kecil saya memang bercita-cita menjadi wartawan. Segala upaya saya lakukan agar cita-cita saya terkabul. Dan bersyukur akhirnya Tuhan mengabulkan keinginan saya. Semua peristiwa hampir sebagaian besar, saya turut mengalami dan menuliskannya menjadi peristiwa besar. Menuliskan berita adalah keahlian saya saat ini. Semua peristiwa saya bidik dengan mata dan hati saya, lalu saya olah dan saya tuangkan ke atas tuts keyboard lap-top saya. Kemudian berakhirlah menjadi berita hingga banyak orang meng-konsumsinya. Ada kepuasan yang amat tak tertahankan jika liputan yang saya kerjakan dihargai oleh masyarakat dan ada kepuasan jika saya dapat membagikan sebuah informasi atau kabar kepada seluruh bangsa ini. Dan itu semua tidak dapat di nilai dengan uang Mbak...."

Semua kalimat kebanggan mengalir lewat bibir Pak Sobari. Namun di balik kebanggan itu ada kerjap tak bahagia dari kedua bola matanya. Kepedihan yang berusaha dia sembunyikan.

[caption id="" align="alignleft" width="200" caption="biaknumfor.com"][/caption] "Namun profesi wartawan ini juga menyakiti hati saya Mbak.... Karena ke-egois-an saya akhirnya istri saya meninggal. Saya tinggalkan keluarga saya padahal saya tahu istri saya sedang sakit, namun demi profesi yang saya cintai ini saya kehilangan istri tanpa tahu dan melihat di saat istri saya berjuang melawan maut. Karena saya tengah berada di lokasi konflik saat itu, dan saya harus di hadapkan tugas untuk meliput berita konflik tersebut, hingga detik ini saya selalu berduka atas istri saya, sosok wanita kuat dan pengertian terhadap saya suaminya. Kerap istri saya menyemangati di saat saya sudah merasa lelah. Bahkan saat menjelang beberapa hari kematiannya, istri sayalah yang menyemangati dan mendukung saya untuk berangkat ke lokasi konflik itu, dia tidak perduli meski tubuhnya sakit dan seharusnya saya ada, namun dia meyakinkan saya bahwa jika saya tidak berangkat maka kesedihannya akan semakin bertambah. Istri saya selalu bangga jika tulisan saya menjadi berita utama, namun kebanggaan istri saya itu harus di tebus dengan kepergiaannya berpulang ke Tuhan Yang Maha Kuasa dan saya sebagai suami tidak berada di sampingnya, hingga di saat di makamkan saya pun tidak dapat menghadiri. Saya datang di saat dia telah menyatu dengan tanah."

Sobari, lelaki di ambang usia itu terpekur dengan mata terpejam mengingat segala hal yang dia yakini adalah kesalahan. Sungguh sebagai seorang pendengar dan teman aku menganggap sosok Sobari dan istrinya (alm.) adalah sosok hebat dan penuh perjuangan. Sebagai suami, Sobari selalu berdedikasi terhadap pekerjaan yang dia geluti dan sebagai seorang suami dia adalah sosok penyayang dan mencintai pasangan dengan seutuhnya hingga akhir hayatnya. Dan sebagai seorang pasangan suami-istri, mereka adalah sosok tauladan kebaikan dengan kesederhanaan dan kesabarannya. Sang istri telah menunjukan tidak memiliki rasa manja dan tergantung. Justru sebaliknya meski dia sadari tubuhnya sakit, istri Sobari bersikap tegar dan kuat di depan suaminya. Dia selalu menganggap pekerjaan sang suami adalah tugas mulia.

Kerap tanpa kita sadari pilihan yang kita lakukan kita fikir  adalah salah. Namun bukankah segala sesuatu adalah sebuah kisah dan skenario yang mana Tuhan telah gariskan. Sosok Sobari menginspirasiku akan sebuah dedikasi tinggi pada sebuah pekerjaan tanpa melihat nilai uang dan penghasilan akan tetapi dedikasi akan sebuah pengabdian dan rasa kebahagiaan terhadap sesama dalam berbagi kisah dan berita yang mana dia tuliskan dengan sebuah pengorbanan yang amat berharga nilainya dengan tebusan nyawa dari salah seorang yang dia cintai bahkan tak terkadang nyawanya sendiri harus dia pertaruhkan hanya demi sebuah nilai pengabdian.

Dan sosok istri Sobari menginspirasiku akan sebuah rasa bakti dan rasa pengabdian yang amat tinggi terhadap sosok pendamping hingga mengesampingkan perasaan sakit dan ketakutan. Sosok istri penuh tauladan yang berdasarkan ketulusan tanpa menuntut perhatian lebih dari suaminya, namun justru sebaliknya cintanya selalu memberikan semangat untuk menemani perjuangan sang suami. Meski pada akhirnya mengantarkannya dirinya sendiri berpulang ke haribanTuhan.

Kisah sederhana ini buatku sangat luar biasa. Di mana kini hanya tersisa segelintir orang yang menyikapi suatu profesi dengan niat ibadah dan kebaikan pada pengabdian serta seorang pasangan yang tulus menemani dan mendukung segala sepak terjang pasangan tanpa pernah mengeluh sedikitpun. Dan memang aku pun harus banyak belajar dari sosok-sosok ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun