Mohon tunggu...
Radityo Ardi
Radityo Ardi Mohon Tunggu... Lainnya - Cuma manusia biasa, banyak salahnya. Gimana donk?

Lewat 7 tahun lebih tinggal di Singapura. Banyak pelajaran, masih banyak juga yang harus dipelajari dari negeri yang disebut titik merah di peta oleh Habibie. Blog lainnya di https://mas-rdz.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Memahami Kecelakaan Lion Air dari Kecelakaan BOAC Tokyo 1966

25 April 2013   02:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:39 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_249920" align="aligncenter" width="388" caption="Wind shear"][/caption]

Kecelakaan udara Lion Air yang terjadi di Bali terakhir itu memang menyisakan duka bagi seluruh orang Indonesia. Lantas apakah memang itu merupakan kelalaian pilot semata, atau kelalaian struktural dari Lion Air selaku maskapai, atau faktor cuaca yang menjadi penyebabnya?

Pagi hari ini saya merasa trenyuh dan sungguh kasihan, membaca sebuah berita di media online nasional bahwa salah satu atlet, dan seorang lagi yang merasa santunan yang diberikan Lion Air sebesar Rp. 55 juta itu dirasa masih kurang dan Lion Air dirasa masih tidak adil, karena beban trauma dan psikis yang mereka alami setelah kecelakaan tersebut. Kasihan saya bukan karena mereka menjadi korban, tetapi karena mereka tak mampu mensyukuri hidup yang sudah diberikan oleh Sang Pencipta dikala kecelakaan tersebut.

Merasa kasihan juga kepada beberapa anggota DPR yang berkomentar miring mengenai Lion Air dengan mengeluarkan statement provokatif yang tak jelas maksud dan tujuannya apa. Statement yang memojokkan sang pilot dan maskapai itu sendiri tidak kompeten, padahal hasil penyelidikan KNKT juga belum dimulai pada saat itu.

Saya telusuri kembali buku-buku dan majalah yang saya punya, masih ada Angkasa Edisi Koleksi: The Essentials from Word Aircrash - Memahami Kecelakaan Udara (edisi No. 52 tahun 2008). Kata pengantar dari redaksipun cukup mengena. Tim redaksi dengan manis mengatakan bahwa dari segala kecelakaan udara tak hanya melihat dari satu sisi saja, namun dari berbagai sudut pandang. Sehingga dari situ, kita mampu memahami bahwa kecelakaan udara adalah bagian dari "rutinitas" dunia penerbangan, dimana semakin lama akan diharapkan pesawat yang hadir semakin canggih untuk menuju kesempurnaan itu sendiri.

Dari majalah itu, saya ingat ada salah satu peristiwa kecelakaan yang mungkin bisa dikatakan mirip dengan Lion Air, dimana (diduga) ada faktor alam terlibat di dalam kecelakaan yang terjadi di Bali itu. Pesawat Boeing 707 yang dioperasikan British Overseas Airways Corporation (BOAC) jatuh di dekat gunung Fuji, Jepang. Tragisnya, seluruh penumpang tewas tak bersisa.

Ketika itu cuaca di Jepang 5 Maret 1966 memang tidak seperti biasanya, cerah tak berawan. Saking cerahnya, puncak gunung Fuji setinggi 12.400 kaki dapat terlihat dari Tokyo yang jaraknya 110 km. Tentu secara visual ini menjadi pertanda melegakan, karena hari sebelumnya pesawat Canadian Pacific DC-8 terjatuh di Bandara International Haneda - Tokyo karena cuaca buruk. Perlu dicatat juga, pesawat 707-436 yang digunakan kala itu bisa dibilang sudah mumpuni dalam segi teknologi, dan merupakan pesawat jet pertama yang diproduksi Boeing. Ketika itu pesawat ada dalam penerbangan dari London ke Asia dan kemudian kembali lagi ke London. Dan ketika kecelakaan terjadi, pesawat sedang menjalani rute (leg) Tokyo - Hong Kong. Dalam kondisi yang luar biasa cerah itu, dan kebetulan rute juga melewati Gunung Fuji, sang pilot meminta ijin untuk mendekati Gunung Fuji dengan ketinggian dan jarak yang aman dan diijinkan oleh otorita penerbangan. Kemungkinan pilot menginginkan untuk memberikan "bonus" kepada penumpangnya untuk melihat pemandangan langka kawah Gunung Fuji secara visual.

Secara tiba-tiba tanpa ada tanda-tanda darurat, ketika pesawat menurun pada ketinggian yang memang direncanakan oleh otorita penerbangan sesuai dengan flight plan, menurut saksi mata di darat pesawat tersebut meninggalkan jejak putih, lalu diikuti dengan ledakan-ledakan bagaikan kembang api dan pesawat hancur berkeping-keping. Seluruh penumpang tewas tak bersisa.

[caption id="attachment_249931" align="aligncenter" width="300" caption="BOAC Flight 911"]

13668324281764920378
13668324281764920378
[/caption]

Setelah kejadian tersebut, dikatakan bahwa radius jatuhnya kepingan mencapai 16 km. Lantas apa yang menjadi penyebabnya? Ketika itu cuaca memang sangat cerah, integritas Boeing dalam membuat pesawat populer ini tak perlu ditanyakan lagi, pesawat tidak melakukan manuver berbahaya, pesawat dalam kondisi sangat prima, dan jejak rekam sang pilot juga tak diragukan lagi. Begitu sempurnanya fakta-fakta di lapangan, tetapi tetap saja terjadi kecelakaan. Penyelidikan yang memakan waktu begitu lamanya, karena tak ditemukan faktor utama penyebab kecelakaan. Penyelidikan mulai dari memeriksa sisa reruntuhan pesawat di lereng Gunung Fuji, hingga uji metalurgi / teori kelelahan metal pun tak membuahkan hasil. Hingga akhirnya hanya gara-gara kamera dari salah satu penumpang lah kuncinya. Kamera tersebut adalah sisa reruntuhan yang tidak terbakar. Kamera film tersebut merekam kejadian sebelum dan bahkan ketika kecelakaan terjadi. Kamera tersebut ketika detik kecelakaan terjadi, terlompat 2 frame dari seharusnya, lalu kemudian terlihat kursi-kursi penumpang lalu buram dan berhenti.

Penyebab kecelakaan tersebut setelah diteliti lebih jauh, dikarenakan adanya mountain wave di Gunung Fuji, angin yang berkecepatan tinggi bergerak menghantam pesawat. Saking kencangnya, angin tersebut mampu mematahkan bagian sayap belakang dan kemudian diikuti sayap samping dan kemudian jatuh karena ledakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun