Mohon tunggu...
Raka Siwi
Raka Siwi Mohon Tunggu... Editor - Professional Couch Potato

Ya, jadi begini

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Awkarin dan Netizen Muda

24 Juli 2016   12:23 Diperbarui: 24 Juli 2016   12:49 931
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belakangan ini, dunia maya Indonesia diramaikan oleh suatu topik yang sebenarnya membuat saya, ehem, miris. Social media twitter milik saya ramai dengan pembahasan, cibiran, jokes bahkan pernyataan tidak suka terhadap satu nama, Karin Novilda. Siapa itu Karin? Karin adalah seseorang pengguna social media instagram dengan akun @Awkarin. Untuk akun ini, saya sebenarnya tidak asing, karena saya pernah menemukan namanya dibahas dalam suatu pembicaraan di twitter dan saya, sebagai netizen penuh kepo, tentu mencari tahu isi dari feed instagramnya.

Betapa terkejutnya saya ketika saya melihat feed instagram Karin. Anak muda kekinian, tampilan make up, fashionable, kasih lihat dada dan paha. Tidak hanya itu, tampilannya dibuat keren (beneran lho, saya saja iri dengan konsep dan colour feed nya), penggunaan bahasa inggris, fashion branded, gaya hidup bebas dan mewah, persis seperti foto-foto yang terdapat di Tumblr atau itu lho foto yang banyak quotes quotes nya. Kaget, karena saya pikir, feed semacam itu hanya bisa dilakukan oleh cewek luar negeri, kaget dong kalau cewek indo bisa bikin konsep yang sama dan gak bisa bohong, tampilannya menarik.   

Kalau mau tahu lebih banyak, ya silahkan saja, follow akun instagramnya. Oke, saya tahu Karin ini awal 2016 dan memang saya tidak begitu peduli. Kreatif, menarik, tapi terlalu kontroversial. Gaya hidup mewah serta gaya pacaran yang “Hot” banget dan dipamerkan di instagram tidak cocok untuk saya. Karin pulalah yang seakan ingin memperlihatkan ke seluruh dunia akan #relationshipgoalsnya dan seakan mengatakan “We are goals”. Yap, Cewenya menarik, fashionable, bentuk tubuh yang ideal, gaya hidup mewah menunjukkan status dan keadaan ekonomi ditambah dengan cowoknya yang gagah, berpenampilan menarik, tinggi 180cm, tidak berkacamata, supel, jujur pekerja keras (lah ini apaan). Awkarin menjadi primadona dan idola karena tampilannya, gaya hidupnya, dan relationshipgoalsnya.

Tidak seperti biasanya, Karin menciptakan Vlog (Video blog, oh ya dia sekarang mulai menjadi youtuber lho) yang menceritakan mengenai surprise ulang tahun untuk pacarnya dan bagaimana ia putus dengan pacarnya tepat pada hari ulang tahun pacarnya. Heboh. Para penggemar Karin ikut sedih dan bertanya-tanya mengenai kejadian ini. Untuk para netizen seperti saya, ya Cuma bisa melihat dan menikmati. Ada pula yang mengomentari, membahas dan mencibir. Sempat pula viral di twitter mengenai jokes untuk menyindir Karin. Bahkan, ajang yang tepat untuk hater untuk mengolok-olok dan membully. Memang ada yang bully atas dasar tidak suka, tapi memang ada yang benar-benar haters sih.

Kalau memang saya biasa saja, kenapa saya menulis tentang Karin sih?

Hmm, jadi begini, sebenarnya ada suatu kegelisahan saya atas kejadian ini. Anda harus tahu, bahwa penggemar dari Karin mayoritas adalah pelajar, baik SD, SMP, SMA. Ini wajar, zaman sudah berubah, idola dan approachnya pun berbeda. Generasi masa kini yang  memiliki keterikatan pada gadget dan social media, menemukan bahwa ada sosok yang pantas untuk menjadi idola. Dan idola itu adalah Karin.  

Feed instagram Karin memang menarik, namun perlu anda tahu,bagi sebagian orang itu bukanlah pengaruh yang baik, dan saya sendiri berpikir hal yang sama. Gaya hidup mewah yang boros, kata-kata kotor, mabuk-mabukan serta gaya berpacaran yang dipamer-pamerkan di social media? No for me. Okelah, internet adalah tempat bebas, dan saya mengakui bahwa konten milik Karin memang menarik serta kreatif karena bisa menghasilkan uang. Namun, pengaruh yang ia hasilkan juga hebat.

Apa sih pengaruhnya? Here are some :

ig2-579450a87293736c13678bab.jpg
ig2-579450a87293736c13678bab.jpg
ig3-579450b0a2afbd73451f8c44.jpg
ig3-579450b0a2afbd73451f8c44.jpg
ig4-579450bf7293736813678ba8.jpg
ig4-579450bf7293736813678ba8.jpg
Jadi, efek setelah putus adalah, fans dari Karin datang dan komentar semua, bahkan bully mantannya si Karin. Lihat bahasanya deh. Jujur, serem. Tuding salah sana sini. Komentarin apapun. Apapun yang dilakukan si mantan akan serba salah. Mulutnya pada pedas semua dan toxic. Wah pokoknya serem deh. Dan yang buat saya semakin serem adalah, mereka semua masih pelajar. Well said, seakan mereka tidak diajarkan untuk bersikap. Saya paham, paham banget kalau dunia internet itu keras dan semua orang bisa menjadi sok jagoan serta garang kalau di dunia maya. Saya paham, karena saya sudah mengalami dunia forum internet internasional dimana para penggunanya bisa saling hina dan ancam. Tapi pada poin ini, saya tidak menyangka, bahwa adik-adik saya, akan bully seseorang dengan kata keras dan pedas untuk suatu hal yang sebenarnya, bukanlah urusan mereka. Mereka yang putus lho, kok kamu ikut-ikutan? Cara berbahasanya juga gak bagus untuk dibaca atau didengar lho.

Poin dari tulisan ini adalah, saya tidak peduli dengan Karin, saya menghargai kebebasannya dan saya akui konten miliknya menarik dan kreatif. Namun yang saya sayangkan adalah, pemikiran dari pengguna internet terutama para pelajar, yang bersikap wow seram. Saya tidak menyangka bahwa akan ada orang-orang jagoan jempol yang garang namun dibaliknya adalah seseorang pelajar SD. Dulu, saya mengira bahwa orang-orang jahat (yap, sikap dan bahasanya tidak bagus) adalah orang-orang iseng, pengangguran, atau memang pemikirannya tidak beres.

Menyambut hari anak nasional tahun ini, saya menemukan fenomena baru dan mencoba merefleksikannya. Bersama dengan tulisan ini, saya juga ingin membagikan hasil pemikiran saya. Saya menyadari bahwa anak pada masa kini memiliki cara hidup dan berpikir yang berbeda. Saya melihat, bahwa ada konten-konten buruk yang hadir bebas di internet. Saya sadar, bahwa hal tersebut dapat mempengaruhi mental anak. Bahkan tidak hanya anak-anak orang dewasa pun dapat terpengaruh. Lalu apa solusinya? Tentu bukan memenjarakan Karin, memaksanya tutup akun, atau memblokir internet. No, itu berseberangan dengan prinsip kebebasan. Kebebasan itu perlu dipertahankan meski dapat menjadi pisau bermata dua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun