Mohon tunggu...
Rahmat Hadi
Rahmat Hadi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

@rahmathadi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Malam Mingguan di Perut Bumi Sukabumi

8 September 2014   02:34 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:21 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_322719" align="aligncenter" width="640" caption="(Doc.Pribadi) Goa Landak Buniayu"][/caption]

Bagaimana rasanya menjelajahi perut bumi di malam hari? Menyeramkan atau malah menyenangkan? Simak kisah perjalananku semalam di  Buniayu di Sukabumi.

Ini perjalanan kesekian kalinya ke Goa Buniayu yang terletak di Desa Kertangsana kecamatan Nyalindung, Sukabumi. Baik perjalanan bersama rekan-rekan yang tergabung dalam komunitas Jalan Kaki (JKers) di Facebook maupun perjalanan sendiri. Buniayu adalah tempat favorit ‘unplanned traveled’ ku jika ingin escape dari keruwetan suasana ibukota khususnya di weekend. Tidak begitu jauh namun suasanya sejuk dan tenang.

Seperti sabtu pagi kemarin, aku yang tanpa rencana apa-apa tiba-tiba memutuskan untuk melewatkan malam minggu di Buniayu. Kebetulan saat itu ada teman bernama Buddi yang menginap di tempatku dan dia setujuuntuk menemani ke sana. Berbeda dengan perjalanan-perjalanan sebelumnya, kali ini aku akan ke Buniayu dengan naik motor.

Selesai mandi, aku mengeluarkan semua perlengkapan camping dari dalam kotak yang aku beri nama kotak Pandora yang memuat semua peralatan adventure. Tenda, sleeping bag, kompor, nesting, dry bag, tripod dan perlengkapan-perlengkapan lainnya sudah masuk ke dalam carrier 60 liter. Waktu menunjukkan pukul 9 pagi saat aku mulai bergerak meninggalkan rumah di kawasan Cibubur. Aku yang menyetir motor membawa daypack di depan sementara Buddi yang aku bonceng membawa carrier di punggungnya.

Beberapa saat berselang kami sudah berjuang melawan kemacetan sepanjang jalan raya bogor lalu di hadang kemacetan di daerah Tajur dan selanjutnya berjuang melewati kemacetan parah di perempatan Ciawi. Sebenarnya jarak antara Sukabumi dan Jakarta tidak terlalu jauh hanya sekitar 120 km, namun kemacetan sepanjang jalan raya Ciawi – Sukabumi yang membuat perjalanan ini terasa sangat panjang dan lama. Beberapa pasar yang terletak di sepanjang jalan menjadi penyebab utama kemacetan. Setelah berbelok kanan ke arah jalan Raya Baros, barulah jalanan agak sedikit lengang dan sepi. Terlebih lagi setelah mencapai jalan raya Sagaranten, perjalanan sudah mulai menyenangkan . Kondisi jalan yang berbelok-belok dengan suguhan pemandangan khas pedesaan lumayan menjadi pengobat rasa bosan selama bermotor. Sayang sekali kondisi jalanan di daerah Sagaranten ini sudah mulai rusak dan membutuhkan kehati-hatiansaat berkendara di sana.

[caption id="attachment_322720" align="aligncenter" width="640" caption="(Doc.Pribadi) Camping di Buniayu"]

14100923571593158209
14100923571593158209
[/caption]

Waktu menunjukkan pukul 2 saat aku tiba di Kawasan KPH Perhutani yang mengelola kawasan wisata Goa Buniayu. Di sana sudah ada kang Budi yang sedang memberikan briefing kepada tamu yang akan melakukan caving. Dia cukup kaget dengan kedatanganku yang tanpa pemberitahuan, namun dia sudah paham karena ini bukan kali pertama kali aku melakukannya. Beberapa waktu lalu aku malah pernah datang ke sini tengah malam, bikin tenda lalu tidur, paginya caving dan siangnya langsung balik ke Jakarta lagi. Seorang diri!

Aku menjelaskan rencanaku ke Kang Budi perihal rencana caving malam dan dia setuju. Kebetulan semua lampu karbit juga sedang di gunakan oleh tamu jadi hanya bisa digunakan saat malam hari saat tamu sudah balik ke base camp. Kenapa harus menggunakan lampu karbit?Apakah aku tidak membawa head lamp atau senter? Nanti akan ada jawabannya.

Seusai mendirikan tenda, aku mengajak Buddi temenku ke air terjun Bibijilan yang letaknya tidak jauh dari Basecamp. Setiba di parkiran motor di bawah area pinus, kami harus trekking menuju lokasi air terjun. Tidak terlalu jauh, hanya perlu trekking selama 10 menit untuk bisa melihat air terjun. Karena saat ini sedang musim kemarau, debit air terjun tidak sebesar di musim hujan atau sesaat setelah musim hujan. Namun airnya masih tetap mengalir justru lebih jernih. Kami tidak berniat untuk mandi jadi tidak membawa perlengkapan mandi. Kami hanya akan mengambil foto seraya melemaskan otot setelah bermotor selama 5 jam dari Jakarta sambir mendengarkan suara air terjun dan desiran angin yang menerpa pucuk-pucuk pinus.

[caption id="attachment_322727" align="aligncenter" width="480" caption="(Doc.Pribadi) Air Terjun Bibijilan"]

14100931471122614943
14100931471122614943
[/caption]

Hari menjelang maghrib saat kami kembali ke Basecamp. Rencananya selepas maghrib, kami akan langsung masuk ke goa Landak yang berada persis di bawah basecamp. Menurut kang Budi, total goa di kompleks goa buniayu ini ada sekitar 80 mulut goa dan beberapa diantaranya saling berhubungan satu sama lain. Namanya pun bermacam-macam, mulai dari Goa Gede, Cipicung, Bibijilan dan masih banyak lagi. Panjang goa pun bervariasi mulai dari 50 meter hingga 3300 meter. Jadi jika kompasianer ingin mencoba sesuatu petualangan baru, bisa mencoba untuk mengunjungi tempat yang memiliki “Kecantikan yang tersembunyi’ ini, begitulah konon arti dari Buniayu.

Menjelang pukul 7, Kang Budi tiba di basecamp dan segera menyiapkan lampu karbit. Tadi mungkin penasaran kenapa kami harus menggunakan lampu karbit? Apakah senter dan headlamp saja tidak cukup? Begini, untuk mengambil foto dengan pencahayaan yang bagus dan spekatakuler, hasilnya akan jauh lebih bagus dengan menggunakan lampu karbit yang memiliki cahaya berwarna merah di banding senter atau headlampdengan cahaya berwarna putih atau neon. Itu alasannya kenapa kami harus membawa lampu karbit karena selain menjelajahi goa, kami juga akan mengambil foto yang beberapa hasilnya bisa di saksikan di artikel ini.

[caption id="attachment_322722" align="aligncenter" width="640" caption="(Doc.Pribadi) Goa Landak Buniayu"]

1410092476416185421
1410092476416185421
[/caption]

Kami mulai bergerak menuruni tangga yang membawa kami ke mulut goa landak. Ini untuk pertama kalinya aku explore goa di malam hari. Sebenarnya di dalam goa terkadang kita sulit membedakan antara siang dan malam karena kondisi goa yang gelap. Namun berjalan di dalam goa di malam hari memberikan sensasi tersendiri. Demikian juga adrenalin lebih terpacu saat mendengar suara-suara ‘aneh’ yang mungkin saja berasal dari hewan-hewan yang ada di dalam goa. Suara tetesan air juga terdengar lebih ‘sakral’ di malam hari karena lebih menggema. Pernah menonton film horror dengan animasi suara tetesan air yang jatuh saat sedang kondisi tegang? Nahh, seperti itu suaranya.Sedikit horror juga… hehehe

[caption id="attachment_322723" align="aligncenter" width="640" caption="(Doc.Pribadi) Stalagtit dan Stalagmit di Goa Landak"]

1410092549735484457
1410092549735484457
[/caption]

Kami menyusuri goa lebih dalam sambil melihat stalagtit dan stalagmit yang ada di dinding goa. Temenku Buddi baru kali ini melakukan caving dan dia memulainya dengan caving di malam hari. Kami lalu mengambil foto.Di beberapa area, kami harus menunduk untuk menghindari stalagtit dan juga tetap harus waspada karena kondisi lantai goa yang becek dan berlumpur.

Oh ya sebenarnya aku masih memiliki keinginan untuk camping dan menginap di dalam goa. Beberapa waktu lalu aku sudah membawa tenda dan mencobanya di dalam goa di Buniayu namun saat itu kami tidak diijinkan karena sedang musim hujan dan dikuatirkan akan terjadi banjir di dalam goa jadi keinginan itu masih tersimpan rapi untuk dilaksanakan suatu hari. Ada Kompasianer yang mau coba sensasinya? Let me know .

[caption id="attachment_322724" align="aligncenter" width="640" caption="(Doc.Pribadi) Camping di Goa Landak"]

1410092636270532192
1410092636270532192
[/caption]

Setelah puas mengambil beberapa foto, kami memutuskan untuk berputar balik dan keluar melalui pintu yang sama saat kami masuk. Untuk keluar dari dalam goa Landak ini sebenarnya ada jalan tembus, namun aku tidak ingin melakukannya malam itu karena kami tidak mengenakan perlengkapan yang proper. Lubang keluar dari goa landak di ujung sebelahnya sangat sempit dan hanya bisa di lewati oleh badan saja. Bahkan jika membawa tas, terlebih dahulu tas harus dilempar keluar baru kemudian kita harus berusaha keluar dari ‘lubang semut’ itu. Aku sudah pernah mencobanya dan saat itu aku lakukannya di siang hari dan hanya berdua kang Budi.

[caption id="attachment_322725" align="aligncenter" width="640" caption="(Doc.Pribadi) Pintu Keluar Goa Landak"]

1410092728971053741
1410092728971053741
[/caption]

Kami tiba kembali di Basecamp jam 9 malam dan segera membersihkan badan. Tak ada lagi rencana selain menikmati malam minggu yang dingin di Buniayu ini sembari mendengarkan musik-musik alam berupa suara jangkrik dan hewan hutan lainnya bersambut melodi dengan suara desir angin pucuk-pucuk pinus yang mengantarkan istirahat kami hingga akhir malam. Sebuah akhir pekan yang indah .Alam selalu menjadi tempat istirahat yang terindah, sobat...

[caption id="attachment_322726" align="aligncenter" width="640" caption="(Doc.Pribadi) Return to Basecamp"]

14100928631788080340
14100928631788080340
[/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun