Mohon tunggu...
RedyAl Musyaa
RedyAl Musyaa Mohon Tunggu... Guru -

Seorang hamba dengan imajinasi liar, membungkuk di keramaian luar, bagai seekor katak di hadapan ular.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Kembali Bukan untuk Tinggal Part 2

17 Juli 2017   10:14 Diperbarui: 17 Juli 2017   10:17 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Pukul 01.00 subuh waktu kota tersebut...

Orang-orang berhamburan menuju papan berwarna hijau bertuliskan exit. Namun ada juga sebagian yang masih bertahan di area bandara, menunggu barang-barang mereka. Anak itu keluar mengikuti penumpang yang lain. Namun bedanya, para penumpang langsung menaiki taxi dan ada juga yang dijemput keluarganya. Tapi anak itu langsung mengambil posisi di bangku tempat penantian bus damri.

Ia tak memiliki uang banyak, keluarganya pun tak ada yang menetap di kota ini. Ia perantauan. Begitu juga dengan kakek dan nenek buyutnya dulu. Sukunya terkenal suka merantau, jadi jangan heran ia terwarisi sifat kakek nenek buyutnya. Para penumpang yang bersamanya di pesawat sudah habis. Pulang membawa keletihan. Namun anak itu kembali terlihat teguh dalam penantian. Uangnya hanya cukup untuk menaiki bus daripada taxi. Dan kira-kira bus damri akan datang pada pukul 7 pagi. Terpaksa, ia harus menunggu lagi. Penantian yang ke tiga; penantian bus.

Untuk mengisi kebosanannya, ia kembali membuka buku novelnya. Melanjutkan bacaan yang telah ia tandai dengan melipat ujung kertas. Mengambil posisi sandaran enak pada barang bawaannya itu. Tak lama, mata anak itu melemah. Terpejam. Bisa dibayangkan perjuangan anak ini. Begitu tangguh.

Tanyalah bulan, bintang dan langit terang malam ini.  Bagaimana ia terus berjuang demi janjinya pada orang tua, dan masyarakat di kampungnya. Tanya pula bagaimana anak ini terus mendoakan kebaikan bagi semua keluarganya. Wah... dia benar-benar telah membuat awan menangis. Buktinya subuh hari, langit di bandara dan sekitarnya terlihat mendung. Ia menjatuhkan butiran embun yang menyejukkan jiwa. Sejuk sekali. Apalagi burung-burung sedari tadi berciut-ciut, bernyanyi tak jelas apa itu. Tapi terdengar menyenangkan bagi pendengarnya.

Anak itu terbangun kemudian bergegas mengambil wudhu. Ia sedikit telat, karena sekarang sudah pukul 6 pagi. Setelah melaksanakan dua rokaat, ia kembali ke tempat penantiannya; di bangku halte. Ternyata sudah banyak orang-orang di bandara. Kelihatannya mereka baru saja datang dari perjalanan jauh. Dan ada pula yang baru ingin berangkat. Anak itu bergegas mengambil tempatnya lagi. Takut jika bus yang sedari malam ia tunggu, berlalu begitu saja. Tapi, sepertinya Dewi Portuna masih berpihak pada anak itu. Bus damri jurusan kota yang ia tuju tepat berhenti di depannya. Menurunkan penumpang. Anak itu sontak berlari tak ketulungan. Barang-barang bawaannya tergontai sana-sini. Tak peduli, yang terpenting bisa cepat naik. Tangannya melambai pada kenek bus.  Isyarat ia ingin naik. Namun kenek membalas dengan mengangkat tangan dan memutar jari telunjuknya.

"Mau putar dulu. Turunin penumpang!" sergahnya.

Ahhhh... Lagi-lagi anak itu menunggu. Coba bayangkan, bagaimana rasanya menunggu sesuatu yang tak pasti. Kesal bukan? Orang lain mungkin akan putus asa jika hidupnya penuh dengan penantian. Tapi, apa kalian tau? Sebenarnya di situlah Tuhan menguji kesabaran hamba-hambaNya.

Dan pukul 7.30 pagi... Tibalah anak itu kembali menggapai janji dan impiannya. Karena sekarang ia sudah berada dalam perjalanan menuju kota para penuntut masa depan. Bus damri yang ia tumpangi, berhenti di terminal akhirnya. Namun ini bukan tujuan akhir anak itu. Ia harus kembali mengendarai bus metro mini untuk benar-benar sampai pada tempat tinggalnya. Dan begitulah anak ini. Penuh perjuangan untuk bisa mencapai apa yang diharapkan. Tapi bukankah Tuhan akan lebih sayang pada hambaNya yang terus berjuang? Apalagi berjuang di jalanNya. Berharap mendapat ridhoNya. Semoga Tuhan menjaga dan mempermudahnya dalam menggapai impiannya. Terutama janjinya pada orang tuanya. Semoga saja.

Aamiiinnn...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun