Mohon tunggu...
Ns.Rahayu Setiawati Damanik, S.Kep, M.S.M
Ns.Rahayu Setiawati Damanik, S.Kep, M.S.M Mohon Tunggu... Penulis buku & Wirausaha -

1. Do your best and God will do the rest (Lakukan yang terbaik apa yang menjadi bagianmu dan biarkan Tuhan menentukan hasilnya) 2. Penulis lahir di Kabanjahe Sumatera Utara pada tanggal 15 Juni 1983. Menyelesaikan Pendidikan Sarjana Keperawatan di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dan Pasca Sarjana Manajemen Keuangan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Penulis buku “Sakitnya Membuka Usaha Penitipan Anak” dan “Lepas dari Krisis Asisten Rumah Tangga”. Sejak Tahun 2013 hingga kini mengelola usaha day care (penitipan anak) “Happy Day Care”. Sering menulis artikel mengenai keluarga, pernikahan, perempuan, dan anak-anak. 3. Kini mengelola usaha Daycare dan Homeschooling DeanMores di Jatibening Bekasi 4. Percaya bahwa keluarga adalah kekuatan suatu bangsa. Keluarga yang teguh akan membangun bangsa yang kokoh. 5. Best in Specific Interest Kompasianival 2016 6. Tulisan lainnya bisa dibuka di www.rahayudamanik.com, www.rahayudamanik-inlove.com, dan www.rahayudamanik-children.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Seni Menghukum Anak Tanpa Menimbulkan Dendam di Hatinya

5 Desember 2016   12:05 Diperbarui: 5 Desember 2016   20:46 908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menghukum anak tanpa membuatnya dendam kepada orang tua (foto: Lifehacker)

Anak-anak adalah anugerah yang berharga sehingga diperlukan cara yang baik untuk membentuk mereka menjadi pribadi yang beretika, disiplin, dapat membedakan perilaku baik buruk, dan bijaksana. Anak yang demikian tentu kelak akan menjadi seorang yang produktif dan bermanfaat bagi sesama. Pun di masa depan mereka bisa menjadi kebanggaan orang tua. Proses pendisiplinan anak ini sangat efektif bila dilakukan ketika masih muda sehingga sedapat mungkin anak selain dibekali dengan kasih sayang orang tua juga diajarkan kedisplinan sejak usia kanak-kanak.

Sayangnya, terkadang orangtua takut menghukum anak sehingga sungkan menegur apalagi menghukum. Anak yang diperlakukan demikian nantinya sulit membedakan mana yang benar atau salah. Tidak heran, kesalahan yang sama akan terulang lagi bahkan mungkin hingga dia dewasa. Sebaliknya ada juga orang tua yang terlalu keras dalam memberikan hukuman. Sikap agresif orang tua ini juga tidak baik sebab menjauhkan hubungan karena anak merasa tidak nyaman atau takut kepada orang tua.

Besar kemungkinan anak yang diperlakukan dengan keras juga hanya bersikap manis di depan orang tua namun menjadi pembangkang ketika orang tua tidak ada. Keadaaan ini berbahaya sebab orang tua sulit memprediksi apa yang dilakukan sang anak ketika tidak bersama orang tua. Pun dikhawatirkan ketika anak menemui kesulitan maka anak tidak merasa nyaman meminta bantuan kepada orang tua sehingga mencari orang lain yang berpotensi menjerumuskan anak.

Oleh karena itulah orang tua harus menyeimbangkan kasih sayang dan hukuman karena kasih sayang yang terlalu banyak membuat anak menjadi manja sebaliknya orang tua yang terlalu berlebihan memberi hukuman membuat anak menjadi pribadi yang keras. Selain menyeimbangkan kasih sayang dan hukuman ada beberapa hal yang perlu dipahami agar anak tidak merasa sakit hati ketika diberi hukuman oleh orang tua.

Pertama, orang tua perlu melihat apakah anak sudah mengetahui kalau yang dia lakukan adalah sebuah kesalahan atau tidak. Jangan sampai kita orang tua menghukum anak atas kesalahan yang menurut orang tua saja tanpa dipahami sang anak di mana letak kesalahannya. Bisa saja anak masih melakukan kesalahan yang sama padahal dia sudah mengetahui hal itu tidak baik maka kita orang tua juga jangan langsung menghukum karena mungkin anak belum terbiasa bahkan lupa dengan nasihat kita. Hukuman tepat diberikan bila memang anak sudah cukup familiar dengan arahan yang diberikan orang tua namun dia dengan sengaja melakukan kesalahan karena sikap yang tidak patuh.

Kedua, kita orang tua perlu memeriksa motivasi hati sebelum memutuskan untuk menghukum anak. Apakah hukuman yang diberikan kepada anak benar-benar untuk tujuan mendisiplinkan atau sebenarnya hanya bentuk pelampiasan amarah kita? Sebab terkadang tidak dapat dipungkiri kalau ada orang tua yang naik pitam melihat kelakuan anaknya dan langsung menghukum anak tanpa pikir panjang. Hukuman yang timbul karena pelampiasan amarah berpotensi besar akan menimbulkan luka batin di dalam hati anak.

Ketiga, orang tua harus menunjukkan ke anak kalau kita adalah orang tua yang tegas namun tanpa kekerasan. Kekerasan yang dimaksud bisa dalam bentuk perkataan atau tindakan. Kekerasan saat memberi hukuman sepertinya terlihat manjur menimbulkan efek jera padahal hanya menimbulkan rasa takut (takut dimarahi, takut dipukul, dan lain sebagainya). Pun kelak setelah dewasa anak menjadi orang bebal yang kalau dinasihati hanya masuk telinga kiri dan keluar telinga kanan. Jangan heran bila setelah remaja anak seperti kebal terhadap semua jenis hukuman.

Saya pernah menilai anak saya Christo (usia menjelang lima tahun) sudah melakukan tindakan yang tidak terpuji padahal dia sudah paham betul kalau apa yang dia lakukan itu tidak baik. Saya memanggilnya dan menanyakan alasan mengapa dia melakukan hal itu? Penjelasan yang dia berikan membuat saya menarik kesimpulan kalau memang ada unsur kesengajaan. Beberapa kali terjadi namun saya memilih hanya menegurnya. Namun ada saatnya saya menilai sudah saatnya dia diberi hukuman bukan hanya sekedar teguran.

Saya katakan kepadaya, “Christo, Kamu harus mama hukum karena kalau tidak dihukum Kamu yang anak baik nanti malah menjadi anak yang nakal, semakin nakal, dan lebih nakal lagi. Anak mama itu anak yang baik kalau anak nakal mama enggak mau dekat-dekat Kamu. Jadi, mama tanya Kamu Christo, Kamu mau jadi anak mama yang baik tetapi dihukum masuk gudang atau Kamu enggak usah dihukum tetapi nanti Kamu jadi anak yang nakal, semakin nakal, lebih nakal lagi?”

Untungnya Christo menjawab dia dihukum saja walau sambil menangis ketakukan karena dia takut sekali dikurung dalam gudang. Christo merasa perlu dekat dengan saya sehingga dia lebih memilih dihukum supaya menjadi anak baik daripada tidak dihukum. Setelah lima menit masuk gudang saya memeluk Christo dan mengingatkan sekali lagi kalau saya menghukum dia demi kebaikannya. Tentu saja proses mendidik Christo masih panjang sebab usianya pun masih lima tahun sehingga masih banyak sekali PR dalam pendidikan karakternya.

Orang tua bisa memilih berbagai bentuk hukuman apa saja asalkan tidak bersifat kekerasan fisik atau verbal. Misalkan saja seperti tidak memperbolehkan anak melakukan aktivitas kesukaannya untuk waktu yang ditentukan, memberikan tugas tambahan rumah, atau hukuman lain yang kira-kira cukup membuat anak jera. Mungkin tidak mudah mengambil metode terbaik dalam menghukum anak namun satu hal yang perlu dipastikan orang tua adalah discipline means to teach not to punish (kedisplinan harus bertujuan untuk mengajari anak bukan untuk menghukumnya).

Salam,

Rahayu Damanik

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun