Mohon tunggu...
James S Yohame
James S Yohame Mohon Tunggu... lainnya -

Apabila hati dibunuh untuk berasa, otak diracuni untuk berpikir, mulut dibungkam untuk berkata, dan tangan dibelenggu untuk berbuat benar, adil, dan jujur; maka biarkanlah pena menari-nari mengukir nyanyian kemerdekaan (Odiyaipai)

Selanjutnya

Tutup

Politik

POLITIK DEVIDE IT IMPERA TERBUKTI DALAM POLITIK PEMEKARAN NKRI DI PAPUA BARAT

22 April 2011   13:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:31 3216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

(Ditinjau dari Sudut pandang Sosio - Budaya)

Pengalaman adalah Guru Terbaik, Pengalaman Indonesia diadu domba Belanda Telah Menjadi Guru untuk Mengadu-Domba bangsa Papua


Banyak orang Papua pada umumnya, dan khususnya dalam minggu ini untuk orang-orang Papua di pegunungan tengah kelihatan sekali bergembira lantaran telah disahkan Lima Kabupaten Baru di sana. Dalam politik NKRI disebut sebagai “pemekaran”. Dalam kamus TRPB/OPM adalah politik devide et impera. Keduanya bisa dibuktikan oleh orang Papua sendiri: Apakah ‘pemekaran’ yang terjadi ataukah pecah-belah dan adu domba.

Semua anak Papua pernah diajar NKRI dalam sejarah penjajahan Belanda di Indonesia. Mereka sering menyebut “politik adu domba” atau dalam istilah Machiavelli adalah ‘devide et impera’ yakni memecah-belah untuk menguasai. Artinya, sebuah penjajah atau penguasa di dalam sebuah negara tidak dapat menguasai lawan atau penduduk atau wilayah yang dipimpinnya/ dikuasainya/ dipimpinnya kalau ada rekayasa pecah-belah di dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat/ wilayah/ penduduk yang dikuasasi/ dipimpin/ diduduki. Teori Machiavelli ini sering diajarkan dalam sejarah NKRI, dalam pelajaran Sejarah Indonesia. Menurut cerita sejarah itu, politik adu domba itu direkayasa Belanda untuk memecah-belah persatuan dan kesatuan orang Indonesia dalam menentang penjajahan Belanda. Semakin orang Indonesia dipecah-belah, maka semakin mereka dikuasai, sampai-sampai pendudukan Belanda di Indonesia memakan waktu selama 350 tahun (hampir empat abad).  Terbukti dari sini bahwa politik adu domba itu memang jitu benar, memang tidak dapat disangkal kemujarabannya.

Memang betul, guru adalah pengalaman terbaik. Pengalaman NKRI itu kini mengajar Indonesia untuk menjalankan Politik Adu Domba di dalam wilayah pendudukan NKRI, dan khususnya di Papua Barat dengan nama “Pemekaran.”

“Pemekaran” dalam kamus birokrasi dan administrasi pemerintahan memang sulit ditemukan selain dalam kamus politik yang artinya memecah-belah-untuk-menguasai tadi. Pemekaran dalam kamus birokrasi dan administrasi pemerintahan secara teori haruslah melewati berbagai kriteria yang mutlak dipenuhi sebelum satu pemekaran dapat dilakukan. Memang demikianlah pemekaran itu secara teori karena satu wilayah administrasi pemerintahan yang dimekarkan itu haruslah memenuhi kriteria minimal. Di antara prakondisi minimal yang ada, kesiapan dan kelengkapan infrastruktur fisik dan pemerintahan merupakan syarat yang tidak pernah dilupakan dalam memekarkan sebuah wilayah pemerintahan. Kantor, jalan raya, lapangan terbang, kesiapan pejabat dari sisi kualitas dan kualifikasi serta persyaratan kepangkatan menurut aturan yang ada. Semua haruslah disiapkan terlebih dahulu. Di atas itu, haruslah ada Anggaran Belanja yang disiapkan secara cukup dari Kabupaten Induk dan Provinsi, dengan jumlah anggaran yang sama sebagai sebuah kabupaten, dengan semua tenaga dan pejabat yang sudah lengkap disiapkan sebelum sebuah pemekaran dirintis.

Hal ini semua sama sekali tidak terjadi. Yang terjadi secara politik praktis NKRI di lapangan adalah memotong-motong dan memetak-metak, dan pemotongan/pemetakan itu terjadi secara serampangan, tanpa ada peta sosial dan budaya secara jelas. Sama saja dengan orang Belanda dan Inggris-Jerman memotong Pulau New Guinea semau mereka tanpa izin orang Papua, sama saja dengan NKRI dan Malaysia memotong Pulau Borneo tanpa bertanya kepada masyarakat Dayak dan sekitarnya, demikian pula praktek politik pemekaran NKRI di Papua Barat itu memotong dan mematok semau gua dalam wilayah sosial-budaya dan hukum ulayat bangsa Papua.

Ada satu dalil yang sering dipakai NKRI dalam politik pemekaran (adu domba ala NKRI ini), yaitu untuk mempercepat laju pembangunan daerah. Kalau dalil itu benar, memang ada sejumlah bukti yang harus dilihat orang Papua, antara lain dari sisi:


  • Berapa jumlah calon pejabat Pemda baru yang disekolahkan atau dilatih atau dibekali hingga memenuhi syarat untuk mengelola sebuah Kabupaten baru?
  • Apakah gedung Kantor Bupati dan Kantor-kantor lainnya sudah dibangun?
  • Apakah sudah ada penganggaran secara penuh, bukan setengah-setengah atau secara amburadul untuk menjalankan roda pemerintahan sebuah Kabupaten?
  • Apakah rakyat setempat memang menghendaki pembentukan kabupaten dimaksud?
  • Apakah ada jajak pendapat yang dilakukan secara demokratis untuk menjaring pendapat rakyat setempat untuk membentuk kabupaten baru?
  • Apakah kabupaten yang sudah dimekarkan hampir 10 tahun lalu telah mengalami kemajuan dan menjadi sebuah kabupaten teladan yang patut dijadikan contoh bagi pembentukan kabupaten baru? Ataukah NKRi sedang menambal kesalahan yang sudah terjadi dengan seolah-olah membentuk kabupaten baru yang lebih baik dari yang lama?


Dan masih banyak lagi pertanyaan yang patut diajukan, walaupun NKRI tidak akan pernah menjawabnya, bukan hanya karena tidak mau, tetapi pada dasarnya dan sebenarnya karena memang NKRI tidak tahu apa yang sedang diperbuatnya. Kalau NKRI tidak tahu apa yang diperbuatnya sendiri, maka tragedi “orang buta memimpin orang buta” itu sedang terjadi di Papua Barat, hari ini dan saat ini, di generasi ini.

Kalau dalil memacu pembangunan itu benar, maka yang harus diukur sebelumnya adalah hasil pembanguann dari kabupaten yang sudah dimekarkan hampir 10 tahun silam. Tetapi itu pasti tidak akan dilakukan. Kalau dalilnya adalah memacu pembangunan, maka hasil daripada pembangunan itu paling tidak haruslah dirasakan oleh orang Papua hari ini. Otsus digulirkan 1 Januari 2002, kini sudah enam tahun berlalu. Apakah orang Papua merasakan manfaat dari otonomisasi itu?

Pemekaran dan Politik Adu Domba


Kata ‘pemekaran’ sebenarnya tidak tepat. yang sebenarnya adalah ‘pemotongan’ dan ‘pengkotakan’ dan lebih tepat lagi pemecah-belahan.’ Dengan dalil pemekaran sebagai ‘pemecah-belahan’ sudah banyak terjadi. Dari lima kabupaten yang dimekarkan telah dibentuk lebih dari lima Tim Sukses yang memperjuangkan pemekaran dimaksud. Untuk satu pemekaran paling tidak diskenariokan sehingga memiliki Dua Tim Sukses, seolah-olah kedua-duanya bertentangan dan saling berlomba mengumpulkan masa dan mendorong pensuksesannya. Memang NKRI sudah menetapkan di kertas kabupaten mana yang HARUS JADI, bukan bisa atau kemungkinan besar dibentuk. Akan tetapi, sebagai bumbunya, maka orang Papua dipaksakan membentuk Tim Sukses dan dibiayai oleh NKRI sendiri untuk menggolkan upaya dimaksud. Keduanya diadu sedemikian rupa sehingga terjadilah keretakan dan ketengan di sana-sini di antara individu, keluarga, marga dan suku di Papua Barat.

Begitu Tim Sukses yang satu memenangkan lomba buatan NKRI dimaksud, jelas itu bukan karena Tim Sukses itu yang memenangkannya, tetapi lebih karena Tim Sukses yang lainnya itu digagalkan oleh NKRI. Padahal kedongkolan dan kekecewaan yang ditimbulkan oleh skenario pembentukan Dua TIm Sukses dimaksud diarahkan untuk merobek-robek dan memecah-belah persatuan dan kesatuan, hubungan kekerabatan dan kekeluargaan (skinship dan friendship) yang begitu kental, begitu kuat dan berpotensi bagi kebersamaan, yang sudah ada secara turun-temurun dalam komunitas Masyarakat Adat (Madat) Papua. Itu baru satu kasus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun